Chereads / Housewife / Chapter 7 - Gugup

Chapter 7 - Gugup

Hanya langit-langit kamar yang Nara lihat pertama kali saat membuka kedua matanya. Nara sama sekali tidak ingat kapan dia tertidur di kamar ini. Namun, saat mencoba mengingat aktivitasnya selesai dari pusat perbelanjaan, kedua alisnya mendadak terangkat, pun bibirnya juga sedikit terbuka. Detik itu juga, Nara serasa ingin menghilangkan ingatannya.

"Apa ciuman kami cukup lama?" tanya Nara pada dirinya sendiri.

Disisi kanan ranjangnya, sama sekali tak ada sang suami disana. Nara melihat jam yang berada di atas meja, kedua matanya semakin terbuka lebar saat melihat waktu yang sudah kelewat dari siang. Seharusnya, dia membuatkan makan siang untuk suaminya. Buru-buru dia mengganti pakaian dan berjalan keluar kamar menuju dapur. Baru setengah anak tangga, dia tidak melihat siapapun di lantai satu. Akhirnya, Nara berjalan ke dapur, hanya ada ibu mertuanya yang sedang mencuci piring.

"Ibu, kemana Mas Rayhan dan ayah?" tanya Nara.

Sembari membilas sabun, wanita itu menunjuk taman belakang menggunakan dagunya. "Mereka sedang mengobrol di taman belakang," jawabnya. Melihat menantunya ini terdiam, menyuruh Nara untuk makan siang terlebih dahulu. Ya, hanya dia yang belum makan siang. "Ayo, akan ibu temani makan siang," ucap sang ibu bersamaan dengan kegiatannya yang sudah selesai mencuci piring.

Nara sendiri menuruti apa yang dititahkan oleh ibu mertuanya. Dia duduk di kursi dan mengambil porsi makanannya sendiri. Suapan demi suapan sudah ia lakukan. Sebenarnya, jika bersama ibunya Rayhan, Nara sudah tidak merasa canggung lagi. Sebelum menikah, ibu mertuanya ini sering mengajaknya pergi berbelanja bersama. Apalagi saat persiapan pernikahan mereka, dibandingkan dengan dirinya dan Rayhan, ibu mertuanya justru lebih banyak ambil alih semua persiapannya.

"Apa sakit?"

Kunyahan Nara seketika berhenti, dia sedikit bingung dengan pertanyaan dadakan ibu mertuanya ini.

"Maksud ibu, yang Rayhan lakukan tadi bersamamu," kata ibu mertuanya lagi.

Tak membutuhkan waktu lama, Nara tersadar dengan maksud kalimat ibu mertuanya ini. Dikepalanya, dia menerka jika Rayhan pasti menceritakan tentang ciuman mereka berdua tadi siang. Tapi, yang membuatnya bingung, kenapa hal seperti ini justru diceritakan oleh Rayhan? Padahal, suaminya itu adalah laki-laki yang cuek dan irit bicara.

"S-sedikit. Mas Rayhan melakukannya sedikit brutal," jawab Nara.

"Tidak apa-apa. Sebentar lagi juga tidak akan sakit," timpal ibu mertuanya.

Iya benar. Memang sebenarnya, pemikiran keduanya ini berbeda. Namun, karena konteksnya sama yang membuat pembicaraan mereka terasa menyambung.

Selesai makan siang, Nara berdiri beberapa meter dari dua orang laki-laki. Dilihat dari jarak kejauhan, ayah mertuanya sedang duduk sembari melihat Rayhan yang tengah membersihkan tanaman milik ayah dan ibunya. Tidak ada pembicaraan yang bisa ia dengar dari jarak sejauh ini, yang ada malah dirinya dan juga Rayhan tidak sengaja saling bertatapan. Dengan secepat mungkin Nara memutus pandangan mereka lebih dulu dan memutar tubuhnya.

"Ayah, kalau begitu kita lanjut kapan-kapan lagi," ucap Rayhan yang langsung beranjak meninggalkan ayahnya sendirian. Laki-laki itu berjalan mendekat ke arah Nara yang bersembunyi dibalik dinding. Tanpa menghentikan langkahnya, dia meminta dibuatkan minuman oleh sang istri.

-

-

-

Setibanya dikamar, Nara meletakkan minuman yang diminta oleh Rayhan itu diatas meja. Suaminya hanya menatap setiap pergerakannya yang mendadak tidak jelas. Pasalnya, tatapan Rayhan terlalu dalam untuk melihat tingkah Nara yang tidak jelas seperti ini.

"Kau kesal karena kucium?" tanya Rayhan. Tangan yang tadi terlipat dia lepas begitu saja, dan berjalan mendekati Nara. "Atau kau mencariku karena tidak melihatku ketika kau terbangun?"

"Tidak keduanya," jawab Nara dengan berani.

Tepat jawaban itu diutarakan oleh Nara, terdengar suara Rayhan yang sedang menyeruput minuman buatan sang istri.

"Kau tidak perlu gugup begitu," Rayhan duduk di kursi kerjanya, membuka dokumen pekerjaannya. "Hal seperti itu biasa dilakukan suami pada istrinya," pungkasnya.

Hal apa? Membayar kesalahan atau mencium?—batin Nara.

Melihat tempat tidur yang ia duduki saat ini berantakan, Nara langsung bangkit dan membereskan barang berantakan ini. Pasti suaminya juga tidak nyaman melihat pemandangan yang tidak enak ketika sedang bekerja. Sekaligus mengalihkan pikirannya.

Saat sedang melakukan pekerjaannya, Nara mendengar ponselnya berdenting. Sejenak menghentikan pekerjaannya dan mengambil pibsel yang terletak di atas meja. Kedua obsidiannya bergerak membaca isi pesan dari temannya itu. Lantas pandangannya beralih pada suaminya yang nampak masih mengerjakan sesuatu. Nara mengigit ibu jarinya disertai wajah bingungnya, dirinya ragu untuk berbicara dengan Rayhan. Namun, jika dia tidak berbicara, maka Rayhan bisa jadi akan tidak senang dengan cara seperti itu.

Pun Nara akhirnya berjalan dan berdiri tepat disebelah meja kerja sang suami. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Nara langsung menunjukkan pesan yang ia dapat dari temannya itu. Rayhan langsung menutup pekerjaannya, dan mengambil alih ponsel Nara guna membaca pesan itu.

"Aku memberikan izin, tapi jangan bertepatan dengan kepindahan kita," ucap Rayhan.

Senyuman merekah hadir diwajah Nara. Dia berterimakasih pada Rayhan karena masih memberikan izin untuknya bertemu dengan teman-temannya. Dirinya mengambil ponselnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai. Sedangkan Rayhan, dia melihat tubuh isitrinya dari belakang. Tangan kanannya ia gunakan sebagai penumpu kepalanya. Saat ia melihat Nara sedang duduk dipinggir ranjang guna membalas, Rayhan bangkit dari kursinya dan berjalan keluar kamar.

Langkahnya melewati Nara, dengan begitu saja tangan kirinya bergerak ke pucuk kepala Nara memberikan usapan lembut seraya berkata, "Tolong siapkan pakaianku, aku ingin mandi setelah menemui ibu," kata Rayhan bersamaan menutup pintu kamar.

Tanpa mengulur waktu, Nara bergerak menuju lemari untuk mengambilkan pakaian untuk Rayhan. Sore ini dia terlampau senang, karena pada akhirnya dia bisa bertemu dan menggunakan banyak waktunya bersama teman-temannya.

Selang beberapa menit, akhirnya Rayhan kembali masuk ke dalam kamar. Dia masih melihat Nara yang tersenyum sembari memegang ponsel. Sepertinya, kehadirannya ini sama sekali tidak disadari oleh sang istri. Dia hanya berdiri dan tatapannya beralih pada jari manis Nara yang tersematkan cicin pernikahan mereka. Masih ada rasa sedikit tidak menyangka, jika hidupnya kini sudah berjalan bersama dengan anak perempuan dari keluarga lain.

"Ehem," Rayhan berdeham guna mengalihkan perhatian Nara dari ponselnya.

Nara sendiri juga terkejut, buru-buru dia meletakkan ponsel dan memberikan pakaian yang sejak tadi dia pangku. "Ini pakaiannya," ucapnya.

"Terimakasih,"

Nara mengangguk kecil, setelah itu dia bergerak keluar kamar. "Aku akan membantu ibu, jika membutuhkan sesuatu panggil saja," katanya sebelum mendapat anggukan dari sang suami.

Rayhan menatap pakaian yang ia berikan. Tak ada yang dipikirkan olehnya, karena memang baru menyadari jika setelah menikah Rayhan menjadi lebih mudah mempersiapkan segala sesuatunya. Pun beberapa detik setelahnya, laki-laki itu bergerak menuju kamar mandi.