Seperti inilah ketika Anna sudah bertindak, baik Farrel maupun Rayhan hanya terdiam. Ditambah, adanya Nara saat ini semakin membuat Rayhan terpatung. Dia sedikit melirik ke arah Nara yang juga terdiam, tangannya berada diatas paha. Kuku jarinya yang cantik dan mengkilap itu saling bertemu.
Disituasi begini malah membingungkan Rayhan, sekaligus dia merasa malu setelah bergulat tidak jelas di lantai dan disaksikan oleh istrinya.
Sedangkan didepan mereka berdua, sepasang suami-istri itu lebih dulu berinteraksi. Tidak, lebih tepatnya adalah sang istri yang banyak berbicara pada suaminya itu. Entahlah, dinamakan apa situasi seperti ini. Namun, baik Anna dan Farrel langsung kembali berbaikan setelah mendengar Anna berceloteh selama beberapa menit. Bahkan, mereka berdua bisa terlihat saling suap.
Makan siang milik Rayhan masih berada didalam tas dan tertutup rapi. Nara melihat kotak bekal itu langsung tergerak untuk mengambilkannya. Pergerakan tangannya pun tidak mulus, rasanya sangat canggung. "Mas, ingin juga disuap..in?" tanyanya dengan suara yang tidak lancar.
Dengan segera Rayhan mengambil bekal makan siangnya ke atas pangkuan. Dia menolaknya, lantaran merasa tidak biasa jika dilakukan. Secara mendadak, suasana di ruangan Rayhan terasa sangat aneh. Farrel dan istrinya yang masih saling suap, Nara dan Rayhan yang sibuk dengan urusan masing-masing.
Gerakan Rayhan terbata-bata saat memasukkan suapan makanannya ke dalam mulut. Dia sempat melirik sang istri melalui ekor matanya, hanya terdiam tanpa melakukan apapun. Lantas bola matanya tergerak melihat pasangan lain yang terlihat nampak tenang. Rayhan berdeham guna mencairkan suasana diantara mereka semua.
"Kalian berdua memang kekanakan,"
Itu adalah kalimat yang diutarakan Anna secara tiba-tiba disaat suasana hening. Dia kembali teringat kejadian beberapa menit lalu, dua orang laki-laki yang memiliki jabatan penting justru bertengkar di atas lantai.
"Sayang," Farrel menyela dengan suara yang sedikit tinggi—terdengar seperti seseorang yang merajuk. "Dia dulu yang melakukannya padaku," adunya sembari menunjuk Rayhan.
Semua pandangan tentu tertuju pada Rayhan, hanya saja dia enggan untuk memberikan tanggapan apapun. Farrel saja yang berlebihan. Disebelahnya, Nara menatapnya tanpa berkedip. Iya, Rayhan tahu apa yang ada di kepala sang istri, pasti percaya dengan ucapan Farrel. Namun, hal itu rupanya tidak sesuai dengan kenyataannya.
"Benar? Mas Ray memulainya lebih dulu?" tanyanya dengan raut wajah yang girang. Terpatri senyuman diwajah Nara. "Aku baru tahu, kamu juga bisa memulai keributan," sambungnya.
Kali ini, semua pandangan langsung terarah pada Nara. Melihat tingkah istrinya seperti itu, membuat Rayhan menarik salah satu sudut bibirnya. Sangat tipis, hingga tidak terlihat jelas jika Rayhan sedang terkesima dengan sang istri. Dia kembali memasukan suapan ke dalam mulutnya.
-
-
-
Jam makan siang baru saja berakhir, Nara juga sedang merapikan kotak bekal bekas makan sang suami tadi. Suaminya tak mengeluarkan sepatah katapun, dan dia berbalik menuju meja kerjanya. Mereka malah terlihat seperti dua orang yang tak saling mengenal. Jika ada orang luar kantor yang melihat, dia akan mengira jika Nara adalah asisten pribadi Rayhan.
Selesai membersihkan, Nara bergerak mendekati sang suami yang memasang wajah serius. Dirinya sempat terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya menyentuh Rayhan dengan jari telunjuknya beberapa kali. Pun sang suami hanya menoleh singkat.
"Mas, aku pulang, ya," pamit Nara.
Kalimatnya itu tak mendapat jawaban apapun dari Rayhan. Karena dia juga tidak mungkin berlama-lama di kantor, akhirnya Nara nekat mengarahkan wajahnya tepat didepan wajah Rayhan—membelakangi layar komputer. Dia membuat wajah gemas untuk menarik perhatian suami yang super cuek ini. Jika tidak begini, bisa sampai malam Nara diabaikan dan tidak bisa pulang.
Beruntung Rayhan langsung melihatnya, membuat Nara tersenyum hingga pipinya semakin tembam. Dirinya berdiri tegak dengan kedua tangan yang berada didepan tubuh membawa kantung berisikan kotak bekal tadi. Namun, tatapan Rayhan padanya itu tidak berlangsung lama, dia hanya mengangguk sebanyak dua kali dan kembali melihat komputernya. Akhirnya, Nara bergerak keluar ruangan untuk pulang.
Baru beberapa menit sang istri pulang, Rayhan sudah bergerak acak diatas kursi kerjanya. Bahkan, dia sampai memutar kursinya tiga ratus enam puluh derajat. Helaan nafasnya terbuang begitu saja, kepulangan sang istri justru membuat perbedaan yang kentara. Dan saat Rayhan melihat tempat dimana dia makan tadi, kedua matanya langsung terpusat pada benda diatas sofa. Gawai milik istrinya tertinggal.
Sejenak meninggalkan kursi kerjanya, Rayhan bergerak menuju sofa dan mengambil ponsel milik Nara. Ah, percuma juga jika dia mengejar istrinya untuk memberikan ponsel ini, bisa saja Nara sudah pergi dari kantornya. Lantas, Rayhan kembali duduk pada kursinya, mengamati ponsel Nara dari layar depan hingga bagian belakangnya. Tidak tahu kenapa, timbul rasa penasaran terhadap ponsel pintar itu. Dirinya berpikir sejenak sembari menatap ponsel sang istri, tangannya sedikit gatal untuk membuka isinya.
Beberapa detik terdiam, Rayhan menggelengkan kepalanya dan menaruh ponsel sang istri dekat dengan ponselnya agar dia tidak lupa saat membawanya pulang nanti. Tapi, selesai meneguk minuman di mejanya, buru-buru Rayhan mengambil kembali ponsel Nara.
"Aku suaminya. Tidak masalah jika melihat ponsel istriku sendiri," gumamnya.
Akhirnya Rayhan memberanikan diri untuk membuka ponsel istrinya. Bibirnya sampai berbentuk lingkaran saat ponsel Nara tidak diberi kata sandi. Tanpa ragu, Rayhan mulai berjelajah isi ponsel Nara. Dan yang pertama dia buka adalah galeri. Rasanya, Rayhan ingin mengetahui bagaimana isi galeri istrinya. Biasanya, perempuan akan menyimpan banyak fotonya.
Namun, hal itu tidak berlaku pada Nara. Pada kenyataannya, Nara sama sekali tidak memiliki banyak foto digaleri. Paling banyak juga foto pernikahan mereka. Rayhan sampai memiringkan sedikit kepalanya, alisnya juga berkerut merasa bingung dengan Nara. Padahal, sebelumnya Rayhan memasang ekspektasi yang kebalikannya dari kenyataan ini. Pantas saja, selama di rumah Rayhan tidak pernah melihat Nara bergaya untuk mengambil wajahnya sendiri. Dia terlalu sibuk mengurusi suaminya.
Selanjutnya, Rayhan membuka isi pesan istrinya. Dia penasaran dengan siapa saja Nara berhubungan. Sebenarnya, Rayhan juga tahu jika ini mungkin salah, karena membuka ponsel seseorang tanpa seizin pemiliknya. Toh, Rayhan juga tidak akan lama melihat isi ponsel sang istri. Teman-teman yang menghubungi istrinya juga kebanyakan para wanita. Memang Nara pasti tidak akan berbuat sesuatu diatas pernikahan mereka berdua. Pun Rayhan tersenyum sebelum meletakkan ponsel sang istri, berniat kembali fokus pada pekerjaannya. Sayangnya, beberapa detik setelah ponsel diletakkan, ponsel Nara berbunyi, ada panggilan telepon dari seseorang. Rayhan kembali mengerutkan alisnya dan menatap nama yang tertera. Dia tidak ingin berpikiran yang tidak-tidak, namun sebelum nomor itu mencoba menghubungi istrinya untuk yang kedua kalinya. Seorang laki-laki yang tidak dia kenal tengah mencoba menghubungi Nara.
"Siapa dia?" tanya Rayhan pada dirinya sendiri.