Chereads / Housewife / Chapter 8 - Pagi yang Padat

Chapter 8 - Pagi yang Padat

Keluar dari kamar mandi, Rayhan langsung disuguhkan dengan semua perlengkapannya. Mulai dari pakaian, aksesoris yang akan dia pakai, sampai sepatu yang lengkap dengan sepasang kaos kakinya. Handuk yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya, langsung dikalungkan begitu saja. Rayhan memeriksanya kembali, dan ia juga merasa puas sampai memasang senyum tipis.

Laki-laki itu langsung mengenakan pakaiannya. Disaat dirinya sedang mengancingkan kemeja putihnya, tiba-tiba pintu terbuka menampilkan Nara yang memberitahu jika sarapan sudah siap. Keduanya saling tatap, dengan Nara yang bingung ketika melihat suaminya mengancingkan pakaian. Sedangkan Rayhan yang juga bingung lantaran melihat istrinya yang kebingungan.

"Apa ada yang dibutuhkan lagi?" tanya Nara.

"Tidak," jawab Rayhan.

Nara mengangguk kecil dan menutup pintu kamarnya. Namun, baru beberapa detik tertutup, pintu itu kembali terbuka dan Nara langsung berjalan menuju suaminya. Kedua tangannya langsung mengambil alih kegiatan suaminya tadi—mengancing pakaian. Tersisa tiga kancing yang belum tertutup. Nara juga sama sekali tidak menatap manik sang suami dan hanya terus melakukan apa yang menjadi tugas seorang istri.

Rayhan yang mendadak terkejut pun langsung menjauhkan tangannya dari kancing pakaiannya. Dia memberikan kesempatan pada sang istri—walaupun pada dasarnya dia juga bisa melakukannya sendiri. Matanya terus menatap Nara, kendati tidak dibalas tatapannya, Rayhan juga tidak akan mengharapkan sesuatu yang belum tentu bisa terwujudkan dengan mudah.

Selesai mengancingkan, Nara langsung merapikan lengan pakaian sang suami, karena tadi sempat dilipat sebatas siku. Memang terlihat sedikit kusut, tapi itu semua bisa Nara atasi dengan baik. Lantas dia juga mengikatkan dasi pada kerah kemeja suaminya itu. Dengan telaten dia melakukan pekerjaannya sebagai seorang istri.

"Terimakasih," ucap Rayhan begitu Nara selesai mengurusi dirinya.

Akhirnya, keduanya keluar kamar bersama. Tadi Nara masak seorang diri, lantaran ingat jika Rayhan akan berangkat pagi. Tentu saja belum ada siapapun selain dirinya yang berada di dapur. Namun, begitu mereka berdua sedang menuju ruang makan, rupanya ada sang ibu yang sedang menuangkan air minum. Wanita itu tersenyum kearah Nara dan Rayhan.

"Pagi sekali kau memasak sebanyak ini," ucap ibunda Rayhan saat melihat meja makan yang sudah penuh akan makanan.

"Iya, ibu," timpal Nara sembari mengambilkan makanan untuk sang suami. "Mas Rayhan hari ini berangkat pagi, jadi aku buat banyak saja. Agar ibu juga tidak perlu memasak lagi," tambahnya.

Wanita itu berjalan kembali ke kamarnya dengan membawa segelas air, membiarkan anak dan menantunya berdua. Lagipula, masih ada rasa mengantuk dan lelah setelah acara pernikahan yang padahal juga sudah selesai sejak dua hari lalu.

Di ruang makan, tak ada satupun dari mereka berdua yang membuka suara. Baik Nara ataupun Rayhan, mereka terfokus dengan apa yang mereka lihat saat ini. Rayhan yang sedang melihat makanannya, dan Nara sedang melihat orang yang sedang memakan sarapannya. Melihat setengah dari makanan Rayhan sudah habis, Nara mengambilkan minum untuk sang suami—ia sempat lupa karena terlalu lama memandang Rayhan.

"Nanti mau minta dimasakkan apa?" tanya Nara tiba-tiba.

"Apa saja," ucap Rayhan tanpa melihat wajah sang istri.

-

-

-

Mobil sedan berwarna hitam baru saja berhenti ditempat biasa terparkir. Rayhan mengambil ponsel dan tasnya sebelum keluar dari mobil. Kantornya ini masih terlihat cukup sepi. Alasannya datang lebih pagi seperti ini adalah karena Rayhan ingin menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai. Sebenarnya, kemarin Rayhan sedang mengerjakannya, namun Nara datang dan menunjukkan isi pesan dari temannya itu. Ingin melanjutkan pekerjaannya, sayangnya wajah dan suasana hati Nara justru membuatnya semakin tidak fokus. Karena itu semua pekerjaan ia alihkan untuk dikerjakan pagi ini.

Memasuki lobi dan berjalan menuju lift, dia bertemu dengan sahabatnya. Farrel. Dilihat dari penampilannya, sahabatnya itu tampak tidak baik-baik saja. Dia berdiri di samping Rayhan dengan tatapan kosong, kedua matanya juga terlihat gelap. Rayhan memang merasa ada yang aneh dari sahabatnya itu, hanya saja dia enggan untuk bertanya. Karena dia tidak ada hubungannya dengan apa yang sedang terjadi pada Farrel.

"Semalaman aku tidak bisa tidur," ucap Farrel secara tiba-tiba.

Rayhan mendengarnya, namun dia tetap abai dan tetap menghadap depan.

"Sejak tadi malam, istriku memarahiku tanpa sebab. Bahkan, aku tidak diizinkan untuk tidur di kamar. Kamar kami kosong semalaman, dan dia memilih untuk tidur di kamar anak kami. Apa kau tahu kenapa dia seperti itu padaku?"

Kali ini bola mata Rayhan bergerak melirik ke arah Farrel yang sedang mencurahkan isi hatinya itu. Lagipula, pertanyaan Farrel itu dilontarkan pada orang yang salah. Dibandingkan Rayhan, Farrel sudah menikah tiga tahun lebih dulu.

"Mana aku tahu. Pernikahanku saja baru berumur dua hari," jawab Rayhan.

Pintu lift terbuka, namun Farrel tidak keluar dari lift itu. Sampai-sampai membuat Rayhan juga harus mendorong sahabatnya. "Sadarlah, atau jabatanmu aku turunkan," ucap Rayhan lagi.

Tak ada respon apapun dari Farrel selain helaan nafas kepasrahan. Rayhan sendiri juga tidak peduli dan kembali menunggu didalam lift, hingga tiba pada lantai dimana ruangannya berada. Melihat jam pada arlojinya, dan memperkirakan waktu yang akan dia butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan sebelum jam kantor dimulai. Iya, Rayhan ingin memiliki waktu santai sebentar saja, sebelum nantinya akan ada pekerjaan lagi. Mengurus dokumen itu bukan perkara yang mudah, dan memerlukan banyak energi juga untuk menyelesaikan.

Sampai pada ruangannya, Rayhan segera meletakkan tas dimeja dan duduk pada kursi kerjanya, menyandarkan diri sebelum nantinya kedua tangannya akan memegang pulpen dan juga dokumen. Tepat setelah menghela nafasnya, barulah Rayhan memulai pekerjaannya. Pokoknya, selama dia berkerja, jangan sampai ada orang yang mengganggu fokusnya. Rayhan sangat tidak suka diganggu dengan sesuatu yang tidak penting, bahkan tak tanggung-tanggung jika dirinya akan memberikan tatapan yang tidak mengenakan.

Jam kantor itu dimulai pukul delapan, dan Rayhan berhasil mengerjakan pekerjaannya pada tiga puluh menit sebelum jam kantor mulai. Dia melepaskan jasnya, melipat lengan pakaiannya sebatas siku, serta membuka dua kancing teratas setelah mengendurkan dasinya. Dia memijat pelipis dan leher belakangnya sendiri. Dia juga memijat tangan kirinya yang tidak banyak bergerak ketika sedang mengerjakan dokumen. Tangan kirinya ini juga terasa pegal dengan penyebab lain, yaitu istrinya sendiri.

Semalam, Nara itu mengejutkan Rayhan. Istrinya itu tidur dengan memeluknya. Entah alasannya apa, namun Rayhan menduga jika Nara merasa senang karena izinnya kemarin sore. Tangan kirinya ia gunakan sebagai bantalan kepala Nara, karena ia melihat jika posisi tidur Nara lebih rendah darinya. Wajah sang istri berada tepat di dadanya. Rayhan juga tidak tahu, apa Nara sadar dengan yang dilakukannya atau tidak. Dia akan meminta OB untuk membuatkan minuman untuknya, agar Rayhan juga tidak mengantuk saat bekerja.