Chereads / Terperangkap Kebencian Cinta / Chapter 31 - My Old Hurtful Memories

Chapter 31 - My Old Hurtful Memories

Aldrich dipanggil pulang oleh ayahnya Aidan dua hari menjelang pengukuhannya sebagai profesor. Aidan ingin merayakan keberhasilan dan pencapaian putra satu-satunya sekaligus kesayangannya itu. Aldrich sendiri sudah mengambil cuti mengajar sebelum pengukuhan itu sehingga ia hanya mengerjakan pekerjaan di luar mengajar seperti biasa.

"Thank you, Mom!" ucap Aldrich saat Malikha menghidangkan makan malam untuknya lalu mengecup ujung kepala Aldrich yang sudah duduk di kursinya bersiap untuk makan malam.

"Bagaimana persiapanmu? Apa semua sudah beres?" tanya Aidan ikut duduk di kursinya setelah Malikha. Aldrich mengangguk dan tersenyum. Aidan ikut tersenyum dan memulai makan malam dengan berdoa terlebih dahulu dan Aldrich ikut di dalamnya.

"Aku dengar Arjoona sudah kembali ke rumahnya?" tukas Malikha pada Aidan setelah beberapa menit mereka memulai makan malam. Aldrich sempat berhenti melihat ke arah ibu lalu ke ayahnya yang mengangguk mengiyakan. Aidan sempat tersenyum pelan dan meraba tangan Malikha lalu menggenggamnya di atas meja.

"Jayden berhasil membawa dia pulang pada akhirnya. Aku lihat dia sudah menjalani lebih dari dua minggu rehabilitasi alkohol dan kembali berolahraga berat seperti dulu," jawab Aidan disambut oleh senyuman Malikha. Malikha ikut tersenyum bahagia dan mengangguk.

Sementara Aldrich hanya diam saja dan memikirkan Rei juga Chloe yang terlintas di pikirannya tiba-tiba.

'Untuk apa aku memikirkan nenek sihir itu? Bagus jika ayahnya kembali, bukan?' ucapnya dalam hati.

"Aku yakin keluarga besar kita akan berkumpul lagi seperti dulu ..." sambung Aidan.

"Daddy tidak berpikir untuk menyatukan kembali The Seven Wolves kan?" potong Aldrich dengan cepat. Aidan menoleh pada Aldrich dan mendengus pelan.

"Memangnya kenapa?" Aldrich mengambil serbet dan mengelap ujung bibirnya sambil mendengus tersenyum sinis.

"Apa gunanya? Aku rasa kejadian terakhir yang sudah membuat Andy kehilangan ayahnya sudah cukup. Apa kita harus menambah korban lagi?" sindir Aldrich pada ayahnya. Raut dan senyuman Aidan langsung berubah datar begitu Aldrich bicara seperti itu padanya.

"Aldrich, kamu besar di lingkungan The Seven Wolves bahkan kamu adalah salah satu anggota elite Golden Dragon. Kenapa kamu bisa bicara seperti itu untuk keluargamu sendiri?" tegur Aidan dengan suara rendah dan terdengar kecewa. Malikha dengan cepat memegang lengan suaminya agar ia tak terbawa emosi menanggapi putranya.

"Golden Dragon dan The Seven Wolves adalah dua hal yang berbeda, Dad! Aku memang besar di Golden Dragon bukan di dalam kelompokmu itu," jawab Aldrich lebih tegas.

"Sayang, jangan bicara seperti itu pada ayahmu," tegur Malikha dengan lembut. Aldrich membuang pandangannya ke arah lain dan sudah berhenti makan. Ia mulai diam dan kesal.

"Jika Uncle Joona kembali ke rumahnya itu bagus. Rei dan Venus bisa bersama dengan keluarga mereka lagi utuh tapi bukan berarti dia bisa mengajakmu lagi untuk tetap berada di dalam kelompok itu dan merampok bank ..."

"Kami tidak pernah merampok bank!" sahut Aidan menaikkan suaranya. Kini ia jadi balik kesal pada putranya sendiri. Aldrich berdesis sinis menatap ayahnya yang ikut menatap tajam padanya.

"Kita adalah sebuah keluarga, Aldrich. Seperti kamu, Rei, Jupiter dan Andrew kala masih bersama, itu adalah keluarga. Jangan lupakan itu!" Aidan kembali menegaskan kalimatnya. Aldrich tak lagi berselera untuk makan. Ia langsung bangun dan mengundurkan diri dari acara makan malam keluarga itu.

"Aku sudah selesai, terima kasih, Mom. Selamat malam!" ujar Aldrich berdiri dan langsung pergi dari meja makan itu.

"Sayang? Aldrich?" panggil Malikha pada putranya yang memilih untuk masuk ke dalam kamarnya. Malikha tampak sedih dan kecewa sementara Aidan yang semula diam akhirnya meneruskan makan. Malikha pun menggenggam tangan Aidan sampai ia menghela napas panjang dan menoleh pada istrinya.

"Jangan marah pada Aldrich ya. Dia anak yang baik dan sangat mengkhawatirkanmu, Sayang," ujar Malikha dengan lembut pada Aidan. Aidan tersenyum dengan perasaan yang lebih baik serta mengangguk.

"Tentu saja. Aku mengerti jika dia sangat sulit melupakan kisah delapan tahun lalu itu. Tapi aku sangat menginginkan The Seven Wolves kembali bersama, Sayang," jawab Aidan dan Malikha masih tersenyum mengangguk.

"Kalian akan dan terus bersama. Apa pun yang terjadi, kalian tak pernah berpisah kan? Hhmm." Aidan makin melengkungkan bibirnya ke atas dan mengangguk.

"Entah apa yang bisa kulakukan tanpamu. Kamulah yang selalu mendukungku!" Aidan merentangkan sebelah lengannya untuk menarik Malikha memeluknya lalu mengecup sisi keningnya penuh cinta.

"Aku sangat mencintaimu."

"Aku juga!" jawab Malikha lalu mengecup Aidan penuh kasih sayang.

Di dalam kamarnya, Aldrich berdiri menghadap balkon kamarnya dengan kedua lengan terlipat di dada. Ia masih tak merasa nyaman dengan pembicaraan terakhir dengan ayahnya beberapa menit yang lalu.

Aldrich memang tak begitu nyaman jika mengingat apa yang terjadi delapan tahun yang lalu kala ia, Ares dan Jupiter mencoba menolong Andrew. Ayahnya Shawn Miller tewas hari itu dan Aldrich yang sebelumnya kesal dengan Andrew karena urusan Chloe harus ikut menyelamatkannya agar Andrew tak ikut meluncur ke bawah.

***

Shawn Miller berlari ke arah Rohan yang dengan spontan menembak dadanya sebanyak dua kali sampai ia berhasil meraihnya dan mendorong kuat ke belakang.

"AAAHHKK!" Shawn tak berhenti meski peluru menembus dadanya. Shawn berlari cepat lalu terbang melompat menusukkan pisau tersebut tepat di pundak atas Rohan saat peluru menghabisi semuanya. Ia ikut mendorong dan menarik Rohan jatuh bersamanya.

Mata Andrew langsung membesar saat melihat Rohan menembak Ayahnya yang berlari ke arah Rohan menghunuskan sebuah pisau akan menusuknya. Lalu Andrew yang berteriak keras memanggil ayahnya, Shawn Miller. Setelah itu terdengar tembakan beberapa kali.

"DADDDYYYY!"

Mereka jatuh bersamaan dengan cepat dari jarak lebih dari 15 meter. Rasanya waktu seperti bergerak begitu lambat bagi Andrew yang berlari mencoba meraih tubuh Shawn yang melayang lalu jatuh bersama Rohan.

"Shawn ... ANDY!"

"SHAAWWWNNN!" teriak Arjoona begitu tubuh Shawn jatuh menghantam lantai beton bersama Rohan.

"AAAAHHHHHKKKK!" pekik Arjoona menarik tubuh Shawn yang lunglai lalu memeluknya.

Andrew berteriak keras hendak meraih tubuh ayahnya yang meluncur ke bawah. Terlihat Ares memegang mati-matian separuh tubuh Andrew agar tak ikut meluncur ke bawah. Dan Aldrich pasti ikut memegang kakinya di pinggir bangunan itu.

"DDDAAAADDD!!!" teriak Andrew terus menjulurkan tangannya dipegangi oleh Ares yang terengah dan ikut menangis menempelkan keningnya pada sisi kepala Andrew. Sementara Aldrich yang memegang pinggang Andrew menundukkan kepala dan terisak karena Andrew telah kehilangan kedua orang tuanya.

***

"Aaahhkk!" isak Aldrich memegang kepalanya mengingat kejadian menyakitkan itu lagi. Ia selalu menangis jika traumanya kembali lagi. Sejak saat itu, Andrew tak kembali dan pergi dari mereka begitu saja. Entah apa Aldrich masih bisa mengatakan jika mereka masih keluarga atau bukan.

Aldrich akhirnya menarik napas panjangnya dan menghela pelan untuk menenangkan diri. Matanya memejam beberapa saat kemudian dan menunduk dengan kedua tangan memegang kedua sisi kepalanya dengan rambut coklat kepirangan.