Memang seperti yang kaira katakan kalau iya sungguhan menyukai kue-kue itu.
Iya bahkan tak berhenti mengunyahnya, hingga Arvin minta maaf. Putrinya kalau suka pada sesuatu pasti tidak mudah berhenti.
Liana selaku nama elsa sama sekali tidak keberatan ya malah malah susunan jika kue buatannya disukai oleh kaira iya bahkan berencana untuk membungkus kan berapa kue untuknya jadinya ya mengode anaknya Zara untuk melakukan itu.
Kaira sepertinya ada tipe gadis pencerita, sebab ia membicarakan apa pun kepada Elza.
Mulai dari dirinya yang berharap bisa memelihara kucing tapi papanya bilang bahwa gadis kecil itu belum bisa membeli harganya sebab kaira masih kecil dan belum tahu arti dari bertanggung jawab sebab memelihara binatang tidak semudah itu.
Kaira kecil bilang bahwa iya bisa memberikan makanan padanya nanti tinggal papanya yang mengawasi nya.
Tapi papanya masih mengatakan untuk tidak boleh.
Dia bilang tunggu kaira agak besar sedikit.
Dan itulah elza langsung mengingat kucingnya sendiri, ia memiliki dua ekor kucing, namanya putih dan belang. Dia rawat dari mereka masih sangat kecil.
Dan kini mereka berdua dalam usia mulai berusaha menarik perhatian lawan jenis.
Hanya menunggu waktu saja sampai keduanya hamil sebab keduanya betina.
dan Elza tahu kerap kali ada kucing jantan tetangga yang datang ke rumah untuk main dan menggoda keduanya.
"Mau lihat kucing kakak tidak?" tanyanya kepada Kaira. Binar-binar kebahagian langsung memenuhi wajah Kaira.
"Mau banget!" sahutnya cepat.
Tapi ia terlebih dahulu meminta izin kepada Arvin, dan Arvin mengizinkannya. Kalau di jam segini, biasanya kedua kucingnya tengah berada di balkon rumah, dan Elza mengajaknya ke sana. Benar saja, kedua kucing itu di sana, tengah bergelung, tiduran. Kai menunjuk kucing itu, keduanya sangat lucu.
"Mau mencoba mengelusnya?" kata Elza menawarkan.
"Memangnya boleh?"
"Tentu saja, mereka suka teman baru."
Pelan-pelan Keduanya kini duduk di samping kucing, awalnya Kaira agak gugup, namun ketika diyakinkan oleh Elza ia pun merasa cukup percaya diri. Kini tangannya mengusap bulu-bulu lembut kucing itu.
Ia bahkan tertawa girang ketika salah satu kucing yang bernama belang mengusap kan kepalanya ke kaki Kaira.
Lain lagi dengan Arvin yang ikut, ia hanya berdiri dengan jarak dua meter, memerhatikan keduanya, sudah lama ia tak melihat putrinya seriang itu. Sepertinya memang benar putrinya agak kesepian dan butuh teman.
Ia mulai berpikir haruskah dirinya memberikan hewan peliharaan untuk Kaira.
Saat dalam lamunan itu lah ia langsung terlonjak kaget saat si putih mendekat dan hendak mengusappkan tubuhnya ke Arvin. Pria itu langsung memundurkan langkahnya dan tiba-tiba saja bersin beberapa kali. Arvin kemudian segera pergi dari sana, sambil bilang bahwa dirinya harus ke toilet, Kaira melanjutkan kembali main dengan kucing, sementara Elza menatap serius ke arah udara.
Sepertinya sekarang ia tahu penyebab Arvin belum mengizinkan Kaira memiliki kucing.
Arvin mengusap hidungnya yang terasa gatal, ia sedikit memiliki alergi terhadap bulu kucing.
"Ini pakai tisu." ujar seseorang menyodorkan tisu padanya.
"Makasih—"
Saat ia sudah mengelap hidungnya dengan itu barulah ia sadar siapa itu.
"Elza?"
"Enggak apa-apa, alergi itu hal yang manusiawi."
"Kamu tahu dari mana?"
"Kayaknya aku punya kenalan yang bisa bantu alergi kamu deh, mau ku kenalin? " tanya Elza menawarkan, bisa dibilang ini tawaran yang bagus. tapi ia agak malu.
"Saya rasa tidak perlu."
"Mungkin kamu perlu, Kaira sepertinya suka kucing, kan gak bagus kalau papanya sendiri malah alergi."
"Za," panggil Arvin agak gugup.
"Tenang saja, nanti aku diam-diam kok, jadi aman."
Elza hampir teriak, hampir saja, ketika Arvin akhirnya mengulas senyum dengan begitu manisnya, ini sih tak bisa dibiarkan, kenapa malah sekarang ia jadi deg-degan.
"Makasih ya, Za."