Bisa dibilang ini sedikit berbeda dari bayangannya.
Tepat ketika mobil itu berhenti di halaman rumah dan Ia turun dari mobilnya membukakkan pintu dan membantu putrinya turun, rasa deg-degan mulai muncul.
Lagian juga ia kan ketemu orang baru setiap harinya. jadi harusnya sudah santai saja.
Lalu lamunannya terhenti ketika Zara kemudian memanggilnya. Menyuruh untuk mengikutinya, namun Kaira sudah lebih dulu berlari, membuat Arvin berseru agar Kai hati-hati. Namanya juga anak-anak, kerap kali berbuat seenaknya.
Untung Kaira tipe anak yang penurut, jadi ketika papanya memanggilnya ia pun nampak santai saja.
Ketika mampir ke sana kemarin ia tak begitu memerhatikannya. Namun sekarang ia bisa melihatnya dengan jelas, ada taman mini di sana, beberapa pahatan patung binatang juga terukir, hal yang membuat Kaira sekali pun sampai menoleh.
"Itu taman dibuatkan untuk Naya kemarin, nanti Kaira boleh main ke sana kalau mau," kata Zara sadar bahwa perhatian kedua bapak dan anak itu kini tertuju pada taman. UU
"Boleh ya Tante?" tanya Kaira dengan sumringah, ketika ia tersenyum gigi-gigi kecilnya nampak mengemaskan, bahkan Zara pun jadi gemas sendiri, memang di umur segitu anak-anak tampak mengemaskan, sayang saja Kai kurang didandani, mungkin karena Arvin orang tua tunggal, hanya beberapa kali saja ia melihat rambut Kaira di kuncir, dan diberi jepit rambut.
"Tentu saja boleh sayang," kata Zara kemudian.
Kai menunggu dengan menggandeng sang papa, tepat di belakang Zara, sementara Zara sendiri mengetuk pintu.
"Elza, tolong bukain pintu Nak, kayaknya itu kakakmu, mama lagi sibuk motong kue ini," ujar ibunya berteriak dari dapur. Ia baru saja mengangkat kue dari oven, aroma daun pandan menyeruak ketika kue itu di keluarkan.
Elza menghela napas dengan berat. ia bangun dari kasur nya dengan malas padahal kan kakaknya bisa masuk sendiri, bukankah ia juga punya kunci cadangan rumah ini, kenapa harus dibukakkan pintu segala coba. Harusnya Elza tahu ada yang aneh dengan hal ini, namun karena otaknya sedikit mumet jadinya ia malas berpikir dan pergi dengan keadaan rambut tergerai kusut. Mata mengantuk karena tadi sempat ketiduran sebentar lalu muka masamnya.
Ia mengenakan piyama bergambar anime, celana batas lutut dan baju batas lengan.
"Iya ma!" teriaknya balas menyahut sebelum mamanya meneriakinya dua kali. Ia nampak lemas ketika menuruni anak tangga. Dan sampai juga di pintu depan.
Bel kembali lagi berbunyi lagi tak sabaran hingga Elza menyahut lantang.
"Iya ini lagi dibukain, Kak, sabar!"
Harusnya ia tak datang tiba-tiba seperti ini, harusnya Zara ingat kelakuan adik perempuannya seperti apa, penampilan Elza sekarang benar-benar membuatnya begidik sendiri. Menyesal ia tak mengabari dulu padahal berniat membuat kejutan.
Padahal dalam pikirannya adiknya gak sebar-bar ini.
Sementara Elza sendiri belum sadar akan kehadiran Arvin dan Kaira.
"Kamu habis tidur?" tanya Zara sekilas melirik ke arah Arvin, sementara Kai sudah tak sabar ingin menghamburkan dirinya ke arah Elza jika bukan papanya yang menyuruhnya untuk menunggu.
"Dikit, tapi keganggu karena kakak tiba-tiba muncul, kan punya kunci cadangan kak, kenapa malah jadi kayak tamu begini," ujar Elza mengerutu.
"Tapi Kakak memang datang dengan tamu," kata Zara kemudian, ya sudahlah kepalang tanggung.
Saat itulah netra Elza melebar, ketika mendapati siluet yang dikenalnya.
Tidak salah lagi itu Kaira dan Arvin.
"Sial." jeritnya dalam hati.
Apa yang mereka lakukan di sini sekarang!