Chereads / Terperangkap Kebencian Cinta / Chapter 34 - The Threat

Chapter 34 - The Threat

Jika kisah cinta Julius Caesar dan Cleopatra merupakan salah satu kisah cinta yang paling indah dari penguasa terbesar Romawi itu, maka permusuhan Aldrich Caesar dan Chloe Harristian adalah yang terbesar saat ini.

Keduanya terlibat dalam konflik yang melibatkan ego, nafsu, kebencian dan satu rasa lagi yang tak bisa diungkapkan oleh Aldrich. Aldrich menyadari dalam benaknya tapi ia menepis dengan cepat.

"Aku bukan pencuri!" geram Aldrich dengan nada rendah sambil masih menunjuk Chloe yang melotot padanya. Netra mata Aldrich sempat jatuh pada bibir Chloe dan seketika bulu kuduk di balik telinganya meremang.

"Aku akan melaporkanmu jika kamu tidak mau mengaku!" ancam Chloe membalas dan membuat mata Aldrich kembali ke arah sebelumnya yaitu sama-sama menatap mata.

"Kamu mengancamku? Untuk hal yang tidak jelas?" tukas Aldrich sembari memojokkan. Chloe mendengus tak percaya.

"Apanya yang tidak jelas? Kamu menuduhku pembohong dengan mengatakan jika makalahku itu berdasarkan informasi kosong! Lalu kamu menolaknya dengan alasan kamu tidak bisa menerima penjelasan bohong karena aku tidak bisa menemukan jurnal Profesor Garliston! Tapi kamu menggunakan dasar dari jurnal yang sama, Profesor Caesar!" pekik Chloe makin emosi. Rasanya ia sudah tak peduli jika harus dikeluarkan dari kampus jika sudah seperti ini.

"Apa itu namanya? Kamu tidak hanya menyontek tapi juga sudah mencuri karena kamu menggunakan informasi dari makalahku tanpa ijin!"

"Aku tidak menggunakan makalahmu, Nona Harristian! Aku menggunakan dasar teori yang dikeluarkan oleh Profesor Garliston karena aku yang bicara dengannya langsung! Lagi pula jurnal itu memang tak ada di sana karena belum terbukti kebenarannya!" balas Aldrich memberikan alasan panjang lebar untuk mendebat Chloe.

"Tapi kamu menggunakan informasi yang sama, artinya kamu memlagiat, kamu mencuri!"

"Cukup, Chloe Harristian!" bentak Aldrich menunjuk Chloe dengan emosi yang benar-benar luar biasa. Ia mulai terengah menahan diri tak berbuat kasar pada Chloe yang terus menerus mematik batas kesabarannya.

"Aku tidak akan berhenti sampai aku mendapatkan keadilan!"

"Keluar!" usir Aldrich tak mau lagi menghadapi Chloe.

"Tidak! Aku tidak akan keluar! Pria sepertimu tak pantas menyandang gelar Profesor Aldrich Caesar! Kamu cuma seorang pengecut dan pembohong!"

"Cukup, Chloe!"

"Kamu tidak berani mengakui jika aku benar dan kamu salah! Kamu takut kalah, itu sebabnya mengapa kamu mengalihkan makalahku pada Profesor Stanwald! Karena kamu takut menghadapiku!" tunjuk Chloe menyembur marah. Aldrich sudah terengah menahan amarah dan emosinya yang sekarang menyakiti tenggorokannya. Berdebat dengan Chloe benar-benar menguras tenaganya.

"Aku tidak pernah salah dan kamu ..." tunjuk Aldrich dengan mata membelalak marah.

"Kamu tidak seharusnya bersikap seperti ini pada dosenmu! Aku bisa membuatmu tidak lulus dari kampus ini, Harristian! Jangan lupa itu!" Aldrich kembali mengancam Chloe yang diam menggeram menahan amarahnya. Matanya berkaca-kaca dan sebelah tangannya mengepal keras.

"Uh Profesor ..." suara seseorang tiba-tiba terdengar menginterupsi pertengkaran Aldrich dan Chloe yang memang harus dihentikan sebelum terjadi 'pertumpahan darah'.

"Maaf ... uh, apa aku mengganggu?" tanya pria yang baru masuk dan ternyata adalah Dekan.

"Tentu saja tidak, Pak! Mahasiswaku sudah selesai dengan masalahnya!" potong Aldrich menjawab dengan cepat. Chloe langsung mendelik dan mengernyitkan keningnya tak percaya.

"Kita bertemu lagi pada kelas berikutnya, Nona Harristian!" tambah Aldrich lagi mengusir Chloe keluar dari ruangannya. Bukannya keluar, Chloe malah mendekat dan berbisik cukup dekat.

"Kita belum selesai!"

"Sudah! Keluar ... sekarang!" balas Aldrich sama berbisiknya. Chloe menelan ludah dan mengangguk perlahan. Ia akan mundur sekarang namun bukan berarti dia akan kalah. Chloe berbalik pada Dekan dan tersenyum padanya.

"Selamat siang Pak. Selamat siang, Profesor! Aku berharap kita akan bicara lagi!" Chloe menyindir sambil pamit keluar. Setelah ia keluar, Dekan pun menghampiri Aldrich dan bertanya padanya.

"Apa ada masalah, Profesor Caesar?"

"Tidak ada, Pak. Apa yang bisa aku lakukan untukmu?"

Chloe masih tidak puas. Ia belum mendengar kalimat permohonan maaf dan pengakuan dari Aldrich Caesar sama sekali. Jadi begitu ia keluar, Chloe tak segera pulang. Ia menunggui Aldrich sampai bisa berkonfrontasi dengannya lagi.

Sayangnya, Aldrich yang sempat melihat Chloe mondar-mandir di ujung koridor memilih jalan memutar lain agar tak berpapasan dengannya. Ia sedang tak mau bertengkar lagi seperti tadi dan memilih untuk pulang. Kepalanya pusing dan ia butuh tidur lebih awal malam ini.

Aldrich pulang dengan selamat menggunakan mobilnya karena ia tak membawa helikopternya hari ini. Setelah tiba di apartemennya, Aldrich langsung berganti pakaian dan mandi. Ia masih kesal sekaligus marah pada Chloe. Rasanya wajah Chloe seperti menempel di depan wajahnya dan tak mau pergi. Aldrich sampai berkali-kali mengusap wajahnya di bawah guyuran shower dan terengah kesal.

"AAHHH, NENEK SIHIR! Aku membencimu!" geram Aldrich lalu mematikan air yang masih mengucur dengan kasar dan langsung keluar mengambil handuk tanpa memakai apa pun. Ia bahkan tak mau memakai jubah untuk menutupi kemaluannya. Aldrich sedang sangat kesal sampai ia telanjang di depan kaca kamar mandi dengan kening mengernyit kesal dan sebuah handuk melingkar di lehernya.

Bunyi bel di pintu depan membuat Aldrich menoleh dan mendengus. Rasa kesalnya belum habis dan sekarang entah siapa yang sudah mengganggunya. Aldrich lantas mengambil jubah dan sebuah celana pendek. Setelah memakai dan rambutnya masih basah, Aldrich berjalan ke arah pintu dan membukanya. Ia terdiam terpaku melihat seorang gadis yang dikenalnya berdiri di depan pintunya.

Evelyn Roseberg adalah salah seorang mantan 'boneka' yang terakhir bersama Aldrich Caesar. Ia tiba-tiba datang dengan manis dan polosnya berdiri di depan pintu mantan tuannya.

"Profesor?"

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Aldrich dengan nada ketus.

"Aku perlu bicara denganmu." Aldrich menghela napas dan membuka pintu lebih lebar agar gadis itu bisa masuk.

Aldrich tak membenci Evelyn yang sudah meninggalkan perjanjian mereka begitu saja. Ia bahkan masih menghidangkan minuman untuk Evelyn setelah ia duduk di sofa di dekat kamar Aldrich.

"Aku datang ingin meminta bantuanmu, Profesor. Aku tahu hanya kamu yang mau membantuku!" Aldrich duduk di sebelah Evelyn dan tak bicara selain mendengarkan.

"Aku ... ujianku bermasalah dan aku ... aku butuh uang ..." Aldrich kembali menoleh pada Evelyn.

"Aku sudah memberikan uang yang banyak padamu!"

"Aku tahu, tapi itu tidak cukup!" Aldrich mengernyit tak mengerti.

"Evelyn, aku rasa kamu harus mulai menghilangkan kebiasaanmu memakai obat-obatan untuk mengatasi stresmu. Kamu bisa ke rumah sakit ..."

"Itu membutuhkan biaya lebih mahal, Profesor!" rengek Evelyn malah memegang lengan Aldrich bergelayut manja padanya. Sekilas Aldrich memiliki keinginan dan birahi yang sama seperti saat ia bersama Evelyn dulu. Terlebih ia sudah lama tak berhubungan seksual kecuali saat istri Walikota yang terakhir memberikannya pelayanan plus.

"Lalu aku harus bagaimana? Kamu sudah membatalkan perjanjiannya." Evelyn masih bergelayut pada Aldrich dan makin mendekat.

"Aku bisa menjadi bonekamu lagi. Aku akan melayanimu 24 jam jika perlu!"

"Aku bukan monster, Evelyn!"

"Kumohon, Profesor. Aku masih bisa membuatmu bergairah seperti dulu!" desah Evelyn makin dekat dan merayu Aldrich. Aldrich juga ikut mendekat dan mengulum agresif bibir Evelyn terlebih dahulu. Evelyn sudah tahu apa yang harus ia lakukan dan seperti apa Aldrich menyukainya. Ia meraba dan ...

DING ... DONG – bel pintu depan kembali berbunyi. Aldrich benar-benar kesal karena ia sedang panas-panasnya. Dengan kekesalannya, Aldrich meminta Evelyn menunggu sementara ia membuka pintunya untuk melihat siapa lagi yang datang.

Mata Aldrich seperti akan keluar dari tempurungnya saat membuka pintu dan melihat Chloe Harristian berdiri di depan pintu sambil melipat kedua lengannya di dada.

"Apa yang kamu sembunyikan, Profesor Caesar?"