Chereads / (Not) Fake Marriage / Chapter 13 - Dua Garis Merah dan Yes

Chapter 13 - Dua Garis Merah dan Yes

1 Bulan kemudian.

Diandra membuka mata perlahan, dia menyipitkan mata dan melihat jam di dinding kamarnya, jarum pendek mengarah ke angka 5 tepat.

Diandra lalu bangun dari posisinya dan terduduk, berdiam diri sebentar lalu setelahnya dia berjalan ke arah kamar mandi. "Ini udah tanggalnya, mudah-mudahan keluar, please jangan bikin parno! Lagian baru sekali, harusnya gak terjadi apa-apa, orang yang udah nikah aja kadang sampe bertahun-tahun kan? Padahal sering ngelakuin, lah aku yang baru sekali mana mungkin langsung jadi," gumam Diandra.

Klak!

Diandra langsung masuk ke dalam kamar mandi dan mengeceknya, selang beberapa detik kemudian, Diandra langsung menunduk lemas saat yang dia harapkan itu tidak terjadi. "Kok enggak dateng bulan sih? Ini udah tanggalnya loh, aku kan biasanya gak pernah telat! Paling telat sehari dua hari, paling lama seminggu, lah ini udah hampir dua minggu lebih! Kenapa belum juga?"

Diandra menelan salivanya saat yang dia takutnya itu terbayang dipikirannya. "Jangan-jangan aku beneran ... enggak! Gak mau dan gak boleh! Aku harus gimana kalau itu beneran terjadi? Hidup aku, masa depan aku, orang tua aku, gimana?" gumam Diandra.

45 menit kemudian.

"Saya mau lima dengan merk yang beda ya, Mbak," ucap Diandra pada seorang wanita, dia kini tengah berada di dalam apotik.

Wanita itu mengangguk dan tersenyum lalu setelahnya berbalik. Diandra melihat ke arah wanita itu seraya menggigit bibir bawahnya, jantungnya berdegup dengan sangat kencang benar-benar takut.

"Ini, Mbak." ucapnya seraya memberikan 1 bungkus kresek berwarna putih berisi 5 bungkus testpack dengan merk yang berbeda.

Diandra lalu memberikan beberapa lembar uang, lalu menunggu sebentar untuk mengambil uang kembalian.

"Terima kasih, Kak."

Diandra tersenyum canggung pada wanita penjaga apotik, lalu setelahnya dia berbalik dan segera pergi.

20 menit kemudian.

Diandra sudah berada di dalam toilet kantor tempatnya bekerja, dia lalu membuka 1 bungkusan untuk mencobanya.

Diandra menunggu beberapa menit menunggu hasil, dia memejamkan mata saat memegang benda itu.

"Garisnya satu aja please ... jangan dua ya, satu aja!" gumam Diandra, dia lalu membuka mata perlahan dan melihat hasil dari benda yang sedang dia pegang.

Degh!

Jantung Diandra dengan tiba-tiba saja langsung berdegup kencang, tengkuk lehernya juga terasa panas. Dia menelan salivanya dan mundur beberapa langkah hingga punggungnya bersandar dengan pintu.

"Kok dua sih? Kan aku maunya satu!" gumam Diandra mulai tak tenang, "Enggak! Ini pasti salah! Masih ada empat lagi, aku coba semuanya aja, ini pasti salah! Orang cuma sekali, masa iya langsung jadi," gumam Diandra.

Dia lalu kembali mencoba semua testpack yang dia beli di apotik tadi.

Beberapa menit kemudian lagi.

Mata Diandra berkaca-kaca saat melihat hasil testpack. 3 benda menunjukkan dua garis merah dan 2 benda terlihat kata 'Yes' membuat Diandra yang melihatnya frustrasi.

"Kok bisa sih? Hiks hiks hiks ... aku harus gimana?" gumam Diandra seraya terisak pelan.

Tok tok tok

Diandra langsung mengusap wajah, menyeka air mata di pipi kanan dan kirinya. Diandra langsung memasukkan hasil testpack yang baru saja dia gunakan itu ke dalam kantong kresek, lalu memasukkannya ke dalam tas saat mendengar suara pintu kamar mandi yang di ketuk.

Lalu setelahnya Diandra keluar.

Diandra yang sedang tidak tenang dan bingung harus bagaimana itu tiba-tiba saja langsung naik darah saat melihat siapa orang yang mengetuk pintu.

"Ehh ... kamu, Dii ... aku pikir siapa yang lama banget di dalem," ucap Nadya. "Ehh ... kamu nangis? Mata kamu kok? Kenapa?"

"Bukan urusan kamu!" ucap Diandra.

"Tapi, Di ... kamu kenapa?" tanya Nadya meraih pergelangan tangan Diandra. "Kamu bisa cerita sama aku."

Diandra langsung melepas kasar tangan Nadya, dia lalu mendorong Nadya dengan sangat kasar hingga Nadya mundur beberapa langkah dan dia berpegangan pada wastafel.

"Gak usah so peduli dan gak usah so pengen tau deh! Gak usah kepo jadi orang! Harus dibilangin berapa kali sih biar gak terus ganggu hah? Udah dibilangin jangan so kenal! Anggap kita gak pernah kenal!" ucap Nadya dengan nada sarkas.

Nadya menelan salivanya saat Diandra berucap.

"Demi apapun aku benci banget sama kamu, Nad!" ucap Diandra dengan mata yang berkaca-kaca, "Karena kamu sekarang aku ...."

Tes!

Bulir bening kristal keluar dari mata Diandra dan dia langsung menyekanya. "Aku gak mau kenal sama kamu lagi, aku benci sama kamu!" ucap Diandra lalu berbalik keluar dari toilet.

Tes

Bulir bening kristal juga keluar dari mata Nadya, dengan pelan dia langsung menyekanya. "Kenapa sih, Dii? Segitunya banget kamu sama aku," gumam Nadya.

***

Beberapa jam kemudian.

Diandra sama sekali tidak fokus dengan pekerjaannya, hasil dari testpack tadi terus menganggu pikirannya.

"Apa aku ke dokter aja ya? Biar pasti, tapi hasil dari semua yang aku coba tadi semua nunjukin kalau aku hamil, kemungkinan terbesar ya memang aku positif hamil," batin Diandra berucap.

Huuhh

Diandra duduk bersandar dan menghembuskan napasnya dengan sangat kasar. "Astaghfirullahaladzim, ya Allah ... aku harus bagaimana?"

"Diandra?"

Diandra langsung menengadahkan kepalanya menatap siapa orang yang memanggilnya. Diandra langsung memasang wajah kesal saat melihat Andra yang tengah berdiri di depannya.

Karena ulah pria itulah sekarang dia berada di posisi yang sulit dan bingung harus bagaimana.

"Mau apa lu nyamperin gue?" tanya Diandra dengan nada kasar.

Andra menelan salivanya saat Diandra berucap dengan nada yang sarkas.

"Udah dibilang jangan ganggu, masih aja ganggu, punya otak gak sih? Kok susah dikasih taunya," ucap Diandra.

"Aku mau ngomong sebentar sama kamu, bisa ya?"

"Enggak! Gua sibuk!" jawab Diandra

"Sebentar doang, Dii ... cuma sepuluh menit," ucap Andra.

"Dibilang gua sibuk juga, kok gak paham sih? Ngerti bahasa manusia gak? Ahh ... lu bukan manusia sih, jadi gak paham sama bahasa gue," ucap Diandra.

Andra mengepalkan kedua tangannya erat saat mendengar Diandra berucap. "Kita perlu bicara Diandra! Tolong ... hanya sebentar," ucap Andra.

"Beneran bukan manusia! Harus berapa kali gua bilang kalau gua sibuk! Lebih tepatnya bukan sibuk sih, tapi gua males ngomong sama elu, gak sudi gua! Jadi please ... saya sangat memohon sekali kepada Bapak Andra Lesmana, bisakah anda pergi dari hadapan saya? Saya enek liat muka bapak!" ucap Diandra dengan kedua telapak tangan yang merapat memohon.

"Kamu kenapa sih, Dii? Hampir sebulan lebih lho, Dii sikap kamu kayak begini sama aku. Kamu jaga jarak sama aku, ngomong kasar dan gak mengenakkan, sikap kamu sama aku beda banget setelah kejadian malam itu," ucap Andra.

Diandra sontak langsung menelan salivanya saat Andra mengatakan itu.

"Aku semakin curiga, jangan-jangan malam itu kita memang melakukannya kan? Kamu berubah karena itu kan? Jujur sama aku, Dii ... kalau iya, kita bisa bicara baik-baik dan untuk menebus semua itu, aku mau kok tanggung jawab. Malam itu kita beneran–"

"ANDRA CUKUP YA!" teriak Diandra memotong, "Aku lagi gak mau ngobrol sama kamu! Ini kamu yang pergi, atau aku yang harus ninggalin meja kerja aku hah?"

"Dii ... aku mau ngobrol sama kamu tuh karena aku mau meluruskan–"

"Banyak ngomong!" sela Diandra memotong lagi, dia lalu merapikan meja kerjanya dan memasukkan barang-barang miliknya ke dalam tas, lalu setelahnya dia langsung pergi, tak perduli jika itu masih jam kerja.

"Ya Allah, Dii?"

Diandra sama sekali tidak menanggapi Andra yang memanggilnya, dia terus berjalan pergi. Dia sudah pusing dengan hasil dari testpack tadi, ditambah harus melihat Nadya dan juga Andra yang membuat hidupnya menjadi lebih sulit.

Bersambung