Bab 8
Nirmala tidak bisa menahan sedihnya pada malam ini. Banyak batu yang keras dihatinya. Ingin menghantam dan menghancurkannya malam ini juga. Tapi kekuatan apa yang dia punya. Menegakkan tubuhnya dengan kokohpun rasanya sudah tidak sanggup.
Bibir yang biasanya ia paksakan untuk tersenyum manis tidak ia tampakan untuk dirinya sendiri. Sudut bibir turun, sungguh beban penderitaan yang tidak kunjung ia sudahi.
Kenangan indah bersama Mama Papa, harus terkubur dalam-dalam. Imajinasinya yang ia rakit sendiri dalam kebahagiaan hidupnya tercerai berai.
Jalan itu tak selamanya lurus, tak selamanya indah. Diluar fikirannya dia telah melewati kehidupan yang membuatnya jatuh bangun sendiri. Impiannya musnah begitu saja. Namun dia harus sedikit bersyukur sekarang bisa sampai disini dikeluarga yang hangat.
Bibi dan Pamannya mungkin sudah tidur. Dia bisa mengurangi sesak didadanya dengan menangis.
"Hiks hiks hiks," suara tangisan Nirmala yang sengaja sedikit ditahan. Tapi air matanya berderai dengan derasnya. Meski sesekali dia mengusapnya, tapi air mata yang turun tiada habisnya, Kehidupan ini sangat berat untuknya.
Memiliki keluarga yang harmonis adalah impiannya. Menjadi keturunan orang kaya adalah bonus untuknya.
"Setelah Mama Pergi dengan Om Charlos, semuanya musnah. Papa menikahi Tante Wira. Entah kesalahan apa yang ku perbuat. Sampai dia sangat membenciku. Hingga aku difitnah Tante Wira dan di usir dari rumahku sendiri. Ya Allah, berilah hamba kemudahan dalam mencari keberkahan hidup di dunia ini. Didunia ini aku tidak memiliki teman hanya Engkau tempat ku mencurahkan isi di hati," Curhatan Nirmala kepada Sang Pencipta alam semesta.
Meski sudah melupakan ingatan saat mereka mengusir Nirmala, kejadian itu muncul lagi di ingatannya.
****
Flash Back
"Nirmala, kamu tadi masuk kamar Mama Wira kan?" Tanya Wira pada Nirmala yang membantu Bibi Ijah menyiapkan makan malam bersama seluruh keluarganya di ruang makan.
Nirmala dan Bibi Ijah menoleh kearah Wira yang terlihat kebingungan. Suara itu hampir memekikan telinga. Menggelegar kuat bagai halilintar.
"Ya Ma, tadi sore Nirmala membersihkan kamar Mama kan Mama yang menyuruh Nirmala tadi?"
Nirmala bertanya balik pada Wira. Wira pura-pura lupa.
"Kamu jangan keras-keras bilang kalau membersihkan kamar Mama yang nyuruh. Nanti papamu dengar disangka Mama yang nyuruh kamu bekerja keras dirumahku sendiri!"
"Maaf Ma, Nirmala tidak sengaja." Nirmala menutup mulutnya segera.
Wira menoleh kesana kemari dia takut Sony mendengarkan teriakannya tadi. Tapi nampaknya dia masih didalam ruang kerja menyelesaikan pekerjaan kantor yang dibawa pulang. Wira mendekati Nirmala dan memberi peringatan keras untuk Nirmala.
"Ingat ya Nirmala kalau sampai kamu mengadu pada papamu Mama tidak akan segan untuk menghancurkan keluargamu ini. Mama akan membuat Papaku menderita. Ingat itu!" Kata Wira mengumpat kesal. Dengan menunjukan mata lebarnya pada Nirmala yang masih berdiri disamping kursi.
Bibi Ijah mendengarkan nya dengan bulu bergidik , dia tidak berani berbicara apapun. Wira sudah memperingatkan Bibi Ijah jika dia ikut campur pekerjaannya dirumah ini akan selesai.
Rasanya dia ingin menangis melihat Nirmala diperlakukan seperti itu. Bagaimana pun juga dia adalah anak majikannya.
"Nona, bersabarlah Bibi yakin Nona akan mendapatkan kebahagiaan segera. Nona Nirmala gadis yang baik," Gumam Bibi Ijah dalam hati. Hatinya bersedih. Air matanya ditahan untuk tidak keluar sekarang. Begitu kejamnya Mama tiri Nona Nirmala.
"Ya Ma, Nirmala tidak akan mengadu pada siapapun," jawab Nirmala menahan sedihnya dan menganggukkan kepalanya.
"Memang kenapa Ma?" Lanjutnya Nirmala bertanya lagi.
"Gak jadi nanti saja," Jawab Wira. Tadinya dia berniat buruk untuk Nirmala. Tapi dia tahan dulu.
Wira menyibak rambut panjang yang tergerai sampai menampar pipi Nirmala. Dia sengaja melakukan itu. Meski hanya sekedar rambut tapi bisa membuat jejak beberapa garis dipipinya yang putih bersih, Wira meninggalkan mereka disana.
"Sabar ya Nona Nirmala, dia memang seperti ratu iblis. Apa maksudnya tadi berteriak-teriak keras gitu. Pas ditanya gak jadi. Emang benar Nyonya Wira itu kurang waras," Gerutu Bibi Ijah memancungkan bibirnya rasa hatinya ingin mencakar-cakar habis mukanya yang dempulan tebel. Tidak cantik tapi karena perawatan puluhan juta jadi bersinar wajahnya.
"Sabar Bi, aku aja masih kuat kok. Kenapa jadi bibi yang marah gitu? Hehe," Jawab Nirmala menunjukkan senyumnya yang indah laksana bunga yang bermekaran ditaman.
"Sungguh Non, hati nona terbuat dari apa. Begitu baiknya Nona pada ibu tiri nyonya yang super kejam itu?" Bibi sampai tertegun heran melihat majikan gadisnya sangat penyabar.
"Udah Bi, minta tolong panggilkan semua untuk makan malam ya!"
"Lalu Nona tidak ikut?" Bibi bertanya lagi. Melihat Nirmala akan berbalik menuju kamarnya.
"Tidak Bi, Saya masih kenyang. Saya mau mengerjakan tugas sekolah. Nanti aku makan sendiri," ucap Nirmala pada Bibi. Bi Ijah mengangguk.
Namun dalam hatinya dia sudah mendapat peringatan keras dari Wira untuk tidak ikut makan bersama mereka. Dia boleh makan didapur bersama Bibi Ijah
Nirmala bisa menahan itu, Dia masuk kedalam kamarnya. Dan melihat hasil pekerjaan yang dia kerjakan susah payah dirobek oleh Mama Wira tadi siang
Nirmala harus mengetik ulang tugas itu. Tugas yang ia kerjakan berhari-hari. Dengan ringannya tangan Wira menyobeknya dengan tanpa belas kasih. Hanya karena dia lupa memijit badannya siang itu. Dia tidak mau Nirmala mendapat juara di kelasnya hanya anaknya Lea yang terbaik.
Malam itu juga dia harus selesaikan. Karena besok hari terakhir dia mengumpulkannya. Guru fisika memberikan kelonggaran waktu dua hari untuk menyelesaikannya, atau jika tidak nilai buruk akan ia terima. Dan dia tidak akan bisa lulus untuk Melanjutkan studinya.
Benar saja, Lea mengetahui Nirmala berusaha keras pada malam itu. Hingga larut makam dia tidak turun untuk makan malam.
Paginya Lea berencana menukar hasil pekerjaannya dengan milik Nirmala. Saat Nirmala pergi kedapur satu kesempatan emas buatnya untuk menukar.
"Oh, kebetulan sekali dia lupa kasih nama." gumamnya kegirangan.
Segera ia melakukan kecurangan itu. Bukan sekali dua kali saja perbuatan Lea yang buruk itu dia kerjakan bersama Mama Wira pada Nirmala.
Lea dan Nirmala satu sekolah yang sama di SMA Negeri 1 Tangkubuhan. Nilai Lea dibawah rata-rata teman sekelasnya. Dia juga tidak cantik. Kecantikannya jauh dari Nirmala.
Tidak hanya parasnya saja yang cantik tapi hatinya juga. Murid pria satu sekolah mana yang tidak ingin mengenalnya.
Nirmala murid berprestasi, juara umum disegala mata pelajaran, disegani para guru karna kesopanannya. Namun beberapa bulan ini Karena ulah Lea, nilai Nirmala anjlok.
Memilih pulang telat untuk membantu tugas-tugas guru disekolah sana. Dia hanya ingin mengisi hidupnya untuk sesuatu yang berguna bagi orang lain. Dia menjauh kan dirinya dari kesombongan.
Saat Lea dipanggil guru untuk maju kedepan dan menunjukkan pekerjaannya. Lea dengan ringan kaki mengantarkannya kemeja guru.
Senyum lebar di kedua pipinya terpancar, biasanya dia selalu menggerutu saat akan mengumpulkan tugas-tugas sekolahnya. Benar-benar tidak biasa
Nirmalapun menaruh curiga pada Lea. Apakah dia merencanakan sesuatu yang tidak ia ketahui dibelakangnya.