Burung berkicau sebagai tanda mentari pagi tiba. Aku, masih saja berada di dalam kamar yang sudah ku tinggali selama 24 tahun ini. Sepi, terasa sunyi karena hati masih saja membeku menyiasatkan kepedihan.
Pagi ini, mungkin ia masih memejamkan matanya. Atau bahkan, sedang bercumbu mesra di atas ranjang yang enggan mereka singgahi. "Martha, aku merindukanmu."
Terasa sesak di dada ketika melihat foto kita yang masih tersimpan rapi di dalam album foto yang hendak ku banting di hari kemarin.
KREK~~~
"Adrian!" panggil ibu seraya masuk ke dalam kamarku.
Aku mulai memutar roda besi pada kursi roda. Kali ini, sarapanku adalah semangkuk bubur ayam yang ibu masak sendiri. Ibu meletakkannya di atas meja yang berada di samping pintu.
Aku tahu ibu khawatir dengan keadaanku. Tapi ia mencoba memberiku ruang sendiri untuk berpikir. Maka dari itu, ia tidak berani berlama-lama di kamarku. "Terima kasih, Bu." Wanita paru baya itu berjalan mundur dan meninggalkanku.
Satu Minggu Kemudian ...
Saat ini, Martha dan Felix sudah berada di rumah yang dijanjikan pada Martha saat mereka belum menikah. Ya, sebuah rumah yang besar dan mewah kini bisa dinikmati oleh Martha sebagaimana tujuannya menikah dengan Felix adalah untuk hidup lebih baik.
Pagi hari, pukul tujuh.
BRUG
Martha terjatuh ketika membawa segelas kopi untuk sang suami. Ia membuat sepatu yang dikenakan Felix kotor dan basah terkena percikan air kopi panas yang dibuat Martha untuk Felix.
Martha langsung mengambil tisu dan mengelapkannya pada permukaan sepatu Felix.
"Aaaaa ..." teriak Falisha yang kembali terjatuh ke arah belakang ketika Arian menendang tubuh wanita yang baru dinikahinya itu.
"Mas ...." rengek Martha.
"Pergi kamu! Dasar istri tidak berguna."
Sikap arogan yang ditunjukkan Felix, semakin membuat Martha merasa sangat kecewa. Permintaan Martha pun ditolak mentah-mentah oleh Felix. "Awas!" Felix meninggalkan Martha yang duduk tersungkur di atas lantai yang berserakan ampas kopi.
Martha menyusul Felix keluar. Teriakannya seakan tidak didengar oleh Felix yang berjalan cepat meninggalkan sang istri. "Mas, kamu mau ke mana?" Martha heran, ini adalah hari di mana Felix seharusnya mulai masuk kerja. Tapi, kenapa Felix tidak berpakaian layaknya seorang CEO yang akan pergi ke kantor. "Sepertinya ada yang tidak beres dengan Felix,"' desis Martha dalam hati seraya melihat Felix sedang berjalan menuju garasi mobil.
Felix menancap gas dan melaju kencang meninggalkan Martha yang masih saja berusaha mengejar sang suami. Tapi, usahanya sia-sia karena ia tidak berhasil mencegah Felix pergi.
Martha pun memutar balikkan tubuhnya untuk masuk kembali ke dalam rumah. Ia menyandarkan punggungnya di papan pintu dan membiarkan tubuhnya terperosok ke bawah menyentuh lantai.
"Adrian ..." Martha menjerit dalam hati. Kejadian barusan membuat Ia merasakan penyesalan karena meninggalkan Adrian.
Apa yang dipikirkan oleh Adrian tentang Martha yang tengah berbahagia atas pernikahannya ternyata salah. Martha justru mendapatkan perlakuan tak senonoh dan tidak seharusnya Ia dapatkan sebagai seorang istri yang baru menikah.
Pukul 9 malam
Hujan turun deras dengan petir yang menggebu. Sudah pukul 9 malam Felix belum juga menampakkan batang hidungnya di depan wajah Martha yang sejak tadi mondar-mandir di depan pintu.
Ia memukul-mukul halus ponselnya di atas telapak tangan yang terasa basah mengeluarkan bulir-bulir embun keringat dingin.
Tok ... Tok ... Tok
"Itu pasti Felix," senyum kecil terpancar di wajah manis Martha. Ia sangat yakin bahwa di luar pasti Felix.
KREK~~~
Martha terkejut. Ada dua orang laki-laki yang bertamu malam-malam ke rumahnya. Ia bertanya, "Cari siapa, Mas?" lalu dua orang laki-laki itu menjawab pertanyaan Martha seraya menatap tajam kedua bola matanya. "Di mana suamimu, Felix?"
"Felix ... Keluar kamu," teriak salah satu lelaki berkepala plontos.
"Suami saya sedang tidak di rumah, Pak," jawab Martha.
"Heh! Bilang sama suami kamu, kalau dalam waktu satu minggu dia tidak membayar hutangnya pada bos kami, kalian akan segera menanggung akibatnya."
DEG~~~
Jantung Martha berdegup kencang. Tubuhnya lemas ketika dua orang laki-laki itu pergi meninggalkan seuntai kata yang berhasil menusuk perasaan Marthaha hingga ke ulu hati.
"Hutang?" Martha geram. Ia menarik napas dalam-dalam lalu duduk di atas sofa. Tak terasa Martha tertidur pulas sejak kepergian dua orang penagih hutang tadi.
Tik tok, begitulah suara jarum jam yang kini melewati angka 12 tengah malam. Felix belum juga pulang. Hujan pun sudah reda. Martha mengintip keluar, hanya kabut malam yang ia lihat.
Martha pun memutuskan pergi ke kamar untuk mengisi baterai ponselnya yang tinggal 10%. Suara mobil datang saat Martha mencolokkan kabel pengisi daya ke ponselnya.
Kemudian Ia berlari keluar kamar untuk menemui Arian. "Ya Tuhan, apa lagi ini" desis Martha dalam hati. Felix pulang dengan kondisi tidak sadar karena di bawah pengaruh alkohol. Sesekali ia terjatuh di pelukkan Martha yang menopang tubuhnya menuju kamar.
PRAK~~~
Felix terbaring lemas di atas kasur. Ia merentangkan kedua tangan dan juga kakinya. Martha membuka sepatu Felix. Ia juga mengganti pakaian Felix yang menyembulkan bau minuman keras.
Martha membuka kancing celana Felix. Lalu menyeret ke bawah ritsleting yang menyantel di celana Felix. Tiba-tiba tangan Arian meraih pundak sang istri dan menariknya hingga tubuh Martha menempel di atas tubuh Felix.
Felix setengah teler melepaskan baju tidur yang dikenakan oleh Martha. Mereka larut dalam kenikmatan sehingga lupa akan masalah yang sedang di hadapi.
Martha menarik selimut dan menutupi hampir seluruh tubuhnya. Ia ingin sekali bertanya tentang kedatangan dua orang laki-laki tadi. Tapi, Felix terkapar lemas dan tertidur. Terpaksa Martha harus menunggu pagi saat keadaan sudah kondusif.
Martha tidak bisa tidur, Ia sangat gelisah menanti hari esok. Ia mengendap-endap untuk singgah dari tempat tidur. Martha mengambil ponsel Felix di dalam saku celana. Tiba-tiba ponselnya berdering sehingga membangunkan Felix dari tidur lelapnya.
"Ambilkan ponselku!" Felix menitah Martha mengambil ponselnya.
SIAL
Martha gagal mengecek ponsel Felix karena Ia harus memberikan ponselnya. Felix tidak menjawab telepon yang masuk ke ponselnya. Ia mematikan ponsel dan menaruhnya di bawah bantal.
Martha melihat gerak-gerik suaminya yang semakin aneh. Apa boleh buat, Ia harus sabar menunggu besok di mana akan ada beberapa pertanyaan yang telah disiapkan untuk Arian.
Pukul 8 pagi
Seperti biasa, Felix masih saja bergelut dengan selimut yang ia biarkan menutupi seluruh tubuhnya. Martha siap membangunkan Martha. Ia juga telah persiapkan sarapan untuk memenuhi kewajibannya menjadi seorang istri.
Martha menepuk halus pundak sang suami. Ia membisikkan suaranya pada Felix. Berharap Felix akan mencium keningnya atau sekadar mengucapkan selamat pagi.
Tapi, Martha malah mendapat bentakan dari Felix. Tampaknya Felix marah karena tidurnya harus diganggu oleh ocehan Martha pagi hari ini.
"Aku mohon bangun, Mas!" tegas Martha.
Felix enggan merespon pembicaraan Martha.
"Mas .... Semalam ada dua orang laki-laki yang datang mencari keberadaan kamu."
Terpaksa Martha bicarakan soal ini pada Felix. Felix pun terperanjat hingga membuka selimut yang hendak membalut tubuhnya. "Apa?" tanya Felix. Martha menatap wajah Felix yang seketika memerah.
"Ada masalah apa?" tanya Martha.