Diandra keluar dari supermarket dengan sekantong kresek berisi minuman soda dan juga buah nanas.
"Aku pernah denger katanya orang yang hamil muda harus mengurangi minuman bersoda dan jangan makan buah nanas, mudah-mudahan itu emang beneran! Bukan cuma sekedar kata belaka!" gumam Diandra.
Dia lalu berjalan ke arah jalan raya dan berdiri di pinggir jalan, menunggu taksi atau angkutan umum.
Tak berselang lama kemudian, mobil jenis sedan berwarna putih tiba-tiba menepi di depannya.
"Lah ... ini kan mobilnya?"
"Dii? Ayo ... masuk."
"Rafli!"
Tiiittt
Suara klakson terdengar dari mobil belakang tak sabaran, Diandra sontak langsung melihat ke arah mobil itu.
"Dian? Cepetan!" ucap Rafli meminta Diandra untuk segera masuk.
Diandra lalu membuka pintu mobil dan langsung duduk di samping Rafli, dia menaruh kantung kreseknya itu di pangkuannya dan memakai seatbelt-nya.
"Kamu mau pulang? Atau mau kemana?" tanya Rafli mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan normal.
"Iya ..., mau pulang, tapi pulang ke rumah Nadisya, besok weekend, aku mau nginep di rumah dia," ucap Diandra.
"Ke rumah Nadisya?"
Diandra mengangguk. "Iya, si Alfa ... semalem dia bikin ulah lagi, dia datang ke rumahnya Nadisya dan bikin masalah. Si Darren nanti sore mau ke Bandung, jadi ya dia gak bisa temenin Nadisya, terus tadi siang dia chat aku, minta tolong temenin Nadisya malam ini, takutnya si Alfa ngelakuin yang aneh-aneh."
"Si Alfa kan udah sama Nadya, lah dia ngapain pake gangguin Nadisya terus? Udah dikata-katain lho, lah terus ngapain masih terus disamperin?"
"Aku sih yakinnya si Alfa belum move on, dia tuh masih sayang, aku juga yakin si Nadya tuh cuma pelampiasan doang, dia tuh terlanjur patah hati dan gak terima Nadisya sekarang sama yang lain. Dia kek ngerasa si Nadisya cepet banget move on nya jadi dia juga harus bisa lebih dari si Nadisya, dia tuh kek mau bikin si Nadisya sakit hati dengan pacaran sama si Nadya, tapi sayangnya si Nadisyanya cuek. Percaya deh sama aku, tuh orang juga bentar lagi putus, si Nadya pasti ditinggalin. Dan kalau mereka putus, si Nadya ditinggalin, aku orang pertama yang bakalan ngetawain si Nadya!"
"Gak boleh kayak begitu sama temen sendiri."
"Dia bukan temen aku ya!"
"Nyatanya selama ini kalian banyak menghabiskan waktu bersama Diandra."
"Udah ah, skip! Gak mau bahas!" ucap Diandra.
"Ya udah." jawab Rafli, dia lalu melihat ke arah kantong kresek dipangkuan Diandra. "Itu apa?" tanya Rafli.
Diandra langsung melihatnya ke arah bungkusan kresek dan menelan salivanya. "Hm? Ini ...."
"Minuman ya? Mau dong, haus banget sumpah, tenggorokan aku juga seret! Botol minum aku habis," ucap Rafli.
Diandra mengeluarkan 1 kaleng minuman bersoda yang tadi dia niatkan beli untuk dirinya itu, dia membukanya dan memberikannya pada Rafli.
"Thanks," ucap Rafli meminumnya beberapa teguk.
Diandra tersenyum paksa.
"Terus itu apa lagi?" tanya Rafli kembali melirik ke kantong kresek lalu kembali menatap lurus lagi.
"Buah nanas," ucap Diandra dengan nada ragu.
Rafli sontak langsung mengerutkan alis. "Tadi kamu ke super market cuma beli itu doang?" tanya Rafli.
Diandra tersenyum menyeringai ragu. "I-iya ...."
"Ngapain? Nanti keguguran loh," canda Rafli seraya tersenyum.
Diandra sontak langsung menelan salivanya.
"Udah, buat aku aja ya ... ntar sampe rumah Nadisya potongin! Lagian perempuan gak boleh makan nanas, kata orang nanti ...."
"Nanti apa?" tanya Diandra.
Rafli tersenyum simpul. "Enggak, gak jadi!"
Diandra mendelik sinis.
"BTW, kamu udah makan?" tanya Rafli.
Diandra menggeleng.
"Mau makan dulu?" ajak Rafli.
"Boleh deh, ayo," jawab Diandra. "BTW, kamu habis dari mana? Ini kan masih jam kantor, kok ada di luar jam segini."
"Aku habis meeting, tadinya mau balik ke kantor terus gak sengaja liat kamu keluar dari supermarket, ya udah aku samperin aja."
"Laahh ... terus? Kenapa malah nyamperin aku kalau mau balik, ngajak makan lagi."
"Ya mau aja, lagian males juga balik ke kantor."
"Dihh ... dasar!"
***
15 menit kemudian.
Tap tap tap
"Kamu mau makan apa?" tanya Rafli yang baru saja terduduk.
"Samain aja lah, apapun aku makan kok, aku bukan tipe orang yang pemilih dalam hal makan," ucap Diandra.
"Nasi sama ayam bakar?"
"Boleh deh, itu aja, minumnya–"
"Es jeruk hangat?" sela Rafli.
Diandra sontak langsung mengerutkan alis dan tertawa pelan. "Es jeruk hangat? Kamu mau es yang dingin atau mau yang anget?" tanya Diandra.
"Haeehhh ... maksudnya tuh, air jeruk yang anget gitu loh, dulu kamu kan sering banget pesennya kek begitu," ucap Rafli.
Diandra mengatupkan bibir menahan tawa. "Aku minumnya es jeruk aja, lagi gerah masa minum yang anget."
"Heee ... oke." ucap Rafli, dia lalu mengangkat tangannya dan melihat ke arah waiters dan meminta waiters itu untuk mendatanginya.
Rafli lalu memesan pesannya.
"Raf? Aku ke toilet bentar ya ...." ucap Diandra.
Rafli yang masih memesan itu mengangguk pelan mengiyakan.
Diandra lalu bangun dari duduknya dan berbalik berjalan pergi ke arah toilet.
Beberapa menit kemudian, Diandra kembali lagi ke tempat di mana Rafli terduduk setelah selesai dari toilet. Langkahnya bersamaan dengan seorang waiters yang membawa nampan berisi 2 gelas es jeruk.
Saat Diandra hendak terduduk, waiters tadi dengan tidak sabar, bukannya menunggu Diandra terduduk terlebih dahulu, dia malah langsung hendak menaruh 1 gelas di atas meja. Dan dengan tidak sengaja Diandra menyenggol tangan si waiters.
Rafli yang melihat dengan cepat dia menarik lengan Diandra, hingga Diandra langsung terduduk di atas pangkuannya.
"Aehh ...." Diandra menelan salivanya saat dia terduduk di atas paha Rafli.
Diandra sontak langsung bangun dari posisinya dan berdiri tegak, berdiri di samping waiters yang terlihat takut, panik dan gugup melihat rok Diandra yang terkena sedikit tumpahan air jeruk.
"Maaf, Mbak. Saya gak sengaja," ucap Waiters itu.
"Masnya bisa sabar gak sih? Tunggu duduk dulu apa gak bisa? Liat ... rok temen saya jadi kotor kan!" ucap Rafli.
"Saya gak sengaja," ucapnya terlihat panik.
"Udah gak pa-pa," ucap Diandra, "Satu minumannya di ganti utuh aja ya, Mas."
"Iya, Mbak." Pria itu lalu berbalik dan pergi.
"Kamu gak pa-pa?" tanya Rafli, dia melihat ke arah rok span pendek berwarna putih yang dikenakan Diandra. Ada sedikit noda berwarna orange disana.
"Basah sedikit, tapi rok aku putih, jadinya keliatan."
"Yaah ... terus gimana? Setelah makan, kita ke mall atau ke toko baju aja gimana? Beli rok atau celana," ucap Rafli.
Diandra tersenyum dan menggeleng. "Gak usah, lebay amat langsung beli. Ini aku bersihin deh di toilet, pake air juga ilang kok, bentar ya?"
"Ahh ... ya udah," ucap Rafli.
Diandra lalu berbalik dan kembali berjalan ke arah toilet lagi.
Sedangkan Rafli, dia masih terduduk di kursinya, dia melihat punggung Diandra yang berjalan hingga akhirnya tak terlihat lagi saat berbelok.
Rafli memegang dadanya saat tak lagi melihat Diandra, jantungnya dengan tiba-tiba saja berdegup kencang saat tadi Diandra terduduk di atas pangkuannya.
"Kok deg-degan," gumam Rafli.
Dari tempat lain.
Diandra keluar dari dalam kamar mandi setelah membersihkan roknya dengan air, dia lalu berjalan ke arah wastafel, mengambil tissu di samping wastafel dan mengelap roknya yang basah itu dengan tissu. Lalu, setelahnya Diandra menatap dirinya dalam cermin.
Diandra juga memegang dadanya, jantungnya memompa hebat berdegup kencang, dia pernah merasakan hal yang sama saat dulu dia jatuh cinta pada Andra. Dia pernah merasakan hal seperti itu saat dulu dia sering bersama dengan Andra.
Diandra lalu menatap wajahnya di cermin, dia memegang kedua pipi yang tiba-tiba saja memerah dan terasa hangat.
"Enggak Diandra! Jangan! Gak boleh! Dia pria Baik-baik! Jadi stop! Jangan memiliki perasaan lebih untuk dia! Kamu harus sadar diri! Siapa kamu dan siapa dia! Kamu tuh sekarang kotor! Udah gak suci lagi, bekas orang! Lah dia?" Diandra kembali menggelengkan kepalanya lagi.
Diandra juga lalu memegang perutnya. "Ck! Huh!" Diandra mengembuskan napas dengan sangat kasar. "Hidup aku kok begini banget, untuk sekedar jatuh cinta aja aku harus mikir panjang! Mau banget punya pasangan yang baik, yang bertanggung jawab dan yang sempurna, nyatanya akunya juga jauh banget dari kata sempurna! Lah Nadisya? Dia punya Darren, laki-laki yang bisa dikatakan sempurna! Calon ibu mertuanya juga baik banget, nganggep Nadisya kayak anak sendiri. Idamannya para wanita! Dia kok beruntung banget sih! Lah aku? Miris!"
Diandra menunduk lemah, dia lalu kembali menatap diri dalam cermin lagi, menepuk dengan kasar kedua pipinya.
"Ck! Enggak-enggak! Gak boleh kayak begitu Diandra! Kok iri sama sahabat sendiri sih? Gak boleh! Gak baik! Jangan kayak Nadya ya!" ucap Diandra berbicara pada dirinya sendiri dalam pantulan cermin. "Nadisya berhak bahagia kayak sekarang karena selama ini dia hidup menderita, dia hidup tanpa orangtua, hidup sendirian, difitnah, disakitin, dicaci maki, padahal dia gak salah sama sekali, jadi kalau sekarang dia bahagia dan disayangin sama orang yang nanti di masa depan akan hidup sama dia, itu buah dari kesabaran dia selama ini, jadi gak boleh iri! Percaya aja, kamu juga nanti pasti bakalan bahagia kok."
Diandra tersenyum dalam pantulan cermin.
Bersambung