Diandra masih menatap diri dalam cermin dan tersenyum. "Udah ... yakin aja deh, semua akan baik-baik saja, pasti ada jalan keluarnya! Gak boleh nyerah sama hidup, Dii ... Tuhan ngasih cobaan gak mungkin melebihi batas kemampuan hambanya kan? Pasti ada jalan! Aku gak boleh nyerah, gak boleh lemah juga, aku kuat, harus tegar! Yakin pasti ada kok jalan keluarnya." gumam Diandra.
Diandra memejamkan mata sebentar, dia menghela dan menghembuskan napas, lalu membuka mata, kembali menatap diri lagi dan merapikan rambutnya, lalu setelahnya Diandra keluar dari toilet dan kembali berjalan ke arah meja dimana Rafli terduduk.
Tap tap tap
"Lah ... makanannya udah sampe," ucap Diandra begitu datang dan makanan yang tadi dipesan sudah siap di atas meja. "Emang aku lama ya di toilet?"
Rafli melihat jam di pergelangan tangannya, lalu menatap Diandra yang masih berdiri. "Lumayan sih, buktinya makanannya udah sampe," ucap Rafli seraya tersenyum.
"Padahal perasaan kek bentar deh di toilet," Diandra lalu terduduk di kursi yang tadi dia duduki. "Mmhh ...." Diandra langsung menutup hidung dengan jari telunjuknya saat bau menyeruak dari ayam bakar di atas mejanya itu menusuk hidungnya, dia sama sekali tak menyukai bau dari ayam bakar itu.
"Kenapa?" tanya Rafli.
"Hm? Enggak, ini kok bau ayamnya aneh ya."
"Hm? Aneh?" Rafli mencium aroma ayam bakar miliknya, dia mengerutkan alis bingung. "Aneh gimana? Perasaan gak ada yang aneh, ini enak kok baunya, harum."
"Masa sih?"
"Iya, gak ada yang aneh, Dii ... perasaan kamu aja kali, orang baunya enak kok," ucap Rafli. "kayak orang hamil muda aja deh, nyium bau makanan gak enak padahal enak."
Diandra yang mendengar Rafli berucap itu sontak langsung menelan salivanya. "Hamil muda? Kemungkinan aku hamil ternyata besar banget," batin Diandra berucap.
"Makan Diandra Putri, bukan di liatin kayak begitu, ayamnya gak akan berubah hidup kok kalau diliatin kayak begitu." ucap Rafli seraya melahap nasi di depannya.
"Aku kayaknya gak lagi mau makan deh, entar ini di bungkus aja deh, mau aku bawa, buat makan Nadisya aja," ucap Diandra, dia enggan memakannya karena tidak tahan mencium aroma dari ayam itu.
"Lah ... katanya belum makan," ucap Rafli.
"Iya emang, tapi aku gak mau, entar aja deh di rumah, sama Nadisya."
"Nadisya mulu yang diinget, siapa tau dia juga udah makan sama Darren," ucap Rafli. "Udah ... makan dulu itu yang ada."
Diandra mengerucutkan bibir, dia lalu memaksakan diri memakan ayam bakar di atas mejanya, dia lalu memotong ayam itu dengan sendok, namun karena keras, sendok di tangan Diandra itu malah terjatuh.
"Yaahh, jatuh ...."
Rafli melihat sendok yang terjatuh. "Jangan diambil, kotor. Kamu pake sendok punya aku aja, aku biar pake tangan."
"Hm? Enggak deh gak usah, aku juga tiba-tiba gak mood makan, perasaan aku kok rada gak enak ya?"
"Rada gak enak karena kamu gak mau makan dan gak cocok sama makanannya."
"Hm? Iya gitu?"
"Iya, Dii ...."
"Hmmm ... ya udah, ini dibungkus aja deh, aku bawa pulang aja, buat Nadisya aja."
"Ya udah gak pa-pa kalau tetep maunya kamu itu buat Nadisya ... yang itu nanti dibungkus aja, sekarang kamu pesen yang lain aja, kamu mau apa? Nasi goreng gimana? Mau?" tanya Rafli.
"Hmm ... bo-leh deh," ucap Diandra terbata saat dengan tak sengaja matanya melihat Alfa yang tengah berjalan sendirian masuk dan berjalan hendak melewatinya.
"Kenapa?" tanya Rafli saat melihat mimik wajah Diandra yang langsung berubah.
"Tumben sendirian, simpanannya kemana, Pak?" tanya Diandra pada Alfa.
Rafli sontak langsung melihat ke arah seorang pria yang tiba-tiba saja menghentikan langkah di samping mejanya.
"Dii ...?" Rafli menatap Diandra.
Yang disindir sontak langsung melihat ke arah Diandra. "Nadya bukan simpanan aku!" ucap Alfa.
"Ahh ... terus apa namanya kalau bukan simpanan? Seling–"
Kring kring kring.
Ucapan Diandra terhenti saat handphonenya yang berada di atas meja berdering.
Diandra mengerucutkan bibir pada Alfa, mendelik sinis lalu menatap layar handphonenya, membaca nama yang tertera di layar handphone.
Alfa langsung berlalu pergi meninggalkan meja Diandra.
"Nadisya," gumam Diandra saat membaca nama orang yang menelponnya.
Alfa yang mendengar Diandra bergumam menyebut nama mantan kekasihnya itu sontak langsung menghentikan langkah dan menoleh melihat ke arah Diandra lagi karena penasaran.
Diandra menggeser panel hijau di layar handphonenya dan menaruh handphone itu di telinganya.
"Halo, Sya ... kenapa?" tanya Diandra.
[ini aku, Dii ... Darren.]
"Ahh ... kenapa, Ren?" tanya Diandra, dia sedikit mengerutkan alis saat mendengar Darren yang berbicara dengan nada suara yang sedikit serak.
[Nadisya, Dii ...]
"Nadisya kenapa?" tanya Diandra, entah mengapa hatinya mulai tak tenang, apalagi saat mendengar nada suara Darren yang terdengar serak terdengar seperti sedang terisak.
[Nadisya ketabrak mobil, kamu kesini ya ... aku sendirian, udah telfon mama tapi belum dateng juga, posisi mama aku masih jauh, aku takut sendirian, kamu kesini, temenin aku.]
Diandra sontak langsung tidak bisa berucap, dia bingung harus mengatakannya apa karena kaget.
[Dii ... Diandra?]
"Kamu share loc ... aku kesana sekarang."
Pip_
Diandra langsung mematikan sambungan teleponnya.
"Kenapa? Darren bilang apa?" tanya Rafli.
"Nadisya, dia ketabrak mobil, sekarang di rumah sakit," ucap Diandra.
Rafli langsung menaruh sendok yang sedang dia pegang dan menatap Diandra dengan sangat serius, beberapa jam yang lalu dia melihat Nadisya di kantor terlihat baik-baik saja dan malah tertawa bersama dengan sangat puas dengan teman-temannya yang lain, dia juga bahkan melihat Nadisya yang terlihat sangat bahagia saat kekasihnya Darren menjemputnya pulang.
"Kamu serius?" tanya Rafli.
"Ya masa aku bercanda, Darren yang bilang kayak begitu Rafli!" ucap Diandra "Udah dong, Raf ... jangan banyak tanya dulu kenapa sih, anterin aku kesana, Raf. Tolong ...."
"Ya udah ayo, kita berangkat sekarang." Rafli bangun dari duduknya, dia merogoh saku celananya mengambil dompet dan menaruh lembaran uang kertas di atas meja.
"Nadisya kecelakaan?" tanya Alfa.
"Aduh ... Al. Udah ya ... aku lagi males berdebat sama kamu, terserah kamu mau ngatain Nadisya drama queen atau apa setelah nguping pembicaraan aku tadi, aku lagi gak tenang hati, lagi deg-degan, lagi gak jelas perasaan, jadi terserah deh, bodo amat aku!" ucap Diandra.
"Enggak, aku ... mau ikut, aku ikutin mobil kalian dari belakang," ucap Alfa.
Diandra mengerutkan alis. "Terserah lah!" ucap Diandra, dia lalu menggenggam tangan Rafli dan menariknya.
Rafli yang berjalan dengan langkah cepat karena Diandra berjalan cepat itu melihat ke arah tangannya yang di genggam oleh Diandra.
"Kok aku malah deg-degan karena tangan aku dipegang dia sih?" batin Rafli berucap.
Bersambung