Lampu kerlap-kerlip yang memadu irama musik yang bergema, Sarah masih berada di Sugar Club menyaksikan Felix bersenda gurau dengan dua wanita malam di sampingnya. Semenit, dua menit berlalu. Akhirnya Andrean perkenalkan Sarah pada Felix di menit ke lima belas.
Felix menatap Sarah tajam. "Siapa ini?" tanya Felix seraya mengangkat sedikit punggungnya yang sedang bersandar di kursi. Dia melepaskan kedua tangannya yang menopang dua wanita di samping kiri dan kanannya. Lalu Felix berdiri dan duduk di samping Sarah.
Jantung Sarah berdegup kencang saat Felix mendekatinya. "Ini Sarah, temanku," jawab Andrean. Sarah menyodorkan tangannya untuk berjabat dengan Felix, "Hai ... Aku Sarah."
Mata Felix melirik Andrean yang memberikan kode. Andrean paham betul apa maksud Felix. Andrean pun mengajak Felix bicara empat mata. Sementara Sarah yang duduk di tengah-tengah Felix dan Andrean, langsung bertukar posisi lali Felix menuruti instruksi Andrean.
"Gua tahu maksud lo. Tapi, kali ini lo harus hati-hati mengingat status lo saat ini sudah menikah. Dan lo harus tahu, Sarah wanita baik-baik," ujar Andrean.
Felix tersenyum kecil pada Andrean, "Santai, Bro! Gua tahu batasan kali ini!"
Dengan terpaksa, Andrean menganggukkan kepala, karena memang ini tujuan Sarah bertemu Felix. "Astagaaa ... Hatiku terasa sakit." Andrean bergumam dan pergi ke toilet setelah melihat Felix mulai bergerak mendekati Sarah.
Felix yang sedang mabuk berat. Matanya melirik tajam, sedang bibirnya mulai membuka percakapan. "Kamu nggak keberatan kan aku duduk di sini?" Sarah yang periang mendadak berubah sikap. Dia hanya diam, sesekali mengangguk ketika menjawab pertanyaan Felix.
Felix mulai bosan dengan sikap Sarah yang dingin. Felix memang bukan tipe lelaki yang setia menunggu. Jika wanita yang ia incar tidak mau, dia akan dengan mudah meninggalkan.
Sarah melihat jari tangan Felix yang memakai cincin nikah. Felix pun langsung melipat jarinya. "Tenang saja, pernikahanku nggak seperti pernikahan pada umumnya," celetuk Felix. "Maksudnya?"
Felix menjelaskan bahwa pernikahannya dengan Martha bukanlah pernikahan yang ia inginkan. Bahkan, Felix mengaku secara terang-terangan pada Sarah bahwa ia tidak mencintai sang istri. Hal itu membuat Sarah merasa aneh. Karena, omongan Felix berbeda dengan perlakuannya terhadap Martha ketika ia melihat mereka di parkiran Rumah Sakit beberapa waktu yang lalu.
Sarah pun bertanya, "Kenapa?" Meski Felix tidak menjawab secara detail, tapi aku sudah bisa menyimpulkan bahwa pernikahan Martha dan Felix tidak baik-baik saja. "Pantas, Martha menghubungi Adrian lagi," gumam Sarah.
Selama kurang lebih lima menit, Andrean pun kembali dari toilet. Ia tampak lusuh dan tidak bersemangat. Lalu Andrean pamit pulang dan membiarkan Sarah berdua dengan Arian. Sarah pun membuat isyarat lewat tatapan matanya pada Andrean. Ia ingin Andrean mengurungkan niatnya untuk pulang. Tapi, Andrean mengabaikan permintaan wanita yang pernah mengisi hatinya itu. Terpaksa Sarah melakukan misi nya seorang diri.
Felix menyodorkan Sarah minuman beralkohol. Sarah menolaknya dengan halus. Meski raut wajah Felix tampak kesal, ia mencoba meredamnya. Tidak lama kemudian, Sarah pamit pulang pada Arian. "Loh, kenapa?" tanya Felix yang mencoba menahan Sarah untuk pergi.
"Aku ada urusan mendadak di rumah." Felix tidak bisa memaksa wanita yang baru dia kenal itu. Lagi pula, Sarah temannya Andrean. Ia masih menghargai Andrean. Sarah berdiri dan mengembangkan senyuman kecil pada Felix. "Oh ya, boleh aku minta nomor kamu?" Tentu saja, ini yang Sarah mau. Dengan punya kontak Felix, ia akan lebih leluasa menemuinya jika suatu saat Sarah membutuhkan jawaban.
Andrean dan Sarah sudah pergi, suasana Club malam juga tampak sepi. Felix bosan dan memutuskan untuk pulang juga. "Martha sudah tidur apa belum ya?" bisik Felix dalam hati. Sebenarnya, rumah bukan tempat favorit yang ia tuju. Tapi, ia tidak ada acara dengan teman-temannya malam ini. Jadi, terpaksa ia harus melihat wajah Martha lagi dan lagi.
Lalu apa yang sedang Martha lakukan di rumah?
Ternyata ia masih saja setia menunggu sangat suami pulang. Ia duduk melamun di kursi yang berada di halaman rumahnya. Mobil dan motor yang lalu lalang di depan pintu gerbang, seakan tak menghiraukan Martha yang tengah asyik memandangi jalanan komplek rumah yang selalu ramai jika minggu malam tiba.
Seketika sinar lampu mobil yang menyoroti wajahnya membunyikan klakson. Martha pun bergegas membuka gerbang rumahnya dan persilahkan mobil yang dikendarai Arian masuk melewatinya.
BRUG~~~
Felix ke luar dan membanting keras pintu mobilnya. "Mas, kamu dari mana saja?" Martha mencium tangan Felix. Ia mengambil tas kerja yang selalu di bawa Felix ke mana pun ia pergi. Martha masih penasaran tentang apa sebenarnya pekerjaan Felix. Martha tahu, Felix bukanlah seorang CEO.
Sementara Felix masih bungkam. Ia berjalan dengan mata yang setengah teler. Arian melihat lenggok tubuh Martha saat berjalan. "Martha terlihat sangat cantik malam ini," desis Felix seraya melirik tubuh Martha dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Martha persiapkan air hangat untuk Arian mandi. Ia juga telah menghidangkan makanan yang mulai dingin karena Martha masak di sore hari. Martha menawarkan suaminya untuk makan terlebih dahulu atau mandi. Tapi apa yang Martha lakukan tidak cukup bagi Felix.
Saat Martha hendak mengambilkan baju di lemari, ia terperanjat ketika Felix menarik tubuhnya dan dihempaskan ke atas kasur. Nafsu birahi Felix berada di atas puncak. Ia selalu menyetubuhi Martha jika ia tengah mabuk. Martha tidak ingin seperti ini. Seakan ia tak pernah merasakan cinta yang tulus dari suaminya itu.
Felix pun tergeletak lemas dan merentangkan kedua tangannya di atas kasur. Martha menatap wajah Felix yang sedikit basah karena keringat. "Felix ... Aku mau bertanya sesuatu!" Felix membalikkan tubuhnya seakan enggan mendengar istrinya yang sedang bicara.
"Tanya apa?" sahut Felix sembari membelakangi Martha.
"Apa sebenarnya pekerjaanmu? Dan, kenapa kamu bisa berhutang sebesar itu?"
Felix berbalik. Dia menilik inci demi inci wajah Martha. "Jangan menangis! Ini semua atas kesalahan kamu dan orang tuamu." Felix menyeka air mataku, seketika sikapnya berubah menjadi lembut. Martha tersenyum dan memegang tangan Arian yang sedang menyentuh pipinya dengan halus.
Tapi ....
Felix kembali menampakkan wajah yang penuh dengan amarah.
PRAK~~~
Dia menampar pipi Martha yang hendak di elusnya. Martha menjerit ketakutan lalu ia berlari kencang dan masuk ke dalam kamar mandi dengan mengenakan selimut untuk membalut tubuhnya.
"Martha ... Buka pintu!" teriak Felix.
Felix terus menggedor-gedor pintu kamar mandi. Sementara Martha menangis di atas bathub. Tubuhnya gemetar meringis kesakitan atas tamparan yang Felix lakukan.
Felix mendobrak pintu kamar mandi dan mendapati Martha sedang tidak sadarkan diri di dalam bathub. Ia menggendong Martha dan memakaikan baju. Felix panik dan langsung membawa Martha ke Rumah Sakit.