Ada keheningan beberapa saat ketika Arvin selesai mengatakan itu. Arvin sendiri masih nampak frustasi sementara Rui memandanginya, setengah nampak berpikir.
Apakah yang barusan ia dengar itu sungguhan? Bukan main-main.
Rasanya kalau untuk ini Arvin bukan jenis orang yang suka main-main, terlebih ia cukup kaku untuk bersandiwara.
Jadi karena begitu banyak pertanyaan yang berseliweran di otak Rui, ia hanya berujar.
"Kenapa kamu mengatakan hal itu? Pasti ada penyebabnya bukan?"
Tentu saja, Arvin bukan tipe pria yang suka bicara yang tidak-tidak, lalu si pembuat masalah pun mulai menceritakan rentetan kisah dari awal, dengan cukup ringkas agar mudah dipahami, barulah Rui tersenyum. Senyum jahil tepatnya, sehingga ketika Arvin melihat itu ia merasa merinding.
Apa yang sebenarnya tengah asistennya ini pikirkan.
"Apa?" tanya Arvin.
"Biar kutebak, gadis yang kau maksud itu yang datang kemari saat bersama dengan Naya bukan? Tantenya?"