"Setan sialan itu bikin masalah baru!" ucap Diandra, "Kamu mau tau kan alasan aku benci sama Nadya dan juga Andra?"
Rafli masih menatap Diandra. "Apa?" tanya Rafli.
"Aku benci sama Nadya bukan hanya karena sifatnya dia, bukan hanya karena dia mengkhianati persahabatan, bukan hanya karena dia lebih memilih Alfa dibanding aku sama Nadisya, bukan hanya sekedar itu, Raf! Tapi karena dia menjadi salah satu penyebab kenapa Andra melakukan itu sama aku, Raf. Dia penyebab utama kenapa Andra mengambil kehormatan aku sebagai wanita!"
"Maksudnya?" tanya Rafli menatap Diandra masih tak mengerti. "Nadya penyebab utama? Kenapa Nadya? Yang melakukan itu kan Andra, kenapa kamu malah menyalahkan Nadya?"
"Andra melakukan itu karna dia pikir yang sama dia malam itu Nadya! Bukan aku, Raf. Selama ini, ternyata wanita yang dia cintai itu Nadya, Andra ternyata menaruh hati pada Nadya dan dengan jelas, waktu itu aku denger kalau pada saat dia melakukan itu sama aku, dia bilang kalo dia cinta sama Nadya, tapi Nadya malah pacaran sama Alfa. Waktu itu, dia bilang lagi stress, ya itu dia stress karena dia sakit hati Nadya pacaran sama Alfa, karena dia patah hati perempuan yang dia cinta pacaran sama temennya."
"Kamu ... yakin?" tanya Rafli dengan nada ragu.
"Aku sangat yakin, saat melakukan itu sama aku, dalam keadaan tidak sadar Andra mengatakan kalau dia cinta sama Nadya, bukan hanya satu atau dua kali tapi berkali-kali! Bagaimana mungkin aku enggak yakin! Secara tidak langsung Nadya bukan hanya menghancurkan hidup Nadisya, tapi juga aku!" ucap Diandra.
Rafli mengelus lengan Diandra.
"Itu alasan aku kenapa aku benci banget sama mereka, terutama Nadya, kalau aja Nadya gak pacaran sama Alfa dan dia bisa sedikit aja peka sama perasaan Andra, semua tuh gak akan kayak begini! Andra gak mungkin sakit hati dan aku gak mungkin kayak sekarang! Aku juga bodoh sih, aku terlalu bodoh karna mencintai pria seperti dia! Harusnya waktu itu aku biarin aja dia pergi sendirian, bodo amat dia mau kayak gimana, nyesel aku ikut sama dia," ucap Diandra
Deg
"Kamu ... cinta sama ... Andra?" tanya Rafli ragu, dadanya sedikit terasa sesak saat Diandra mengatakan mencintai Andra.
Diandra mengangguk. "Dulu aku memang sempat mencintai dia, Raf ... tapi setelah kejadian itu," Diandra menggelengkan kepalanya. "Enggak! Rasa itu perlahan memudar, hilang dan berubah benci. Bener kata orang, kita gak boleh terlalu mencintai seseorang atau kita tidak boleh terlalu membenci seseorang, karena perasaan setiap orang pasti akan berubah, sama halnya seperti yang aku rasain sekarang, rasa aku sama Andra berubah benci."
Rafli menelan salivanya masih terasa sesak, tapi tidak sesesak tadi setelah Diandra mengatakan membenci pria itu. "Sekarang rencana kamu apa? Bayi kamu? Perut kamu makin lama pasti makin membesar kan? Kamu gak mungkin diem aja, lama-lama juga orang bakalan tau. Atau ... kamu bakalan bilang sama Andra? Meminta pertanggungjawaban sama dia?" tanya Rafli.. dengan nada yang ragu, jantungnya juga mulai berdegup kencang menunggu jawaban yang akan terlontar dari bibir Diandra.
"Enggak mungkin, aku gak sudi minta pertanggungjawaban sama dia, aku juga ilfeel banget liat muka dia, Raf. Aku gak mau dan aku gak akan pernah sudi!" ucap Diandra.
"Terus?" tanya Rafli. "Kamu gak mungkin mau ...."
"Menggugurkannya?" Diandra meneruskan ucapan Rafli.
Rafli mengangguk ragu.
"Ya enggaklah, Raf," jawab Diandra. "Mungkin, dua atau tiga bulan ini aku akan ngejalanin hidup aku kayak biasa, aku rasa perut aku tidak akan terlalu kelihatan. Terus aku juga masih punya tabungan, nanti kalau perut aku udah keliatan, baru aku pergi ke tempat baru dan memulai hidup baru, uang tabungan aku bisa dipake untuk bikin usaha. Tadinya aku memang mau gugurin bayi ini, tapi entah kenapa aku gak tega, aku juga takut. Jadi ya udahlah, aku menjauh aja, dirasa hidup sendirian gak akan terlalu sulit ...."
"Gak perlu, Dii ... kamu gak usah pergi kemana-mana," ucap Rafli.
"Hm? Maksudnya?" tanya Diandra menatap Rafli.
"Aku yang akan menikahi kamu, aku yang akan bertanggung jawab dan aku yang akan jadi ayah dari bayi yang sedang kamu kandung sekarang."
"Hah?" Diandra menatap Rafli dengan tatapan kaget dan tak percaya. "Apa? Jangan bercanda deh, Raf ... aku serius loh dari tadi."
"Aku juga serius, Dii ...."
Diandra menggelengkan kepalanya. "Enggak, Raf ... gak usah, jangan ... jangan kasihani aku, aku bisa kok ngejalaninnya," ucap Diandra. "Jangan korbankan masa depan kamu hanya untuk wanita seperti aku."
Rafli mengubah posisi duduknya, menghadap ke arah Diandra, dia memegang pundak Diandra dan menatap wanita itu.
"Aku udah bilang kan sama kamu kalau aku cinta sama kamu, Dii. Kamu tau? Aku sama sekali gak bisa tenang setelah dokter bilang kalau kamu hamil, hati aku hancur banget, tapi aku cukup lega setelah denger penjelasan dari kamu, setidaknya kamu melakukan itu bukan atas dasar suka sama suka sama dia. Jadi, aku menikahi kamu bukan karena kasihan sama kamu, tapi karna aku mencintai kamu. Aku gak peduli anak siapa yang sekarang lagi kamu kandung. Aku janji sama kamu, aku akan memperlakukan dia seperti anak kandung aku, jadi biarkan aku bertanggung jawab atas kehamilan kamu. Biarkan aku menjadi ayah dari anak itu, Dii."
"Kamu ... lagi gak mempermainkan aku kan, Raf? Bukannya kamu balik lagi ke sini karena Nadisya? Kamu sempet berpikir mau balikan sama Nadisya kan waktu itu? Terus ... kenapa sekarang?"
"Kamu bilang, rasa itu bisa cepet berubah kan? Kalau rasa kamu sekarang sama Andra berubah, ya sama ... rasa aku sama Nadisya juga berubah, aku sudah tidak lagi mencintai dia, aku mulai jatuh cinta sama kamu, Dii ... aku berhasil melupakan dia dan jatuh cinta sama kamu, rasa itu datang karena aku terbiasa sama kamu."
Diandra menatap Rafli dengan tatapan bingung, dia bingung harus bagaimana, menerima tawaran Rafli atau melupakan dan tetap dengan yang sudah dia pikirkan sebelumnya, hidup sendirian di tempat yang baru.
"Aku ... aku ... gak tau, Raf ... aku masih–"
"Tolong kasih aku kesempatan, Dii ..., " sela Diandra memotong, "aku mohon jangan tolak aku. Aku tau kamu pasti agak tidak percaya sama aku, tapi tolong ... kasih aku kesempatan untuk aku membuktikan kalau aku beneran cinta sama kamu. Aku juga bakalan berusaha biar kamu jatuh cinta sama aku, gak masalah kalau sekarang kamu belum punya rasa sama aku, perlahan tapi pasti aku yakin. Kamu ... pasti bakalan cinta kok sama aku. Cinta datang karena terbiasa kan?"
Diandra menggigit bibir bawahnya dan menatap Rafli.
"Aku mohon," ucap Rafli menggenggam tangan Diandra.
"Ya udah, aku mau," ucap Diandra.
Rafli langsung tersenyum. "Serius?" tanya Rafli.
Diandra mengangguk pelan mengiyakan walau masih sedikit tidak yakin dengan keputusannya.
Bersambung