Chereads / Housewife / Chapter 11 - Berbicara

Chapter 11 - Berbicara

Nara adalah orang yang terakhir menuju ruang makan. Iya, selesai mengurus semua keinginan sang suami, dia izin pada Rayhan ingin mandi. Tubuhnya sudah terasa lengket dan tidak karuan, mustahil jika dia akan makan malam dengan keadaan yang seperti itu.

Wanita itu duduk tepat disebelah sang suami dengan wajah yang terlihat lebih segar. Nara sempat melirik ke arah piring Rayhan yang masih kosong. Tadinya, ia pikir Rayhan akan mengambil makanannya sendiri. Padahal, kedua orang tuanya saja sudah mulai mengambil lauk pauk yang ada di meja makan. Mungkin, Rayhan juga belum sempat mengambilnya karena masih berkutat dengan ponsel. Pasti ada hubungannya dengan pekerjaannya. Karena itu, tangan Nara langsung mengambilkan porsi nasi dan lauk untuk Rayhan.

Tepat setelah Nara meletakkan makan malamnya untuk suami, Rayhan mematikan ponselnya dan langsung menyantap makanannya. Tentu saja, kedua orang tuanya sampai melihat dengan wajah yang kebingungan. Mereka baru menyadari jika putra satu-satunya itu sudah manja dengan istrinya. Tapi, mereka sangat senang, lantaran Rayhan memiliki tempat untuk bersandar ketika sedang lelah. Ditambah, Nara juga mengerti apa yang harus dia lakukan saat mengurus Rayhan.

Acara makan malam mereka pun dimulai, tak ada suara lain selain dentingan piring dan sendok yang beradu.

"Bagaimana pekerjaanmu?" tanya sang ayah.

"Lancar. Tidak ada masalah,"

Ya seperti itulah Rayhan, dengan ayahnya saja masih menjawab sesingkat itu. Namun, hal itu juga sudah menjadi hal yang biasa di keluarga ini. Ayah dan ibu Rayhan juga sudah tidak heran dengan sifat dan jawaban yang seperti itu. Rayhan cenderung tidak suka berbasa-basi, lebih baik menceritakannya secara langsung pada intinya, daripada berbelit-belit dan memakan banyak waktu. Tidak efektif baginya.

Diwaktu yang sama, ibunya menyenggol pelan kaki sang menantu. Yang dimana membuat Nara langsung menyadari. Dia dan mertuanya saling bertatap pandang. Dilihat dari gerak bibirnya, wanita paruh baya itu berniat untuk membicarakan tentang bulan madu putra dan putrinya. Detik itu juga Nara langsung menggeleng cepat untuk menahan mertuanya.

"Kapan kalian akan memberikan cucu untuk kami?" tanya ibunda Rayhan secara tiba-tiba.

Kunyahan Rayhan sempat terhenti sebentar, kedua bola matanya juga sama sekali tidak bergerak dan memilih untuk fokus pada makanannya. Dia tetap diam dan terus memasukkan makanannya hingga suapan terakhir. Namun, suapan terakhir itu bukan menandakan jika makanannya sudah habis, melainkan masih ada makanan yang tersisa dipiring Rayhan.

"Aku sudah selesai," tandasnya yang langsung meninggalkan ruang makan.

"Semakin dewasa, anak itu semakin banyak diam saja," celetuk sang ayah.

Seketika Nara tertarik dengan apa yang dibicarakan oleh ayah mertuanya. "Apa dulu Mas Rayhan tidak banyak diam seperti ini?" tanya Nara.

Acara makan malam mereka masih berlanjut, walaupun Rayhan sudah tidak bergabung bersama mereka bertiga.

"Sejak dulu, Rayhan itu adalah anak laki-laki yang pendiam dan juga pemalu. Semakin bertambah dewasa, rasa malunya berkurang, namun diamnya semakin bertambah," jelas sang ayah.

"Besok, ketika Rayhan sudah berangkat bekerja, akan ibu tunjukkan foto kecilnya,"

-

-

-

Baru membuka pintu, Nara melihat sang suami yang sedang duduk di tepi ranjang sembari bermain ponsel. Dirinya mendekati sang suami dan mencoba untuk mengajak berbicara. Iya, Nara baru saja teringat jika tadi siang ketika mereka berdua sedang dalam panggilan telepon, Rayhan bilang jika ia ingin berbicara sesuatu.

"Tadi siang, saat ditelepon, Mas Ray bilang ada yang ingin dibicarakan," ucap Nara.

"Mas Ray?" heran Rayhan dengan lirih, lantaran pertama kalinya Nara memanggil dengan tidak lengkap. Namun, Rayhan tidak mempermasalahkan panggilannya, melainkan terfokus pada apa yang ingin dibicarakan.

Entah kenapa, Rayhan jadi tidak memiliki keberanian untuk meminta agar Nara membawakan bekal untuknya. Padahal, hal semacam itu sudah wajar sekali diminta oleh seorang suami. Suaranya benar-benar tertahan didalam tenggorokan, dan sulit untuk mengatakan hal sederhana itu.

"Itu," jedanya, tangannya bergerak acak dan menggaruk kepalanya bagian belakang. "Tadi kemejaku terkena saus dari burger yang aku beli," alibinya.

Nara langsung bangkit dan berjalan menuju pakaian yang terakhir dikenakan sang suami. Dia ingin memeriksa, dan akan cepat merendam pakaiannya agar tidak mengering dan justru membekas pada serat kainnya. Anehnya, saat pulang tadi, kenapa Nara sama sekali tidak melihat adanya noda. Dan setelah diperiksa, memang terdapat noda itu, berada di bagian kancing nomor lima.

Dirinya segera memisahkan antara kemeja dan jas suaminya, berniat membawanya turun menuju kamar mandi, tempat dimana dia mencuci pakaian. Namun, saat dia akan melewati Rayhan, langkah Nara sempat terhenti dan menoleh ke arah sang suami dengan pandangan serta senyuman yang lembut. "Lain kali, jika menginginkan sesuatu, katakan saja. Aku akan melakukannya selama aku bisa," ucapnya dan langsung berlalu keluar kamar.

Saat akan berjalan ke kamar mandi, dia melihat ibu dan ayah mertuanya tengah berada di ruang keluarga, menonton televisi berdua. Mungkin karena melihat Nara yang membawa pakaian Rayhan, membuat ibunda Rayhan bertanya.

"Ada apa dengan pakaiannya?"

Sekilas memperhatikan pakaian Rayhan, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan itu. "Kemeja Mas Rayhan terkena saus," jawabnya. Karena juga tidak ada lanjutan pembicaraan, akhirnya Nara melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.

Dia mengisi salah satu ember dengan air dan juga sabun deterjen, lantas memasukkan pakaian yang tadi ia bawa. Nara juga meletakkan sabun pada noda itu, denga. harapan agar nodanya tidak membekas. Pun tanpa ia sadari, sang suami berdiri di dekat mesin cuci dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Rayhan sedang menunggunya selesai merendam pakaian. Nara tahu jika suaminya itu sedang melihatnya dari belakang, hanya saja Nara memilih untuk membiarkannya dan menunggu apa yang diinginkan oleh sang suami.

Selesai merendam, dirinya langsung bergerak dan menuju kamar. Bukan bermaksud untuk mengabaikan Rayhan, namun suaminya itu hanya berdiam diri dan tidak melakukan apapun. Bahkan, saat dirinya melangkah ke kamar, Rayhan masih mengikutinya. Sebenarnya, ingin sekali Nara tertawa lantaran tingkah suaminya ini, tapi entah kenapa hatinya berkata untuk terus diam dan berjalan masuk kamar.

Nara terduduk didepan meja riasnya, dia merawat wajahnya terlebih dahulu sebelum beranjak ke atas ranjang. Dan dilihat dari cermin, Rayhan itu sesekali memperhatikan Nara. Sampai akhirnya Nara selesai dengan urusan wajahnya, barulah dia mematikan lampu dan berbaring. Sengaja, Nara tertidur dengan posisi membelakangi sang suami.

Sepuluh menit berlalu, tidak ada suara diantara keduanya. Sampai akhirnya, Nara merasakan jika punggungnya diketuk sebanyak dua kali menggunakan jari telunjuk Rayhan. "Sudah tidur atau belum?" tanya Rayhan.

"Belum,"

Nara merasakan saat tangan Rayhan memegang pundaknya dan memutar tubuhnya untuk menghadap ke arahnya.

"Sebenarnya, aku bukan ingin membicarakan tentang kemejaku," Rayhan memberikan jeda pada kalimatnya, ia melihat kedua bola mata Nara yang berbinar—mendapat pantulan cahaya dari luar kamar. Laki-laki itu mendadak gugup hanya untuk memberitahu apa yang dia inginkan. Namun, karena tidak melanjutkan kalimatnya, akhirnya Nara membalikkan tubuhnya lagi, hingga membuat kalimat Rayhan akhirnya lolos. "Aku minta dibawakan bekal," katanya.