Chereads / Housewife / Chapter 45 - Menyapa Tetangga

Chapter 45 - Menyapa Tetangga

Tidak menutup kemungkinan seseorang tak memiliki aktivitas apapun dihari libur. Salah satunya yang dilakukan Rayhan ketika menyelesaikan sarapannya. Hanya duduk di ruang tamu dengan tungkai yang saling bertumpu, menatap teras rumah dari pintu yang terbuka. Terlalu banyak tidur juga membuat kepalanya terasa semakin pening dan berat. Ingin sedikit berolahraga pun, Rayhan tidak memiliki tenaga yang cukup untuk melakukannya. Tak dapat dipungkiri, daksanya tak dibuat bergerak sekadar untuk melakukan peregangan, lantaran dia terlalu tenggelam dalam jadwal.

Tangan kanannya bergerak guna memijat tengkuk lehernya, kedua matanya terpejam serta meringis saat terkena bagian yang paling membuat lehernya terasa pegal. Sampai tak menyadari saat Nara berjalan mendekat ke arahnya dengan tangan yang membawa segelas minuman dingin. Pasalnya, siang ini hawa panasnya sangat menyengat.

Bersamaan dengan suara dentingan yang mengudara, sosok sang istri yang terduduk di sebelahnya membuat Rayhan menoleh singkat sebelum kembali menatap teras rumah. Laki-laki itu nampak terdiam dengan kedua tangan yang ia letakkan pada lengan kursi. Tak ada satupun dari keduanya yang mengeluarkan suara, memilih saling diam dan bermain dengan pikiran masing-masing.

Kegiatan itu berlangsung sampai hampir sepuluh menit lamanya, sampai pada akhirnya suara Nara membuyarkan pikirannya. Dirasakan genggaman erat tangan sang istri, menambah kedamaian dalam batin Rayhan. "Mas, tidak lelah?" tanya Nara.

Rayhan menggeleng kecil, "Tidak," lantas wajahnya menatap lekat sang istri sebelum kembali bersuara. "Jika kupikir, kau justru yang lebih lelah. Selalu mengerjakan pekerjaan rumah sendirian," tuturnya.

"Aku baik-baik saja,"

Kendati Nara mengatakan hal serupa, Rayhan tetap tak menganggap jika pekerjaan rumah adalah pekerjaan yang mudah. Dirinya saja yang hanya duduk menghadap banyak lembaran berkas bisa merasa energinya terkuras habis, apalagi Nara yang harus bergerak kesana-kemari untuk menghilangkan setiap titik debu.

Rayhan perhatikan lamat-lamat, tangan kanan Nara bergerak pada perutnya. Tidak, lebih tepatnya ia tengah menarik pakaiannya menghindari perut. Bahkan, saat Nara terlihat nampak menyadari tatapan Rayhan, wanita itu memundurkan tubuhnya agar dapat bersandar seraya membenarkan pakaiannya agar tidak terlalu menempel pada perutnya. Tentu saja hal itu mengundang pertanyaan untuk Rayhan.

"Sedang datang bulan?"

Kedua alis Nara tampak naik bersamaan, ia menggeleng cepat dengan wajah datarnya. Menghindari tatapan Rayhan saat pandangan keduanya bersirobok. Sangat kentara jika Nara terus membuang wajahnya bersamaan mengulum bibir.

"Katakan, ada masalah apa?"

Obsidian Nara tersorot pada sang suami, dia melihat tatapan itu mengartikan jika dirinya akan baik-baik saja jika menceritakannya. Sepuluh jari wanita itu tengah beradu di atas pahanya, "Aku minta maaf, karena aku belum melakukan olahraga lagi untuk menjaga bentuk tubuhku," Nara menggigit bibir bawahnya, pandangannya kembali tertunduk. "Aku.. takut jika tidak menarik lagi untukmu," pungkasnya.

Tak ada suara apapun dari suaminya, yang mana malah menimbulkan rasa khawatir jika ucapannya benar. Namun, tak lama respon Rayhan setelahnya justru mengejutkan dirinya.

"Yang kau rasakan, sama seperti yang aku rasakan," jawabnya disertai dengan senyuman tipis. "Kalau begitu, akhir pekan kita olahraga bersama," ajaknya.

-

-

-

Menjelang sore, ada niatan untuk Nara keluar dari rumahnya hanya untuk sekedar menghirup udara sore. Jarang sekali dia melakukan ini, lantaran dirinya biasanya tidak memiliki kegiatan yang bisa dilakukan di luar rumah—meskipun saat ini Nara juga tidak memiliki kegiatan apa-apa.

Sedikit melakukan peregangan tangan dan kaki, Nara hampir terlonjak ketika merasakan perutnya dilingkari oleh sepasang tangan kekar berurat. Menutupi bagian perutnya lantaran kaosnya yang terangkat. Secara otomatis tangan pualam itu berada di atas tangan Rayhan.

"Jangan pamer," ucap Rayhan singkat.

"Tidak akan ada yang melihat. Kalaupun berani melihat, mereka tidak akan berani karena tubuhmu sebanding dengan banteng," balas Nara.

Keduanya terkekeh bersama dengan posisi Rayhan masih melingkar nyaman di perut Nara. Tak lama, keduanya menoleh serentak ketika tetangga sebelah memanggil nama Nara. Iya, itu tetangga yang juga pengantin baru. Berdiri di depan gerbang menatap pasangan ini dengan tatapan menggoda, bahkan ia sampai berdeham.

Nara lebih dulu membawa langkahnya ke sana, barulah Rayhan menyusul sang istri di belakangnya. Keduanya masih mendapat kalimat godaan dari tetangganya ini sebelum Nara menghentikannya. "Tumben sekali datang, ada apa?" tanya Nara.

Tepat setelah pertanyaan itu keluar dari mulut Nara, suami dari tetangganya turut menghampiri ketiganya. Kedua laki-laki yang berahadapan itu saling melempar senyum, kendati terhalang oleh pagar besi. Ini adalah kali pertama untuk oara suami bertatap wajah secara langsung semenjakn pindah. Semua disebabkan karena jadwal para suami yang padat, membuat mereka hampir tidak pernah berinteraksi.

"Ini, aku membawakan makanan asli dari daerah suami untuk kalian," katanya saat menyerahkan paper bag berwarna merah muda.

Nara menerima dengan penuh kebahagiaan, lantaran tetangganya yang ini sangat ramah terhadap dirinya. Mungkin, bisa dikatakan jika mereka terlihat seperti dua orang yang bersahabat lama. Memang tak salah saat Nara membagikan kue sebagai tanda perkenalan mereka kala itu. Saat kedua wanita itu tengah berbincang singkat, pandangan mereka langsung teralihkan pada suami yang mendadak membuka suaranya. Itupun Rayhan yang memulai.

"Kau bekerja dimana?" tanya Rayhan—mereka berdua memiliki usia yang sama, karena itu Rayhan berbicara santai dengan tetangganya.

"Cooper Company. Perusahaan yang berjalan dibidang makanan," jawab laki-laki itu.

"Cooper?" tanya Rayhan guna memastikan, dan langsung dijawab dengan anggukan beberapa kali. "Sepertinya aku tahu perusahaan itu," tambahnya.

Perbincangan mereka berlanjut hingga pasangan dari rumah sebelah memilih untuk menyudahinya lantaran masih memiliki urusan lain yang harus dilakukan. Begitu pula dengan Rayhan yang langsung berjalan masuk ke dalam rumah dengan wajah datar. Duduk pada salah satu anak tangga dengan rahang yang menegas. Kedua alisnya bertaut, sesekali membuang nafas beratnya.

Tidak tahu kenapa, tampang laki-laki itu seketika berubah dalam hitungan detik setelah mereka selesai bertemu dengan tetangga. Dan itu menarik perhatian Nara yang berjalan menghampiri sang suami setelah meletakkan makanan pemberian tetangga. Pribadinya terduduk dengan wajah penuh rasa penasaran, lantaran Rayhan yang mendadak terdiam panjang.

"Mas, apa ada sesuatu yang terjadi?"

Masih memilih untuk terdiam, Rayhan sekilas menoleh ke arah Nara yang tengah menatapnya. Ia dapat melihat raut kekhawatiran sang istri terhadapnya. Hingga detik berikutnya Rayhan mengubah air mukanya. Dia tersenyum seraya membawa sang istri masuk ke dalam dekapannya. Rayhan memilih untuk bungkam dan tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Ia rasa, itu hanya akan mengganggu hubungan Nara dengan tetangganya. Biarlah dia yang mengurus semua masalahnya.

"Aku tidak apa-apa. Kepalaku hanya sedikit pusing karena terlalu lama berdiri," alibinya.

Dia merasakan adanya pergerakan dari kepala Nara yang mengangguk di dadanya. Dari atas kepala sang istri, dirinya memicingkan mata dengan pikiran yang terus berputar.

Cooper Company adalah perusahaan yang hampir membuat perusahaanku hancur—batinnya.