Nara baru saja menyelesaikan semua cuciannya. Padahal, dia bisa menggunakan jasa cuci pakaian, hanya saja Nara tidak yakin dengan cara mencuci jasa cuci di sana. Setidaknya, dia harus mencari tempat yang bisa mencuci pakaian suaminya tanpa adanya kerusakan. Penampilan sang suami itu harus terlihat sempurna disetiap harinya. Karena itu, dia mencuci pakaiannya pun juga sebelumnya mengenali dulu jenis kain dari pakaian Rayhan.
Dia membawa ember kembali menuju kamar mandi, dan merapikan sisa barang yang masih berantakan dikamar mandi tadi. Selepasnya, Nara berjalan taman belakang guna beristirahat setelah melakukan banyak pekerjaan rumah. Mertuanya sedang tidak ada di rumah, jadi Nara sendiri yang menjaga rumah sebesar ini. Dia sedang menikmati udara segar yang menerbangkan rambutnya. Sedikit demi sedikit, keringatnya mengering dan rasa kantuk juga mulai datang. Ini masih siang, namun karena pekerjaan rumah yang banyak, Nara jadi tidak bisa menahan rasa kantuknya. Tanpa ia inginkan, Nara sudah menutup kedua matanya untuk berada di alam mimpi.
Selang lima belas menit berlalu, kedua mertuanya baru saja memasuki rumah. Terkejut, lantaran seisi rumah ini terlihat rapi dan memiliki aroma yang lembut dan menenangkan. Kedua orang tua itu tersenyum dan merasa senang, mereka sangat yakin jika semua ini adalah pekerjaan Nara, hanya saja ibunda Rayhan kesulitan mencari menantunya ini. Bahkan, sampai mendatangi kamarnya tidak ada siapapun di sana.
Begitu sang ayah berjalan menuju taman belakang, barulah dirinya menyadari adanya menantu yang sedang tertidur di sana. Tak ingin membuat suara gaduh, laki-laki itu berjalan menuju istrinya guna memberitahu letak keberadaan Nara. Barulah, sang istri membuntutinya setelah ditunjukkan oleh suaminya jika Nara sedang tertidur di bangku taman. Wanita itu saja sampai menggeleng, lantaran Nara bekerja seorang diri untuk membersihkan rumah.
Dirinya mengambil ponsel dan mengambil gambar menantunya untuk dikirimkan pada putranya. Mungkin bagi wanita paruh baya itu, ingin menunjukkan pada Rayhan jika pilihan istri untuknya itu tidak salah. Dan setelah mengirimkan gambar itu pada Rayhan, dirinya membangunkan Nara untuk pindah tidur. Kendati sinar mataharinya terhalang kanopi, tetapi tetap saja hawanya lebih panas daripada jika dirinya tidur di dalam kamar.
"Nara," tubuh menantunya itu ditepuk-tepuk pelan hingga terbangun. "Jika lelah, tidurlah di kamar," ucap sang ibu mertua.
Nara terkejut saat melihat kedua mertuanya datang bersama. Dengan cepat dia mengumpulkan kesadaran, berdiri dengan senyuman. Iya, Nara merasakan kepalanya pening, namun sebisa mungkin sedang dia tahan dan berusaha baik-baik saja didepan kedua orang tua Rayhan.
"Maaf, ayah, ibu. Aku ketiduran setelah menjemur pakaian," ucap Nara yang merasa bersalah.
"Tidak, tidak apa-apa, Nara," balas ibunda Rayhan. Tangan menantunya ditarik menuju ke dalam rumah. "Kau sudah bekerja keras membersihkan rumah, ibu minta maaf padamu,"
-
-
-
Semua masakan baru saja selesai diletakkan di atas meja makan. Kepulan asap disetiap masakannya menandakan jika semua makanan itu baru saja selesai dimasak. Apalagi sang suami sebentar lagi akan pulang, pasti menginginkan makanan yang masih hangat. Saat Nara sedang menyiapkan piring kosong, terdengar suara mobil yang memasuki garasi. Itu pasti menang suaminya, segera mungkin Nara menyelesaikan dan menghampiri sang suami.
Penampilan Rayhan sudah berantakan, jas yang ditaruh di lengannya, dasi dan kancing pakaian yang juga sudah tidak sesuai dengan penataannya tadi pagi. Pun kedua mata Rayhan juga sudah terlihat sangat sayu. Untuk meringankannya, Nara mengambil jas Rayhan dan menyuruhnya untuk langsung menuju kamar untuk beristirahat.
"Kemana ayah dan ibu?" tanyanya.
"Masih di dalam kamar. Mungkin sebentar lagi keluar," jawab Nara.
Hanya anggukan yang Nara dapatkan dari sang suami. Tapi tidak apa-apa, wajar jika suaminya ini begitu, pasti kelelahan, ditambah Rayhan ini juga laki-laki yang irit bicara. Nara membuka lemari pakaian untuk mengambilkan handuk baru—handuk sebelumnya sudah dicuci Nara. Dia meletakkan handuk itu pada kasur, sekaligus dengan pakaian ganti sang suami. Lantas dia berniat keluar, namun tangannya ditahan oleh Rayhan.
"Ada apa, mas?" tanya Nara.
Ditatapnya beberapa saat sang istri, sampai akhirnya Rayhan menggeleng bersamaan dengan melepaskan pegangannya dari tangan Nara. Dia tersenyum tipis dan matanya terpejam singkat. "Tidak apa-apa. Nanti saja," jawabnya.
Nara menatap sang suami sebentar, sebelum akhirnya dia keluar dari kamar. Entahlah, Nara sendiri juga tidak tahu apa yang ingin suaminya inginkan. Kakinya baru menginjakkan kaki pada lantai satu, dia sudah melihat sang ibu mertua yang terlihat menuju dapur. Dan anehnya, begitu melihat Nara, wanita itu langsung menariknya menuju dapur. Awalnya, Nara pikir ada sesuatu yang salah dengan apa yang dia lakukan di dapur saat memasak tadi, tapi ternyata malah membicarakan hal lain.
"Bagaimana? Apa semalam kalian melakukannya lagi?" tanya sang ibu.
Nara terdiam beberapa menit, mencerna apa yang ditanyakan oleh ibu mertuanya ini. Tapi, sejak mertuanya ini selesai berbicara, Nara sama sekali tidak mengerti hal yang dimaksud oleh perkataannya. Tadi malam, Rayhan dan Nara sama sekali tidak melakukan apapun selain tidur.
"Maksud ibu bagaimana? Aku tidak mengerti,"
Terdengar helaan nafas berat dari wanita itu, "Bulan madu kalian yang ibu maksud," jelasnya.
Kedua bola mata Nara melebar seketika, alisnya juga terangkat. Matanya mengerjap dua kali dan tertawa kikuk. Sepertinya ada yang harus diluruskan dari ucapan sang ibu. Pasalnya, pembicaraan mereka kala itu berbeda maksud, walaupun pembicaraannya saling menyambung. Lantas Nara memegang kedua tangan sang ibu dengan senyuman lembut.
"Ibu, aku dan Mas Rayhan belum melakukan bulan madu. Kami berdua juga belum mengenal lebih dalam," kali ini Nara menjelaskannya pada ibu mertua.
Ada raut wajah lesu setelah penjelasan Nara lolos begitu saja dari birainya. Bagi Nara, rasanya seperti baru saja menyakiti hati seorang ibu, namun bagaimana lagi, memang Nara menceritakan yang sebenarnya, agar tidak terjadi salah paham lagi.
Detik berikutnya, mendadak wajah ibu mertuanya kembali sumringah dengan senyuman lebar diwajahnya. Tangan sang ibu memegang kedua lengan atas Nara seraya berkata, "Kalau begitu, bagaimana jika ibu carikan tempat bulan madu untuk kalian berdua?" tawar sang ibu.
Aduh, Nara semakin dibuat bingung. Dia saja belum ada pembicaraan seperti ini bersama dengan Rayhan, tapi ibu mertuanya ini justru terlihat lebih bersemangat daripada dirinya dan juga Rayhan sendiri. Nara mendesis lantaran bingung harus menjawab apa kalimat ibu dari suaminya ini. Alih-alih salah menjawab, malah akan membuat wajah lesu sang ibu tercetak kembali.
"Nara, aku ingin susu hangat," perintah Rayhan secara tiba-tiba.
Laki-laki itu baru saja duduk di ruang makan. Tak langsung menyentuh makanannya, Rayhan justru mengeluarkan ponselnya. Nara dan ibu mertuanya langsung bertukar pandang, pembicaraan mereka berdua seketika terhenti, hingga akhirnya Nara bergerak untuk membuatkan minuman yang diminta oleh sang suami.
"Ibu, kita bicara kapan-kapan lagi. Aku takut Mas Rayhan tidak nyaman jika mendengarnya," ucap Nara yang langsung diangguki oleh ibu mertuanya.