Bab 7
Seminggu tiga sampai empat kali Nirmala memberikan pelajaran tambahan untuk anak-anak didesa itu. tidak meminta imbalan sepeserpun.
Siapa yang ingin belajar disana dipersilahkan. Sampai ada anak kuliahan yang pernah minta tolong mengerjakan soal-soal nya. Padahal dia tidak makan bangku kuliah. Tapi dia bisa mengerjakan semua.
Entah terbuat dari apa anak itu, Hati Nirmala terbuat dari emas berlian yang selalu berkilau meski hancur berkeping.
Tidak sekalipun dia memberikan kesan buruk pada orang sekitar yang mengenalnya. Dia gadis cerdas dan berbudi pekerti luhur.
Suatu hari ada salah satu anak cerewet di kelas bimbingannya, dia memberi sederet pertanyaan yang sulit untuk dijawab Nirmala.
"Kak Nirmala, Kakak kan pinter kenapa kakak putus sekolah, kenapa Kakak gak kuliah?" Tanya Daffa inilah murid yang suka memberi pertanyaan diluar pelajaran.
Nirmala mendekati Daffa dan mengelus rambut kepala Daffa dengan lembut penuh pengertian. Dia harus berhati-hati berbicara pada anak seusianya.
"Daffa sayang, sebenarnya Kakak Nirmala pengen banget kuliah tapi karena faktor dana, Kakak tidak bisa melanjutkan sekolah Kakak. Ini rencananya Kakak bekerja dulu buat ngumpulin untuk buat biaya masuk kuliah nanti," jelas Nirmala penuh hati-hati. Entahhh anak itu bisa menyerap kata-katanya apa tidak.
"Kalau saya Kak Nirmala, Sudah jelas saya tidak akan pernah melanjutkan sekolah saya Kak. Ibu bapak saya cuma seorang petani. Sekedar minta sepatu aja gak di belikan padahal kan sepatu saya Uda bolong kak," Lanjut Daffa lagi.
Fikiran anak kecil, mereka masih sangat polos dan lugu belum mengerti keadaan orang tuanya ada atau tidak ada.
Nirmala tersenyum menunjukkan lesung di kedua pipinya. Nirmala tampak manis kalau sedang tersenyum begitu. Anak-anak menyayangi gadis itu.
"Gini ya Daffa, ada pelajaran untuk bersikap sabar. Daffa harus mengerti keadaan orang tua Daffa dulu. Karena tidak semua bisa kita dapatkan dengan mudah. Harus kerja keras, tapi kakak yakin. Daffa anak pinter, pasti bisa sekolah sampai cita-cita Daffa tercapai. Sekarang ada banyak bantuan di sekolah. Sekolah gratis untuk anak- anak berprestasi." Jelas Nirmala
"Gitu ya Kak. Oh ya Kakak Uda punya pacar belum?" Tanya Daffa lagi.
"Apa sih kamu Daffa, masih kecil sudah ngomongin soal pacar. Memang kenapa?" Tanya Nirmala balik.
"Aku mau Kakak Nirmala jadi pacar Daffa aja," Jawab Daffa penuh kepolosan.
Gelak tawa pecah di samping rumah Nirmala, semua anak-anak itu tertawa dengan riangnya. Nirmala senang mereka bisa tertawa seperti ini. Ada kebahagiaan tersendiri pada dirinya.
Nirmala hanya memberi alas tikar untuk mereka belajar. Dibawah pohon rindang sudah terasa nyaman dengan semilir angin yang berhembus. Membuat betah.
Disore itu, Nirmala tidak sendiri. Ada Bibi Asih yang ikut bersantai disana. Karena pekerjaan sudah di selesaikan.
"Hei anak kecil, diurusin dulu belajarnya udah pinter belum. Lagaknya ngomong cinta-cinta pada Kak Nirmala," Kata Bibi masih sewot atas ucapan Daffa tadi. Tapi sekedar dalam gurauan. Wajahnya tidak serius.
"Kakak Nirmala mau kok jadi pacar Daffa, asal Daffa sekolahnya pinter, rajin Kak Nirmala gak akan nolak," Jawab Nirmala dengan memberikan senyumnya yang mengembang.
"Beneran ya kak," Daffa mengulangi pertanyaannya, Nirmalah hanya mengangguk pelan dan mengelus rambut kepala Daffa lagi. Dia senang memberikan kasih sayangnya pada anak-anak disana.
"Udah-udah ayo pelajarannya dilanjutkan lagi," Nirmala mengalihkan ke tugas mereka kembali.
Sore itu tubuhnya sangat lelah dan lemas. Tidak seperti biasanya. Dia akan menahannya disana ada Bibi Asih. Nirmala tidak mau dia melihatnya dalam kondisi seperti ini. Tidak ingin merepotkan Bibinya lagi, Jangan Sampai membuat BiBi Asih khawatir.
"Jam pelajaran masih kurang beberapa menit lagi. Aku akan kuat sampai pelajaran selesai," Gumamnya dengan memegang kepalanya yang sudah mulai pusing.
"Ayo anak-anak lihat kepapan tulis ya. Tirukan Kak Nirmala!" Teriak Nirmala
"Baik Kak," Serentak anak-anak disana menjawab
"My name is Ani!" Ucap Nirmala
"My name is Ani." Suara anak-anak menirukan kalimat Nirmala yang tertulis dipapan tulis.
"I'am five years old."
"I'am five years old."
"Nice too meet you."
"Nice too meet you."
Nirmala memberi tepuk tangan yang keras untuk mereka. Sebagai bentuk semangat karena mereka bisa berbicara bahasa asing.
"Pelajaran sore hari ini cukup ya, dua hari berikutnya kita kumpul disini lagi. Oke?" Ucap Nirmala dengan nada khasnya. Dengan menunjukan jari telunjuk dan ibu jari yang melingkar, anak-anak menirukannya.
"Sudah berkemas semuanya?" tanya Nirmala lagi. Memastikan tidak ada dari mereka yang tertinggal.
"Sudah Kak Nirmala," jawab mereka serentak.
"Ya sudah Kak Nirmala akhiri ya. Assalamualaikum warrah matullah hiwabarakatuh,"
"Waalaikum salam warrah matullah hiwabarakatuh," jawab mereka serentak
Mereka berdiri dan berpamitan mencium tangan Nirmala yang halus, dan Bibi Asih yang juga berdiri disana.
Setelah mereka semua pergi, Nirmala merapikan tikar dan membawanya masuk kedalam rumah.
"Bibi, Nirmala boleh ya beristirahat sebentar sambil menunggu maqrib?" Tanya Nirmala
"Ya Nirmala beristirahatlah," jawab Bibi Asih dengan melihat Nirmala yang berjalan masuk rumah sepertinya tidak enak badan.
"Ya Allah, ada apa dengan Nirmala. Beberapa hari ini wajahnya kelihatan pucat. Beberapa hari lalu kata Dokter Anwar hanya demam biasa. Kenapa sampai hati ini dia tidak tampak sehat," Gumam Bibi dalam hati.
Saat maqrib telah tiba. Nirmala belum keluar dari kamarnya. Bibi Asih mengetuk pintu kamarnya. Tidak ada sahutan. Terpaksa Bibi masuk saja kedalam kamar itu. Memastikan Nirmala dalam keadaan baik-baik saja. Tidak biasanya dia tidur senyenyak itu.
Bibi Kira melihat Nirmala masih terlelap dalam tidurnya. Bibi mendekati Nirmala dan mengoyak lengannya pelan.
"Nirmala, bangun sholat magrib Nak." Ucap Bibi Asih perlhan takut Nirmala terkejut.
Tak lama Nirmala membuka kedua matanya dengan berat. Matanya terlihat sembab perlahan dia bangun dari tidurnya.
"Aduh maaf Bi aku ketiduran lama ya. Uda jam berapa?" Nirmala berkata dengan linglung. melihat jam dinding kamarnya yang kecil.
"Astagfirullah hal adzim. Uda mau pukul enam sore kok bisa aku tidur gak tahu waktu gini," Nirmala terkejud dan segera mengambil air wudlu .
"Maaf Bi, Nirmala mau shalat maqrib dulu." Nirmala berpamitan meninggalkan Bibi Asih. yang masih berdiri disana.
Saat malam menjelang. Nirmala duduk diteras rumah melihat langit yang tampak terang pada malam ini. Tidak ada awan yang menghalangi Sinar rembulan. Samapi bintang-bintang bertaburan ikut bersinar kerlap kerlip dilangit.
Menambah indahnya langit malam ini.
Langit malam ini memang indah tapi tidak untuk Nirmala hatinya terasa hampa. Dia jadi mengingat Papa dan mamanya. Yang Samapi saat ini tidak mencarinya.
"Mungkin mereka sudah melupakan aku. Aku sadar aku hanya anak penyakitan. Tidak pantas jadi anak yang mereka banggakan. Aku hanya akan menghabiskan uang mereka untuk berobat," gumam Nirmala sambil menatap bintang dilangit.
Bola matanya sekarang penuh dengan linangan air mata, sekali saja dia berkedip air mata itu akan jatuh kepipinya.