Chereads / "Ku Tunggu Kau di Surga" / Chapter 5 - Pertemuan Pertama Yang Menyebalkan

Chapter 5 - Pertemuan Pertama Yang Menyebalkan

Bab 5

Nirmala kembali melewati Kevin yang duduk dengan memangku kedua tangannya. Tatapan pria itu kosong. Segurat senyum diwajah pria itupun tidak ada. Banyak kesedihan yang ia tuangkan diraut mukanya yang kelihatan sangat masam.

Nirmala berlalu saja dari pemuda itu, dia tidak melihat Nirmala lewat didepannya. Entah apa yang ia lamunkan. Apakah dia kesakitan karena tamparannya tadi.

Sampai dikejauahn. Nirmala berhenti, dan melihat pria tadi sudah tidak ada disana. Bagai ditelan bumi. Kapan dia enyah dari sana. Mungkin terhadang orang- orang yang lewat jadi dia sudah tak terlihat.

Nirmala berdiri di bawah pohon rindang. Menunggu angkot yang akan lewat disana. Dia menengok ke jam dinding besar digerbang Pasar menunjukkn pukul 10.00 pagi. Fikirannya tidak enak akankah dia di marahi bibi Asih karena dia kepasar. Tidak mengindahkan permintaanya untuk tetap dirumah saja.

Dia sudah mengira Bibi Asih pasti sudah pulang dari persawahan. Dengan aliran darah yang deras yang dipompa dari jantungnya. Nirmala mencoba untuk tenang. Bibi Asih orang yang baik. Jadi Nirmala tidak perlu risau.

Seorang wanita tua bungkuk berjalan mendekati Nirmala, rambutnya putih kulitnya keriput dari wajah yang terlihat samapi ujung kakinya. Berjalan tertatih-tatih membawa sebuah tongkat kayu setinggi perutnya, mendekati Nirmala yang berdiri disana. Dengan membawa sebuah tas plastik berwarna hitam di letakkan pada pundaknya, Nirmala bergegas mencarikan sedekah uang untuknya.

"Sisa uang untuk aku naik angkot. Tapi tidak apa, rezeki akan datang dari segala arah," gumamnya dengan memberikan satu lembar uang sepuluh ribuan.

Wanita tua itu ternyata tidak meminta uang darinya, dia menggelengkan kepala. Hanya menunjuk ke seberang jalan yang jaraknya jauh untuk dia berjalan sendiri dengan kondisi kakinya yang lemah. Nirmala mengembalikan lagi uang itu di sakunya

"Nenek mau di bantu menyebrang jalan?" Tanya Nirmala dengan mendekatkan wajahnya agar bisa didengar sang nenek.

Dia menganggukan kepala. Dan menunjukkan senyumnya yang sudah tidak terlihat karena garis-garis halus kulitnya menutupi lesung pipi dan keningnya.

Nirmala akhirnya menyadari ternyata nenek tua itu tidak dapat berbicara. Tapi dia bisa mendengarkan ucapannya. Atau tidak dia hanya melihat Nirmala menggerakkan bibirnya saat mengucapkan beberapa kalimat.

"Mari Nek," Nirmala membantunya menyebrang jalan. Belum sampai di ujung jalan Kaki Nirmala terkilir. Dan terasa sakit untuk berjalan.

Karena kondisi pasar yang sangat ramai, sebuah motor tidak sengaja akan menabrak sang nenek yang berjalan satu langkah didepan Nirmala.

Seorang pria segera monolongnya, dia mnghadang pemotor yang dalam kondisi jalan pasar yang ramai tapi melaju dengan kecepatan tinggi.

"Kamu lihat jalanan ramai seperti itu, bawa motor ugal-ugalan!" pria itu berteriak keras pada pengendara. Jalanan itu macet seketika karena ketiganya berdiri ditengah jalan.

"Maaf Kak, saya tidak akan mengulanginya lagi," Dia akhirnya mengaku salah dan meminta maaf.

Nirmala belum melihat wajah pria itu. Karena sebuah topi yang menutupi kepalanya. Tapi dari penampilannya seperti pria yang ia temui di dalam pasar tadi. Baju dan celana pendek yang ia kenakan sama persis.

Pemotor segera berlalu meninggalkan mereka. Pria itu segera menggendong sang nenek dan menyeret tangan Nirmala.

"Aduh pelan-pelan," teriak Nirmala kakinya masih susah untuk berjalan. Nirmala tidak dapat melihat wajah di balik topi yang dikenakan pria itu.

"Siapa sih pria ini. Dia sama sekali tidak menunjukkan mukanya padaku," gumam Nirmala dengan menyeret kakinya yang sakit karena terkilir.

Sampai diujung jalan, pria itu menurunkan nenek dan membuka topinya yang menutupi seluruh bagian kepalanya.

Nirmala melihatnya ternyata memang benar dia pria yang ada didalam pasar. Dia sangat geram dengan pria itu. Perasaan kesalnya tadi belum hilang. Meski sudah menamparnya rasanya kurang.

"Kalau kamu tidak bisa nyebrangin orang, gak usah berlagak jadi wanita sok baik deh!" Ucapnya tiba-tiba membuat Nirmala terkejud.

"Jangan sampai hal buruk akan terjadi pada nenek ini," lagi dia mengutarakan katanya yang amat pedas sepedas harga cabe sekarang ini. Nirmala masih diam saja karena menahan sakit kakinya.

Apa tadi dia tidak memperhatikan kalau Nirmala kakinya sakit. Dasar pria tak punya hati

Nenek itu memegang tangan Nirmala, dan tangan Kevin. Nenek itu tersenyum lebar untuk mereka. Nirmala. Tidak melihat senyum itu tadi. Kali ini senyumnya mengembang. Ada segurat ke bahagian terpancar di wajahnya. Nirmala senang melihatnya.

"Maafkan saya ya Nek, saya hampir membuat nenek celaka," ucap Nirmala penuh penyesalan.

Sang nenek menundukkan kepalanya. Dan memberikan kode tangannya melambai seolah menjawab tidak apa-apa. Dia berlalu dari keduanya yang berdiri disana.

Nirmala kembali berhadapan dengan Kevin. Dia mendorongnya untuk kedua kalinya.

"Eh lihat, kalau ngomong lihat dulu aku kaya gimana, kakiku terkilir tadi di tengah jalan," Nirmala membela dirinya sendiri.

"Gak perlu dorong-dorongan kamu. Dua kali ini ya kamu berani mendorong aku kaya gini. Hah, dari tadi kamu itu suka berkata omong kosong!" Lanjut Kevin masih dengan nada bicara yang menghunus. Sangat menyakitkan.

"Maaf aku malas berdebat denganmu lagi. Aku mau pulang," Jawab Nirmala menyebrang lagi di tempat dia berhenti sebelumnya. Dengan kaki yang belum sembuh juga.

Kevin memperhatikan Nirmala sampai di sana. Tanpa sengaja Nirmala menolehnya, Kevin tertangkap basah melihat dirinya. Tidak butuh waktu lama dia pergi.

"Huh, dasar pria aneh. Kenapa sih aku jadi pemarah banget saat bertemu pria itu. Emang dasar menyebalkan sih," Gumam Nirmala dengan menolah kekanan jalan, Takut ada angkot terlewat jika tidak memperhatikan baik-baik.

****

"Dasar gadis aneh. Kedua kalinya dihari yang sama dia bikin apes padaku," gerutu Kevin. Dia berniat kembali ke warung tempatnya dia bekerja.

Dengan sebuah motor pinjaman dari Bu Rosa, Kevin sampai disana. Dia membeli beberapa bahan dapur yang sudah menipis.

Sepasang empat mata mengintai. Bersembunyi dibalik dinding. Merekam sebuah video kegiatan Kevin tiap harinya. Melaporkan Setiap kegiatan yang dikerjakan Kevin.

Salah satu diantara mereka menghubungi Tuan besar mereka. Andre Winata dia Papa dari Kevin. Tidak mungkin orang tuanya membiarkan putranya luntang lantung tidak memiliki tujuan hidup. Dia tetap memantau perkembangan Kevin.

"Tuan Besar Lapor, hari ini Tuan Muda Kevin bekerja di warung sederhana letaknya tidak jauh dari jalan raya. Baru saja Tuan Muda dari pasar membeli keperluan dapur," Kata Leo menjelaskan video yang dikirimkan tadi.

"Kalian terus pantau berkembangan Kevin ya, Jangan sampai kalian ketahuan mereka," Jawab Andra dari seberang telepon.

"Baik Tuan Besar, kami akan melaksanakan perintah Tuan Besar," Jawab Leo.

"Bu Rosa, ini beberapa barang-barang yang ibu suruh belikan tadi," Kata Kevin meletakkan plastik hitam besar di meja dapur.

"Ya Kevin terima kasih," Jawab Bu Rossa yang masih sibuk melayani pembeli.

Anak buah Andra masuk ke dalam warung yang terlihat bersih. Terlihat dari beberapa sudut dinding yang dihias dengan beberapa lukisan- lukisan tangan langsung pada temboknya. Terkesan elegan.

Terdapat kurang dari sepuluh meja dengan empat duduk mengitari tempat itu.

Leo dan Seto duduk memilih meja yang dekat dengan kasir. Dia segera berteriak pesanannya.

Mencari informasi pada Bu Rosa tentang Kevin selama bekerja.