Wajah Elza tak bisa dikondisikan bahkan sampai ia pulang dan selesai makan malam.
Ibunya yang melihat hal itu bahkan bertanya pada anak gadisnya, apakah ia punya masalah di kantor, tapi Elza bilang dia baik-baik saja, hanya kelelahan saja, hingga ia pun memilih untuk beranjak dari sana, menuju kamarnya, bilang mau tidur lebih awal. Sementara Suliana nampak memandang khawatir, sebab tidak biasanya Elza jadi letoy seperti sekarang.
Lain halnya dengan Elza sendiri, untuk pertama kalinya rasanya Arvin sekarang harus memaki dirinya sendiri sebab ia sudah menjanjikan hal yang tak seharusnya pada sang putri. Kai kecil terus menagih janji papanya malam ini agar mereka pergi main ke rumah Elza.
Lalu bagaimana caranya ia ke sana, padahal ia dia tak sedekat itu. Belum lagi dia kan tidak pernah main ke rumah Kai sebelumnya, meski ia tahu alamatnya karena pernah mengantarkan Kai sekali waktu itu.
Mobil itu terus berputar mengelilingi ruas jalan. Sudah sepuluh menit Arvin mengajak Kai berputar-putar, berharap putrinya itu mengantuk hingga mereka tak perlu main ke rumah Kaira lagipula Nek Tinah bilang kalau Kai tidak tidur siang tadi, tapi alih-alih mengantuk, mata Kai malah nampak segar.
Kalau sudah begini, mau sampai jam sepuluh malam pun putrinya itu pasti masih terjaga.
"Kaira mau beli sesuatu?" bujuk Arvin.
"Kita beli oleh-oleh untuk kakak peri saja, Pa."
Oke, bujukan ini sama sekali tak mempan, malahan Kaira mau membelikan oleh-oleh untuk Elza.
Jika sudah begini ia tak bisa lagi hanya mutar-mutar tak karuan.
Kemudian mereka pun memilih untuk singah di toko kue.
Ia tak bisa memikirkan oleh-oleh lain. Kaira turun dari mobil dengan senangnya, hingga Arvin harus mengingatkannya untuk jalan di dekatnya.
Itu adalah salah satu toko kue terbesar di sana. Cabangnya juga banyak.
Kebetulan Kaira juga suka yang manis-manis makannya mereka ini adalah langganannya.
Saat menggandeng tangan Kai, beberapa pasang mata memerhatikan Arvin. Pemuda tampan dan bocah kecil mengemaskan. Sudah dapat dipastikan kalau mereka iri melihatnya.
Berpikir bahwa istri dari Arvin pasti sangat bahagia.
Ketika memilih beberapa kue untuk dibawa, dan cemilan Kai, terdengar seseorang memanggil Arvin. Dari suaranya sepertinya ia mengenalnya.
"Loh, ketemu di sini kita, Halo Kaira apa kabar?"
Yang barusan berbicara tak lain adalah Zara, kakak dari Elza, ia nampak datang sendirian.
"Halo Tante, Kai baik kok," sapa Kai kecil, ia pintar sekali menjawab sapaan orang lain.
"Selamat malam Mbak, sendirian saja? Naya mana?" kali ini Arvin yang balik tanya.
"Naya tadi emang gak ikut, dia lagi ngerjain pr sama papanya."
Zara kemudian menyadari bahwa Arvin membeli banyak sekali kue, hingga ia menyeletuk.
"Mau ada acara ya? beli kuenya banyak banget Vin."
Arvin sejenak tertawa kecil, apa memang ia beli terlalu banyak ya. Ia bahkan tak menduga kalau yang menjawab malah Kaira.
"Kami mau main ke rumah kakak peri jadinya bawa oleh-oleh."
"Kacau sudah." dalam hati Arvin ia merasa tak karuan, perlu waktu bagi Zara untuk nyambung dengan ucapan Kai, kalau tidak salah kakak peri itu kan adiknya.
Ia kemudian melirik ekspresi Arvin yang tegang. Kalau dari Arvin sendiri mungkin masih belum, tapi dari Kai jelas sekali ia suka dengan Elza.
"Oh, Kaira mau main sama Kakak peri Elza ya?"
ujar Zara sambil mengusap rambut Kaira. Gadis kecil itu langsung mengganguk dengan penuh semangat.
"Kakak perinya ada kan?" tanya Kai lagi.
"Tentu saja ada, ini Tante juga mau ke sana."
Pandangan Zara kini kembali mengarah ke Arvin.
"Kalau mau pergi barengan saja, aku kebetulan mau singgah sebentar ke rumah, Kaira sepertinya sedang kangen dengan Elza ya."
Ini terdengar seperti tawaran untuk Arvin. Kalau dipikir-pikir lebih baik daripada ia datang sendirian ke sana.
"Apa tidak menggangu mbak?' tanya Arvin.
"Kok malah menggangu, justru ibu saya itu senang kalau ada tamu yang berkunjung, nanti saya kenalin sebagai dokter gigi dari Naya."
Sepertinya tidak ada alasan untuknya menolak walau merasa agak malu. Dengan bantuan Zara ia harap bisa lebih santai nantinya. Lagipula Kaira sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Elza, terbukti gadis itu terus menatapnya dengan tatapan penuh harap. Mana tega ia membawa Kaira pulang lagi ke rumahnya.
"Maaf merepotkan ya, Mbak," kata Arvin sambil berjalan beriringan.
"Kok malah merepotkan, santai saja ya nanti."
Karena Zara juga bawa mobil, jadinya mereka beriringan saja.
Entah kenapa tiba-tiba Arvin merasa nervous. Padahal dia saja tidak hari selalu bertemu dengan orang yang berbeda. Jadi harusnya ia santai saja.
"Papa kenapa?" tanya Kai yang entah kenapa jadi peka.
"Eh, memangnya papa kenapa?" tanya Arvin balik.
"Kai pikir papa lagi sakit, soalnya papa wajahnya berubah."
Arvin menepuk pipinya sendiri dengan pelan, sebegitu nervous nya dia kah sampai kau pun malah menyadarinya.
"Papa baik-baik saja kok, Kaira jangan khawatir ya, kan katanya mau ketemu Kakak peri."
Lagi-lagi Kai berseru girang.
Rasanya lama sekali Sampai ke rumah Elza pikirnya.