Chereads / Terperangkap Kebencian Cinta / Chapter 25 - You Lingered In My Mind

Chapter 25 - You Lingered In My Mind

Tak memiliki pendamping dan masih sendiri memiliki kekurangan tersendiri bagi Doktor Aldrich Caesar. Ia pernah memiliki gadis-gadis yang ia bayar untuk melayani kebutuhan seksualnya. Selama ini yang mengurus itu semua adalah Connor Archer.

Kali ini, Aldrich tak memiliki satu pun simpanan. Gadis terakhir yang mengikat perjanjian dengannya telah pergi. Maka setelah pulang dari kampus, Aldrich biasanya membaca, mendengarkan musik sambil mengerjakan beberapa laporan. Namun, entah mengapa ia jadi malas mengerjakan apa pun.

Setelah merampungkan draft perjanjian prapernikahan milik Rei Harristian, Aldrich cenderung bosan. Kakinya pun melangkah masuk ke dalam studio musik di dalam apartemen mewahnya.

Terlihat sebuah piano, beberapa gitar dan satu set drum tempat Aldrich biasanya melepaskan kebosanan. Bibirnya menyunggingkan senyuman kala melihat drum itu. Aldrich adalah seorang drummer band rock alternatif dulunya bersama Ares dan Jupiter King serta Andrew Miller. Namun masa-masa indah itu sudah berlalu.

Semenjak Andrew keluar dari band dan kehidupan mereka, band itu otomatis bubar. Ares sebagai vokalis utama tak lagi memiliki semangat untuk bermain musik. Ia mulai sibuk dengan hal lain seperti menjadi Leader Golden Dragon. Sehingga Aldrich yang bahkan selalu berusaha memiliki waktu untuk latihan musik akhirnya harus menelan pil kekecewaan.

Saat ia mengetahui jika The Skylar tak mungkin lagi bertahan sebagai sebuah band, Aldrich akhirnya memilih untuk memindahkan seluruh peralatan musik dari studio pribadi mereka ke apartemennya. Studio itu adalah hadiah dari Arjoona Harristian kala mereka masih berusia 10 tahun dan terlalu banyak kenangan untuk dibuang begitu saja.

Aldrich lantas memakai headphonenya lalu mulai menginjak pedal pada drum kaki dan kedua tangannya mulai menggebuk drum untuk pemanasan. Beberapa saat kemudian, Aldrich berhenti dan menghidupkan sebuah laptop yang diletakkan di dekatnya. Laptop itu terhubung dengan alat musik yang ada di sana. Ia bisa mengatur nada dan memutarkan sampel musik yang diinginkan.

Aldrich memilih salah satu base musik yang pernah digunakan oleh The Midas Rei milik Run The Jewels berjudul Oh My Darling. Aldrich menggebuk drumnya sesuai dengan beat sehingga membentuk sebuah lagu. Ia sampai memejamkan mata seolah The Midas Rei ada di sana dan menyanyikan bar lagu rapnya dan Aldrich mengiringinya.

Selesai lagu pertama, Aldrich langsung memainkan lagu keduanya. Ia pernah menciptakan sebuah lagu sudah lama sekali dan entah mengapa ia ingin memainkannya malam ini.

"But I'm not strong , I can't always fight. The truth is that everything is black and white. I'm ignorant, apathetic. And it speaks louder than love sometimes, I need to apologize ..."

"Stop avoiding, it's poison. And it speaks louder than love sometimes. I've got to apologize, louder than love ..."

Aldrich bernyanyi sebuah lagu yang pernah ia ciptakan dulu. Entah mengapa lagu itu selalu mengingatkannya pada Chloe. Ia membenci Chloe tapi sebuah lagu tercipta karenanya.

Aldrich mengakhirinya dengan mengebuk lebih kencang cukup emosional pada ketukan terakhir. Ia terengah menarik napas dan meletakkan begitu saja stik drumnya. Sebelah tangannya yang lain membuka headphonenya dan mematikan laptop yang tengah beroperasi.

Rasa kesal namun bukan kemarahan itulah yang dirasakan oleh Aldrich pada Chloe sekarang. Gadis itu selalu ada di benaknya membuat emosi dan amarahnya selalu tinggi dan yang bisa dilakukan oleh Aldrich hanyalah meremas rambutnya.

"Sial!"

Bunyi bel yang tiba-tiba terdengar membuat Aldrich sedikit tersentak. Ia menaikkan wajahnya melihat ke arah pintu. Sambil mendengus Aldrich bangun dari kursinya dan keluar hendak mengecek siapa yang sudah datang.

Aldrich membuka pintu apartemennya dan matanya spontan membesar. Kenapa dia tiba-tiba bisa ada di sini?

"Apa yang kamu lakukan di sini?" hardik Aldrich pada Chloe yang tiba-tiba sudah berdiri manis di depan pintu rumahnya. Jantung Aldrich tak karuan langsung berdetak kencang. Chloe tak tersenyum dan mengeluarkan ponselnya. Ia menunjukkan sebuah email yang berisi nilai makalah yang tadi sore sudah ia berikan pada Profesor Stanwald.

"Profesor Stanwald sudah mengirimkan emailnya, tapi aku tetap butuh persetujuanmu, Pak," jawab Chloe memberikan alasannya. Aldrich hanya bisa menarik napas dan mengeraskan sebelah rahangnya.

"Jadi kamu datang kemari hanya untuk melaporkan itu?" Aldrich masih menghardik Chloe. Chloe mengernyitkan kening seraya sedikit mengerucutkan bibirnya cemberut pada Aldrich.

"Bukankah seharusnya seperti itu?" Aldrich langsung berdecap kesal. Chloe sebenarnya punya maksud lain. Ia tahu jika Aldrich tak mungkin suka diganggu dengan hal remeh seperti ini. Terlebih untuk Aldrich bahwa semua yang menyangkut tentang Chloe adalah hal remeh. Chloe ingin mendengar Aldrich keceplosan.

"Kenapa kamu tidak melapor saja pada Archer?"

"Tapi kamu kan dosennya, Pak!" Aldrich mendesis kesal. Namun, otaknya kemudian berpikir. Sepertinya Chloe ingin menjebaknya sehingga ia akan keceplosan dan mengakui jika dirinya-lah yang telah meminta Connor Archer untuk membantu Chloe.

"Sekarang katakan apa maumu?" tanya Aldrich lagi sedikit menurunkan nada suaranya. Chloe diam dan memandang Aldrich yang juga melakukan hal yang sama.

"Aku ingin melaporkan nilaiku ..." Aldrich kemudian mengangguk cepat.

"Baik, kamu sudah melapor. Terima kasih dan selamat malam. Kamu bisa pergi!" Aldrich lantas mundur dan hendak menutup pintu. Wajah Chloe tampak datar dan tak tersenyum sama sekali. Aldrich ingin menutup pintu bahkan membantingnya di depan wajah Chloe tapi ia tak tega.

"Chloe, apa lagi? Pulanglah, ini sudah malam!" tukas Aldrich separuh menghardik Chloe. Chloe masih diam. Ia tahu bahwa ia tak akan memperoleh jawaban dari Aldrich. Mungkin memang benar jika ide meminta nilai dari Profesor lain adalah murni dari Connor Archer.

Aldrich pun tak peduli dan tetap menutup pintu rumahnya meski tak membanting. Ia masuk ke dalam dengan perasaan kesal dan jantung yang tak berhenti berdetak kencang. Kedua tangannya menopang pada pinggang dan ia masih berdiri tak jauh dari pintu.

"Dasar nenek sihir! Dia pikir dia bisa menjebakku. Aku tidak sebodoh itu!" gerutu Aldrich sendirian. DING DONG – bel kembali berbunyi. Aldrich mendengus kesal dan menoleh lagi ke arah pintu di belakangnya.

"Aish ... dia masih belum pergi juga!" sahut Aldrich dengan kesal. Bel berbunyi sekali lagi dan Aldrich berbalik untuk membuka pintu bersiap memarahi Chloe. Aldrich sudah siap menyembur dengan membuka mulutnya.

"Sayangku ..." Malikha, ibunda Aldrich sedikit memekik dan langsung memeluk putranya.

"Mom?" Aldrich benar-benar kaget. Ia hampir saja membentak ibunya karena mengira yang datang adalah Chloe. Di belakang Malikha, ayahnya Aidan tersenyum padanya.

"Dad? Kalian kemari?" Aldrich masih kaget dan langsung menyengir aneh. Aidan ikut tersenyum dan mengangguk.

"Kami tak memiliki akses untuk lift pribadimu, jadi kami lewat lobi." Aidan sedikit menyindir Aldrich yang begitu tertutup tentang tamu yang akan datang ke tempatnya termasuk orang tuanya sendiri. Aldrich makin menyengir dan melongok ke luar. Chloe tak terlihat ada dimana pun lagi.

"Kamu cari apa?" tanya Aidan ikut menoleh ke belakang.

"Tak ada, Dad. Ayo masuk!" Aldrich langsung membawa kedua orang tuanya masuk setelah menyapu sekali lagi dan memastikan jika tak ada orang lain lagi.