Chereads / Terjebak Cinta Karena Harta / Chapter 12 - Ide Gila

Chapter 12 - Ide Gila

BRUG

Felix menutup pintu mobil dengan keras. Tatapan wajah Sarah masih belum terlepas dari pandangannya yang berada di sebuah rumah kosong. Lalu Felix berjalan mendekati Sarah dan mengajaknya untuk masuk ke dalam.

"Rumah siapa ini, Felix?" tanya Sarah seraya berjalan mengikuti Felix dari belakang. Felix hanya tersenyum simpul. Ia membuka kunci rumah lalu persilahkan Sarah untuk masuk terlebih dulu.

Sarah menilik sudut demi sudut di rumah itu. Tak ada yang aneh, hanya saja semua barang penuh dengan debu. Felix pun mengajak Sarah masuk ke dalam kamar. "Kita mau apa?" Seketika Sarah menarik diri dari depan pintu kamar. Ia tampak ketakutan. "Kamu tenang saja Sarah. Aku nggak akan berbuat macam-macam kepadamu." Kemudian Sarah masuk walaupun perasaannya sangat cemas.

Di dalam kamar itu, masih lengkap dan tertata rapi barang-barangnya milik seorang laki-laki dewasa. "Kamar siapa ini?" Felix pun menjawab pertanyaan dari Sarah. Ia mengaku bahwa kamar itu adalah bekas kamarnya satu tahun lalu. Ketika itu, Felix baru saja mengenal Martha. Saat itu, Felix memutuskan untuk menyewakan rumah yang di tinggali Martha saat ini dan pindah ke rumah kecil yang berada di Jl. Gajah Mada nomor 25 ini.

Felix berjalan menuntun Sarah. Ia menghentikan langkahnya di depan dinding kamar yang di pajang oleh sebuah barang yang di tutupi dengan kain putih. Felix membukanya.

BRAK

Sarah terpaku dengan foto yang terpajang indah di dalam bingkai yang berukuran besar. Sorot mata perempuan yang berada dalam foto itu seakan menghipnotis Sarah. Ia terpaku dan sangat terkejut.

"Fa--" Mulut Sarah bergerak tanpa suara.

"Itu adalah Nadhira Martha, istriku." Arian menyentuh bagian bawah foto itu. Ia tidak tahu bahwa Sarah mengenal sosok perempuan yang ada di dalam bingkai foto tersebut

"Dia, adalah wanita yang dulu sangat ku cintai. Meski aku tahu dia sudah punya pacar. Aku merebutnya dari genggaman lelaki yang bernama Adrian. Sampai aku tahu, Martha adalah anak dari wanita yang membuat hubungan keluargaku hancur."

"Hah? Maksud kamu?" tanya Martha penasaran.

Tapi rasa penasaran Martha belum terpecahkan setelah nada dering telepon menghentikan pembicaraan antara Felix dan Sarah. Felix mengangkat teleponnya, sedang aku bergerak maju mendekati foto Martha yang terpampang sangat cantik.

Kemudian Felix terpaksa mengajakku pulang. Ia baru mendapat kabar dari temannya bahwa si penagih hutang sedang mencarinya ke rumah yang saat ini sedang ia kunjungi bersama Sarah. Tanpa memberitahu Sarah, ia langsung menggiring Sarah untuk ke luar dari rumah itu.

"Padahal, sebentar lagi aku mendapatkan informasi penting dari Felix," Sarah menggerutu dalam hatinya. Jelas dari raut wajahnya memancarkan rasa kesal pada Felix.

Sarah pun pulang, dari balik tirai kamar, ku lihat Sarah sangat nyaman berada dekat dengan Felix. Aku ke luar menemui Sarah ketika Felix sudah pergi. "Kamu, kenapa bisa bersama Felix?"

Kemudian Sarah menjelaskan tentang Felix yang mengunjungi rumah Andrean saat dirinya juga berada di sana. Aku mengerti, tapi rasanya ada yang mengganjal dari pertemuan mereka.

Sarah belum bercerita apapun tentang pernyataan Felix di rumah kosong tadi. Dia merasa belum saatnya untuk aku mengetahui semuanya.

Sabtu malam, pukul 9.

Aku selalu merasakan gelisah kala malam tiba membawa taburan bintang-bintang yang menyinari bumi. Kamarku adalah tempat favoritku. Selama meratapi kepergian Martha, aku selalu menghabiskan waktuku di kamar ini. Hingga akhirnya Martha datang kembali ke hidup ini, ternyata aku masih belum bisa melebur kesalahannya padaku.

Apa kabarmu Martha? Apa kamu masih merengek meminta bantuanku seperti hari kemarin? Atau, kamu sudah menyelesaikan masalahmu?

Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang ingin ku tanyakan langsung padamu. Tapi, janji sudah terlanjur ku lontarkan padamu di hotel kemarin.

Jendela kamar ku biarkan terbuka lebar. Semilir angin malam memasuki tiap sudut ruang kamar menjadi terasa dingin. Keraguan di hatiku akan perasaan ini yang mau tidak mau padamu, membuat ku bimbang. Di satu sisi aku memang sangat kecewa padamu, tetapi, di satu sisi aku tidak bisa melihatmu terluka seperti itu.

*Satu pesan masuk

Martha: Adrian, tolong aku! Rasanya aku tidak kuat akan semua ini. Aku mohon ampuni kesalahan ini. Aku berada di tempat pertama kali kita jalan.

Setelah membaca isi pesan teks dari Martha, tanpa ragu lagi dan sejenak lupa akan janjiku semalam, langsung ku ambil sweater dan berangkat menemui Martha. Aku sangat khawatir dengan keadaanya.

25 menit kemudian,

"Martha! " Teriakanku berhasil menghentikan aksi Martha yang akan menjatuhkan dirinya ke danau. Aku berlari sekencang-kencangnya untuk menggapai tangan Martha dan memeluknya.

"Apa yang akan kamu lakukan, Martha?" Aku tidak peduli dengan status Martha yang sudah menjadi istri orang lain. Martha menangis histeris dalam pelukanku. Ia memohon ampun padaku dan memintaku untuk membantunya, secara berulang.

Aku mengajak Martha duduk di bangku yang berada sekitar danau. Martha pun menjelaskan padaku tentang kehamilannya. Miris! Mungkin saat ini Martha sedang bermain dengan karmanya sendiri. Bukan perasaan bahagia yang ku rasakan saat melihat orang yang telah menyakitiku terluka. Tapi, aku ikut merasakan kepedihan itu dan ingin sekali melindungi Martha.

"Hei ... Hei ... Sssst sudah! Jangan menangis lagi ya. Aku akan tetap di sini bersamamu!" Ku usap air mata yang membasahi pipinya, dan dengan lantang bahwa aku akan menjadi pelindungnya dan berada di barisan paling depan untuk menghalangi siapapun yang akan menyakiti wanita yang ku cintai ini, Martha.

Setelah Martha sudah cukup tenang, aku mengantarnya pulang. Aku melihat rumah yang ditinggali Martha cukup besar dari kejauhan, tapi suasana rumah itu sunyi sekali. Bahkan tidak ku lihat batang hidungnya suami dari Martha.

Saat Martha masuk dan menutup gerbang rumahnya, aku memutuskan untuk berbalik arah. Namun, saat akan menancap gas, mobil berwarna hitam membunyikan klakson sehingga membuat Martha terkejut saat hendak membuka pintu rumah. Ia berlari dan membuka kembali pintu gerbang.

Mobil berwarna hitam itu pun masuk. Sedang Martha menunggu di depan mobil. Ternyata itu Felix. Aku melihat Felix memarahi Martha. Entah karena apa sehingga Felix begitu kesal pada istrinya itu. Mereka pun masuk, dan aku melanjutkan perjalananku untuk pulang.

Esok hari saat pagi tiba, aku pergi ke kamar Sarah. Aku membangunkan tidurnya untuk bercerita tentang peristiwa semalam.

"Ada apa?" tanya Sarah seraya menutup mulutnya yang menguap karena masih mengantuk.

"M---Martha!"

"Kenapa Martha?"

"Aku mau menikahi Martha."

Sontak pernyataanku membuat rasa kantuk Sarah hilang. Ia bangun dan beranjak dari tempat tidurnya.

"Kamu sudah gila ya? Martha itu kan sudah bersuami! Dan, aku rasa hubungan kalian sudah berakhir," ujar Sarah.

Lalu Sarah menceritakan tentang pernyataan Felix yang sangat mencintai Martha.

"Tenang Adrian! Sedikit lagi aku akan coba bongkar rahasia Felix sampai tuntas!"