Kaira tengah main di ruang keluarga, bermain bonekanya, saat bangun tadi pagi yang ditanyainya adalah dua hal, mana kakak peri dan kedua kucingnya,
Arvin harus menjelaskannya dengan hati-hati agar Kai tak meminta untuk ke sana pada pagi buta, dan sekarang ia tengah menatap layar ponselnya dengan cemas, ada undangan perjamuan yang harus ia hadari, dari seorang rekan yang diseganinya.
Bukan ia tak ingin datang ke sana, tapi masalahnya nek Tinah tadi menelepon mengatakan ia minta izin hari ini sebab ia dan anaknya tengah dilanda demam.
Tidak sampai hati pula ia mengatakan tidak, dan di sanalah masalah nya. Itu adalah undangan formal, di mana anak tak boleh diajak. Jadi mau di ke manakan Kaira nanti.
Awalnya ia ingin meminta bantuan dari rekannya yang berkerja dengannya, tapi karena tadi pagi Arvin bilang mereka buka klinik agak siangan, jadinya rekannya itu memilih untuk pulang ke rumah orang tuanya.
Meninggalkan Kaira jelas tak mungkin, apalgi membawanya, ia memiliki banyak teman yang rata-rata orang sibuk. Jadi sekarang harus bagaimana.
Lalu tiba-tiba entah kenapa ucapan Suliana tadi malam pun seketika menggema. Hanya itu satu-satunya jalan sekarang.
Padahal ia tak ingin merepotkan, tapi sekarang ia tak punya pilihan lagi. Jadi setelah mengambil tas Kaira. Ia mengajak putrinya untuk pergi.
"Kita mau ke mana Pa?" tanya Kaira yang hanya ikut saja.
"Ke rumah Nenek," jawabnya.
Untuk sesaat ia terdiam, sejak kapan pula ia memanggil mama Elza begitu.
Kai bergumam memanggil nenek, baru ia ingat itu berarti mereka ke rumah Elza.
"Mau Pa! Ayo cepetan!' ajaknya semangat, bahkan ia langsung melompat naik ketika pintu baru saja dibukakkan oleh Arvin.
"Sekali ini saja jangan malu," ucapnya dalam hati menguatkan tekad. ini lebih baik daripada anaknya ditinggal seorang diri.
Agak sepi ketika mobil itu sampai di halaman, Elza tak mungkin berada di sana sebab ini masih jam kantor dan ia pasti sudah berangkat.
Tanpa aba-aba, bahkan Arvin baru ingin berujar ketika Kaira melompat turun sambil menghambur ke arah Suliana.
"Nenek!"
Sementara Suliana sendiri juga menyambut Kaira dengan senang.
Hanya Arvin yang memandang kaget. Sejak kapan Suliana ada di sana, padahal ia yakin tadi mama Elza tadi belum nampak.
Meski baru datang sekali di hadapannya, Suliana bisa menilai dari suara mobilnya. Itu terdengar seperti suara mobil Arvin. Jadi ia langsung meninggalkan dapur dan berlari ke teras. benar saja itu mobilnya Arvin. Walau kaget ia senang mereka datang ke sini.
"Selamat pagi Bu," sapa Arvin sopan.
Suliana tersenyum lebar.
"Kan sudah mama bilang, panggil mama saja," ujar Suliana menyahut.
"Tapi selamat pagi juga," sambungnya.
Kini Suliana melirik ke arah tas yang Arvin pegang.
"Mama hari ini sibuk?" tanyanya hati-hati setengah tak enakan.
Sepertinya Suliana mulai mengerti ke arah mana pembicaraan ini.
"Nak Arvin hari ini ada pekerjaan mendesak ya? daripada Kaira dibawa, bagaimana kalau titip saja di sini? kebetulan mama hanya tinggal sendiri."
Bagus sekali, padahal tadi ia tengah sibuk berperang dalam kepalanya, bagaimana cara untuk mengatakannya.
tapi lagi-lagi Suliana malah menawarkannya.
"Iya, Ma, tapi kalau Kai dititip apa tidak merepotkan?"
"Merepotkan? Kaira anak baik, dia tak akan merepotkan, tak perlu khawarir, biar mama yang jaga dia, Nak Arvin pergi saja."
Kaira masih di sana, menggenggam tangan Suliana.
"Itu tas Kaira kan? sini titip saja sekalian sama mama."
"Maaf merepotkan ya ma," kata Arvin.
lagi pula
"Tidak apa-apa. Semoga sukses."
Sementara sang anak sendiri hanya melambaikan tangan ke arahnya.
Ia seperti sudah memahami papanya, jadinya ia tak meminta untuk ikut.
Arvin jongkok dan bilang pada putrinya bahwa ia harus segera pergi.
Sekilas mengecup kening putrinya.
Senang rasanya Suliana melihat keakraban keduanya. Ditambah Kaira pasti lebih pas.
Arvin tak menyangka kalau dirinya benar-benar menitipkan anaknya di sana.