Felix adalah anak dari pengusaha yang menetap di Bangkok. Felix dan keluarganya sudah tinggal di sana sejak ia berusia enam tahun. Orang tuanya bernama Joseph dan Marlina. Hubungan antara Felix dan sang ayah tidak begitu baik, bahkan cenderung buruk.
Pertengkaran yang didasari oleh rasa sakit hati Felix terhadap Joseph, bermula ketika ia mendapati sang ayah sedang berselingkuh dengan teman wanitanya sendiri di sebuah hotel di kawasan elite, Bangkok.
Adu mulut antara Felix dan Joseph beberapa tahun lalu, membuat Felix akhirnya pergi dari tempat tinggal kedua orang tuanya lalu hidup merantau di Jakarta. Ia memutus hubungan dengan orang tuanya. Sejak saat itu, Felix memulai segalanya dari nol.
Hidup berkecukupan ketika di Bangkok, tidak terjadi ketika ia hidup di Jakarta. Felix merelakan semua fasilitas yang ia dapatkan dari orang tuanya dicabut begitu saja. Sesungguhnya, Felix anak yang keras kepala.
Setelah pernikahannya dengan Martha terjadi, ia terperosok ke dalam masalah baru. Sedikit demi sedikit rahasia Felix terbongkar dengan sendiri nya setelah dua orang laki-laki berkunjung ke rumah Felix dan Martha.
"Ada masalah apa, Felix?" tanya Martha.
ARGH~~~
Felix mengibaskan selimut hingga menyentuh pipi Martha yang sempat ia buka ketika terkejut mendengar ucapan sang istri.
Aww ....
Martha menyentuh pipinya yang terasa sakit akibat kibasan yang dilakukan Felix.
"Semua ini gara-gara kamu!" Felix menarik rahang pipi Martha hingga Martha meringis kesakitan. Amarah yang ditunjukkan Felix benar-benar brutal.
BRAK
Suara pendobrakan pintu dari depan terdengar begitu kencang. Felix dan Martha sekejap langsung menengok ke arah pintu kamar. "Ssssst ..." Felix mendesis hingga membekam mulut Martha. Ia tidak ingin suara tangisan istrinya terdengar oleh orang yang berada di luar.
"Felix ... Felix, keluar kamu!"
Langkah kaki yang berjalan lambat tapi pasti semakin mendekati kamar Felix dan Martha. Kedua bola mata Felix saling menari bergeser ke kanan dan ke kiri. Ya, Felix sedang mencari jalan untuk keluar dari kamar.
Felix menghempaskan wajah sang istri hingga terjatuh. Kemudian ia berlari ke luar lewat jendela kamar yang terhubung ke taman belakang.
BRUG
Terdengar suara Felix yang terjatuh ketika melompat dari jendela kamar. Ia langsung memanjat pagar dan berhasil kabur.
Martha mencoba berusaha bangun, tiba-tiba dua orang laki-laki membuka pintu kamarnya dan mendapati Martha yang tengah menangis. Dua orang laki-laki itu membantu Martha berdiri. "Di mana suami ibu?" tanya lelaki berkepala plontos.
Martha terpaksa memberi tahu ke mana Felix pergi. Martha menunjuk ke arah jendela yang sudah terbuka lebar.
"Tunggu!" teriak Martha kketika dua orang lelaki itu hendak mengejar Felix. Mereka pun berhenti menghentikan langkahnya.
"Ada apa, Bu?"
Martha meminta kejelasan dari mereka kenapa mengejar Arian dan berapa hutang yang dipinjam sang suami sampai mereka berani memaksa masuk ke dalam rumahnya. Lalu salah satu dari mereka menjawab pertanyaan yang di lontarkan Martha.
"Hutang suami Ibu sebesar 1 Miliar pada bos kami."
DEG~~~
Martha terkejut dan menghempaskan tubuhnya ke atas kasur yang masih berantakan saat setelah laki-laki yang Ia ajak bicara pergi mengejar Felix.
"Ada apa ini? Bukannya Felix seorang CEO? Kenapa ia berhutang?" batin Martha.
~~~
Satu bulan sebelum pernikahan ...
Orang tua Martha sangat menanti kedatangan Felix. Calon menantu yang di idam-idamkan oleh kedua orang tua Martha.
Hari itu, Martha janji akan membawa Felix ke rumah dan membuat keputusan. Felix pun datang membawa barang mewah untuk ayah dan ibu Martha. Dia sangat royal untuk itu. Apalagi, Felix memang mengaku bahwa ia adalah seorang CEO di perusahaan property ternama di Indonesia.
Memang benar, dulu ia ditawarkan menjadi CEO di salah satu perusahaan milik ayahnya di Bangkok. Tapi kesepakatan itu batal ketika Felix pergi dari rumah. Felix memakai identitasnya yang dulu di Bangkok hanya sekadar menyombongkan diri pada orang tua Martha. Felix paham dengan sudut mata ibunda Martha yang menyukai kemewahan.
Hari itu Arian melamar Martha. Tidak ada keraguan di hati kedua orang tuanya untuk menerima Felix sebagai menantu. Mereka menanyakan keberadaan orang tua Felix. Tapi, Felix beralasan bahwa orang tuanya sedang ada tugas di luar negeri. Jadi, rencana pernikahan mereka berlangsung tanpa di hadiri kedua orang tua Felix. Hal itu tidak masalah untuk keluarga Martha. Yang terpenting saat ini adalah, Felix adalah seorang bos besar yang akan menjamin kehidupan putri semata wayang mereka, Martha.
Setelah pulang dari kediaman orang tua Martha, Felix pergi ke rumah Hendarso si rentenir kejam. Pikirannya yang buntu dan kondisinya saat itu tidak bisa berpikir jernih. Felix memberanikan diri untuk meminjam sejumlah uang dalam jumlah besar pada Hendarso. Dan, jaminan atas pinjamannya itu adalah rumah yang kini ditempati oleh Felix dan Martha. Rumah itu adalah satu-satunya harta Felix yang ia beli tiga tahun lalu memakai uang tabungan pribadinya.
Kini, Felix harus mempertanggungjawabkannya dengan cara yang ia sendiri tidak tahu bagaimana bisa mendapatkan uang secepatnya. Martha mencoba meredam emosinya dan tidak memberitahukan kejadian ini pada orang tuanya.
Lain hal dengan keadaan Adrian ...
Di waktu bersamaan, kedua insan yang gagal dalam memadu kasih ini terluka. Adrian dan Martha dengan sadar saling menyakiti dirinya sendiri. Semua berawal dari adanya sebuah pernikahan yang salah dan seharusnya tidak pernah terjadi.
Aku mengira bahwa Martha sedang berbahagia, sebaliknya Martha mengira bahwa aku benar-benar membencinya. Aku dan Martha merasakan tekanan batin yang sangat hebat. Segunung renjana yang mereka rasakan, tak mampu membuat keduanya memaafkan diri sendiri.
Kepedihan dibalas kepedihan
Saat ini, aku menyadari betapa bodohnya diriku. Menangisi apa yang telah membuatku hancur berkeping-keping. Setiap langit malam tiba, indahnya bintang-bintang yang bertaburan di atas sana, tidak bisa ku lihat dengan mata batinku yang sedang berkabut. Diriku masih terjebak dalam manisnya cinta yang membuat diriku terbang dengan sayap yang telah ia rakit untukku.
Marth, andai kamu sepertiku. Akankah kita bertemu lagi? (Tertawa kecil) ku rasa tidak, jikalau kita harus bertemu, diri ini sangat berharap bahwa aku telah berhasil melebur semua perasaanku padamu.
(Batin menangis)
Tapi Martha, aku sangat mencintaimu.
Mungkin sebaiknya aku mati saja. Gunting ini, apa bisa membuat diriku mati dengan cepat? Apa bisa kematian membuatku tenang? Aku takut, sangat takut.
Aku menangis dan meratapi semua kepedihan yang ku dapat dari hubungan percintaanku dengan Martha.
KREK~~~
"Adrian ... Apa yang sedang kamu lakukan?" Sarah terkejut melihat pecahan kaca di mana-mana.
"Aku ... Aku capek, Sar!"
"Sadarlah! Bangun! Kamu harus tahu bahwa Martha itu tidak layak kamu perjuangkan. Aku, tahu sesuatu tentang Martha!"
Kedua bola mataku melirik tajam ke arah Sarah. Aku dan Sarah saling bertatap muka mengisyaratkan banyaknya hal yang ingin disampaikan satu sama lain.
Saeah membantuku kembali duduk di kursi roda. Sarah menghela nafas dan menceritakan apa yang ia tahu tentang Martha.
"Adeian, ku mohon. Setelah ini, sudahi tingkah bodohmu. Kamu harus bangkit demi kesehatan ibu dan ayah. Mereka sangat khawatir dengan keadaan kamu saat ini."
"Ya. Sekarang, ceritakan semuanya padaku!"