Suara 'klik' terdengar saat Rayhan melepaskan sabuk pengaman dan mematikan mesin mobilnya. Namun, hal itu tidak sama dilakukan oleh sang istri. Nara hanya memandang gedung pusat perbelanjaan dengan kedua bola mata yang tidak berkedip sama sekali. Karena tidak ingin membuang banyak waktu, Rayhan turun tangan guna membuka sabuk pengaman istrinya.
"Ayo turun, jika tidak ingin aku tinggal," ketusnya dan langsung membuka pintu mobil.
Buru-buru Nara memasukkan ponsel dan membawa tasnya menyusul Rayhan. Suaminya itu asal meninggalkan saja, tanpa memberitahu tujuan mereka datang ke sini. Nara sedang menyeimbangkan langkahnya sebelah Rayhan. Keduanya memasuki pintu masuk, dan berjalan ke arah jam satu. Entahlah, Nara masih belum tahu kemana suaminya ini akan membawanya, dia hanya mengikuti langkah sang suami.
Setelah berjalan cukup jauh, rupanya Rayhan membawa Nara menuju tempat menjual pakaian wanita. Nara juga tidak berekspektasi berlebihan, dia hanya berpikir jika Rayhan ingin membelikan sesuatu untuk ibunya. Wajar jika seorang anak melakukannya untuk orang tuanya.
"Pilih baju apapun yang kau inginkan," ucap Rayhan.
Bukannya menjelaskan lebih, laki-laki itu justru mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mengabaikan Nara. Namun, daripada dianggurkan seperti ini, ya sudah dia pergi mencari pakaian yang dia lihat bagus. Toh, Rayhan juga akan lebih fokus pada ponselnya.
Nara kebingungan memilih pakaian yang harus dia beli. Dia memang suka berbelanja, hanya saja ketika dia sedang ingin. Lantas dia mengingat semua pakaian yang tadi pagi dibawa Rayhan dari rumah orang tua Nara. Semua pakaiannya terbilang pakaian yang formal, yang pas dipakai ketika menghadiri acara penting. Sedangkan sekarang, dia sudah tidak bekerja lagi, sudah pasti akan sangat jarang keluar rumah.
Melihat ada dua pakaian berwarna merah muda dan biru muda, Nara mengambil keduanya dan berjalan menuju Rayhan yang ternyata sedang terduduk sembari bermain ponsel. "Mas, menurut Mas Rayhan, yang mana yang cocok untukku?" tanya Nara, mensejajarkan kedua pakaian itu didepan tubuhnya dan memasang senyum merekah menanti jawaban Rayhan.
"Ambil saja keduanya," jawabnya selepas melihat sekilas.
Nara yang masih diposisinya, lantas memutar tubuh dan berjalan ke tempat dia mengambil dua pakaian ini. Wajahnya sedikit tertekuk, lantaran dia sedikit kesal dengan jawaban Rayhan tadi. "Tidak bisa romantis," cicitnya kecil.
Dirinya sudah berada ditempat dia mengambil pakaian ini, sebelum salah satunya dia kembalikan, Nara membentangkan keduanya didepan wajahnya. Maniknya menoleh ke kanan dan kiri. Memilih itu salah satu kegiatan yang sulit, apalagi jika kedua pilihannya memang sangat menarik. Dia sampai menghela nafas panjang, lantaran semakin dibuat bingung dengan pakaian berwarna cantik ini.
"Pilih keduanya saja, kau akan terlihat cantik saat mengenakannya,"
Nafas Nara sempat tercekat dan kedua pundaknya sedikit terangkat, saat mendengar suara sang suami merangsek ke rungunya. Apalagi Rayhan berbicara tepat ditelinga kirinya. Bulu tangan Nara sontak berdiri tanpa izin. Dan saat Nara menoleh, rupanya Rayhan kembali ke tempat dia duduk tadi, dan masih melakukan kegiatan yang sama—fokus dengan ponselnya. Entahlah, Nara tidak tahu apa yang ada dikepala suaminya itu.
Akhirnya, dia mengambil kedua pakaian itu, sesuai dengan ucapan Rayhan tadi. Tidak tahu, apa yang dikatakan suaminya itu tulus atau hanya sekedar menghibur, Nara akan memilih pakaian lagi. Kali ini, dia tidak akan bertanya pada Rayhan. Mana mau Nara mendapatkan jawaban yang sama seperti tadi.
"Baiklah, sudah selesai,"
Sudah dua setengah jam lamanya dia berbelanja, akhirnya Nara menghampiri sang suami untuk menuju kasir. Takjubnya, ketika keduanya sedang berjalan, Rayhan langsung memberikan dompetnya pada Nara. Sudah pasti senyuman Nara semakin berkembang. Sepertinya, Rayhan memang tidak ada niatan untuk melihat tas belanjanya ini. Tidak apa-apa, Nara juga tidak akan mencari perhatiannya.
Pandangan Rayhan terhadap ponselnya langsing terputus, dia terkejut saat mendengar ada suara gebrakan yang dia yakin berasal dari istrinya. Kedua alisnya seketika terangkat, saat Nara meletakkan tas belanja yang berisikan banyak pakaian. Kini dia baru saja menyadari, tak heran jika sejak tadi Nara sama sekali tidak terdengar suaranya, rupanya dia banyak mengambil pakaian. Tidak, Rayhan tidak akan marah. Laki-laki itu tetap membiarkan sang istri membayar semua pakaiannya.
Sekitar ada tiga kantung belanja yang dibawa pulang oleh Nara. Rayhan juga masih tetap diam, bahkan tidak memperhatikan raut wajah senang sang istri ketika melihat semua kantung belanjanya. Bahkan, Rayhan bisa mendengar suara tawa kecil Nara.
"Mas, terimakasih ya," ucapnya bersamaan melingkarkan tangannya pada lengan Rayhan. "Maaf, ngelunjak," tambahnya.
"Katakan saja jika kau menginginkan tempat ini," timpal Rayhan.
-
-
-
Sesampainya di rumah, Nara dan Rayhan keluar bersamaan dari mobil. Baru akan memasuki rumah, keduanya sudah disambut oleh sang ibu dengan senyuman. Secara otomatis, Nara berhenti dihadapan sang ibu mertua.
"Kalian berbelanja?" tanya ibu mertua, selepas melihat Rayhan menaiki tangga menuju kamarnya.
Nara mengangguk beberapa kali, dia kembali melihat kantung belanja yang dibawa. Secara mendadak, timbul rasa menyesal karena mengerjai suaminya sendiri dengan membeli pakaian sebanyak ini. Lantas, dirinya menatap kedua mata ibu mertuanya, dan memasang wajah bersalah.
"Ibu, aku minta maaf, karena membeli pakaian sebanyak ini," ucapnya, dia menggigit bibir bawahnya sebelum kembali berbicara. "Tadi aku sempat kesal dengan Mas Rayhan, karena tidak membantuku memilih pakaian," tambahnya.
Sang ibu mertua malah melambaikan tangan didepan wajah Nara. Wanita paruh baya itu juga nampak menggelengkan kepalanya.
"Tidak perlu meminta maaf. Kau ini istrinya, wajar jika ingin berbelanja,"
Beberapa menit berbincang dengan ibu mertuanya, Nara berjalan menuju kamar. Jantungnya berdegup cukup cepat, apalagi ketika tadi berada didalam mobil dengan keadaan yang hening. Memang, sejak kemarin suasana diantara dirinya dan Rayhan memang selalu hening, hanya saja diselimuti rasa bersalahnya, membuat suasana hening itu terasa beda.
Tangannya sudah membuka kenop pintu kamar, Nara ingin meminta maaf karena perbuatannya ini. Dia segera menutup pintu kamar ketika melihat Rayhan yang sedang membuka bajunya. Nara sampai menutup kedua matanya, lantaran Rayhan pasti menyadari keberadaannya karena pintu yang tertutup cukup keras. Dia hanya berdiri didepan pintu menunggu suaminya selesai mengganti pakaian. Namun, tak lama setelahnya, dia terkejut saat pintu terbuka, menampilkan Rayhan yang sudah mengenakan kaos putih.
"Masuklah," ucapnya singkat dan melesat ke dalam kamar.
Masih dengan perasaan yang sama, langkah Nara perlahan memasuki kamar. Dia meletakkan kantung belanjanya didekat pintu, dan dia terduduk dipinggir ranjang, membelakangi Rayhan.
"Mas," panggilnya. "Aku minta maaf, jika perbuatanku tadi pasti membuatmu kesal," katanya.
Beberapa detik tak ada jawaban dari suaminya, dan Nara memberanikan diri untuk melihat ke arah sang suami. Rupanya, suaminya itu sedang berdiri dan bersandar pada lemari pakaian. Kedua tangannya terlipat didepan dada.
"Tentu saja itu semua tidak gratis," Rayhan berjalan menghampiri Nara. Tanpa seizin Nara, dia langsung mencium labium merah milik istrinya itu.