Diandra menghampiri lagi Nadisya, dari arah jauh, dia melihat Darren yang masih terduduk di depan pintu ruang UGD dan menangis terisak di pelukan Sang Ibu. Ibunya itu terlihat berusaha menenangkan Darren dengan mengusap kepala Darren, membuat Diandra yang melihatnya menahan segala sesak di dada.
Diandra juga melihat Nadya yang duduk di atas lantai dengan mata yang menatap lurus kosong, dia enggan melihat Nadya, dia benar-benar membenci mantan sahabatnya itu. Diandra lalu masuk ke dalam ruang UGD itu, diikuti oleh Rafli di belakangnya.
Diandra dan Rafli melihat ke arah Nadisya yang terbaring di atas ranjang, alat-alat bahkan masih menempel di tubuh Nadisya.
Ada juga Alfa yang hanya berdiri tegak melihat lurus ke arah Nadisya.
"Jahat banget! Aku sedang dalam masalah besar Nadisya! Kenapa malah pergi kayak begini?" batin Diandra berucap saat sudah berada di samping ranjang. "Aku hamil, aku harus gimana setelah ini kalau kamu gak ada, cuma kamu satu-satunya yang aku harapkan, yang bisa bantu aku dan keluar dari masalah aku! Kalau kamu pergi, aku gimana?" ucap Diandra di dalam hati lagi.
Diandra membelai rambut Nadisya. "Kamu masih punya utang dengerin penjelasan aku loh, Sya," ucap Diandra. "Sekarang bangun ya ... aku bakal ceritain semuanya sama kamu, tapi kamu bangun. Kalau kamu tidur kayak begini, ya gimana aku ceritanya." ucap Nadisya lagi seraya menggenggam tangan Nadisya.
Lalu, tak berselang lama kemudian, Darren masuk, mereka berjalan mendekati ranjang dimana Nadisya terbaring.
"Sayang," ucap Darren memegang pipi Nadisya, dia berada di samping ranjang di seberang Diandra. "Tadi, kamu mau dipuji kalau kamu cantik pake gaun pengantin kan? Sekarang aku mau bilang, kalau kamu cantik banget pake gaun itu, maaf ya ... maaf aku telat bilang kalau kamu cantik."
Diandra menelan salivanya saat mendengar Darren berucap, dia saja terasa sesak dan perih, apalagi Darren, kekasih yang berniat akan mempersunting Nadisya, persiapan pernikahan mereka bahkan sudah 80%.
Alfa yang mendengar Darren berucap itu langsung keluar dari ruangan itu. Diandra melihat ke arah Alfa sebentar lalu melihat ke arah Darren yang terus terisak seraya memegang kepala Nadisya.
Rafli yang berada di samping Darren juga berusaha menenangkan Darren dengan menepuk pelan punggung Darren, dia berusaha menguatkan Darren.
Pip ... pip ... pip
Suara bed side monitor menunjukan gerakan zig zag lagi. Rafli yang mendengar sontak langsung melihat ke arah alat itu. "Ren? Tanda vital Nadisya balik lagi, syringe pump-nya juga menunjukan angka-angka lagi," ucap Rafli.
Diandra dan Darren sontak langsung melihat ke arah yang Rafli tunjuk.
"Sayang," ucap Darren.
"Panggil dokter, Raf ...." ucap Diandra.
Rafli mengangguk. "Sebentar, aku panggil dulu dokter."
Diandra lalu melihat ke arah Nadisya dan tersenyum. "Kamu gak boleh tinggalin aku, aku masih butuh kamu," batin Diandra berucap.
***
Rafli menghentikan laju mobilnya di depan pintu pagar rumah Nadisya, mengantarkan Diandra karena wanita itu meminta untuk diantarkan ke rumah Nadisya. Dia hendak tinggal di rumah Nadisya dan besok pagi akan kembali ke rumah sakit lagi untuk menjaga Diandra.
Untunglah Nadisya masih bisa diselamatkan, walau akhirnya dia masih belum bisa membuka mata tersadar.
"Makasih ya, Raf ... maaf kalau akhir-akhir ini aku sering banget ngerepotin kamu," ucap Diandra. "Aku turun dulu," ucap Diandra tersenyum paksa, dia lalu memegang handle pintu dan menariknya hendak keluar.
Rafli memegang pergelangan tangan kanan Diandra. "Diandra?"
Diandra sontak langsung menoleh dan melihat ke arah Rafli dan mengurungkan niatnya untuk keluar. "Hm? Apa?" tanya Diandra.
"Jelasin sekarang," ucap Rafli.
"Maksudnya?" tanya Diandra
"Siapa ayah dari bayi yang kamu kandung? Kamu hamil anak siapa? Dan kenapa kamu bisa hamil? Kenapa kamu kayak begini? Aku tau kamu perempuan baik-baik, tapi kenapa hah?" tanya Rafli, dia menelan salivanya menahan segala sesak di dada.
Diandra juga menelan salivanya saat Rafli bertanya.
"Jawab Diandra! Anak siapa?" tanya Rafli lagi dengan nada sarkas.
"Kamu gak perlu tau, karena ini bukan urusan kamu, Raf." ucap Diandra, dia melepas tangan Rafli di pergelangan tangannya dan berbalik hendak keluar, namun Rafli kembali memegang pergelangan tangan Diandra lagi dan menariknya hingga Diandra kembali menatap Rafli lagi.
"Tapi aku mau tau! Karena sekarang, kamu satu-satunya wanita yang saat ini ada di dalam hati aku! Aku kecewa, aku sakit! Hati aku hancur!" ucap Rafli.
"Ka-kamu? Suka sama aku?" tanya Diandra dengan mata yang mulai berkaca-kaca juga menatap Rafli.
"Aku baru menyadari kalau aku jatuh cinta sama kamu setelah tau kamu hamil kayak begini! Hati aku perih tau! Nyesek banget pas tau perempuan yang ternyata aku cinta lagi hamil padahal belum bersuami, kamu jahat!" ucap Rafli menyeka air mata yang mulai menetes membasahi pipi.
Diandra menelan salivanya saat melihat Rafli yang menyeka air matanya.
"Jawab pertanyaan aku! Siapa hah? SIAPA AYAHNYA!" ucap Rafli dengan nada suara yang lumayan keras. "Kenapa kamu tega sama aku, kenapa kamu jahat sama aku DIANDRA!"
"YANG JAHAT ITU BUKAN AKU! TAPI ANDRA SAMA NADYA!" teriak Diandra juga.
"Andra? Nadya? Maksudnya?" tanya Rafli.
"Alasan aku membenci mereka ya karena ...."
"Karena apa?" tanya Rafli.
"Karena aku ... aku di ... per ... kosa Andra," ucap Diandra dengan air mata yang menetes membasahi pipinya.
"Hah?" Mata Rafli dengan seketika membulat sempurna karena kaget mendengar Diandra berucap. "Kok bisa? Andra kan bukan orang yang kayak begitu, masa dia ...."
"Waktu itu dia ngajak aku ke club malam, dia bilang dia lagi stress, biasanya dia sama Alfa sering kesana tapi waktu itu dia gak sama Alfa karena Alfa lagi sama Nadya, dia bilang dia stress dan dia ajak aku ke tempat itu, awalnya aku gak mau, tapi aku gak tega ngebiarin dia pergi sendiri, terus di sana dia minum banyak dan mabuk. Aku bingung, aku gak tau harus bawa dia kemana, aku gak tau dia tinggal di apartemen mana, jadi aku bawa dia ke hotel. Aku cuma bantu dia, tapi pas aku mau pergi dan ninggalin dia, dia tarik tangan aku dan dengan paksa dia ambil kehormatan aku. Malam itu dia pegang aku kuat banget, tenaga aku gak cukup kuat untuk ngelawan," ucap Diandra menjelaskan.
Beberapa kali Diandra menyeka air mata di pipi, Rafli masih terdiam, menatap Diandra dengan sangat serius dan mendengarkan Diandra bercerita.
"Terus setelah itu aku bingung harus gimana, aku gak mungkin cerita ini sama siapapun, aku malu! Satu-satunya orang yang aku percaya cuma Nadisya, tapi waktu itu Nadisya juga punya masalah sendiri. Masa aku nambahin beban dia, kamu juga kan tau sendiri bagaimana masalah Nadisya, dia juga banyak menahan rasa sakit. Aku gak berani, Raf, terus aku baru tau kalau aku hamil itu tadi pagi, aku bilang sama kamu kalau aku mau nginep di rumah Nadisya, itu bukan cuma karena besok weekend dan Darren ada kerjaan, bukan cuma itu, Raf ... tapi aku mau cerita sama dia, tapi lagi-lagi setan sialan itu bikin masalah baru!"
Bersambung