Di sebuah kamar dengan nuansa bulan madu yang kuat itu menjadi tempat peristirahatan Nara dan Rayhan selama satu minggu ke depan. Senang rasanya karena tidak salah memilih hotel, sangat nyaman untuk menikmati waktu berdua. Rayhan masih berbaring di atas ranjang, menunggu Nara selesai dari kamar mandi. Laki-laki itu secara mendadak bangkit dari ranjang dan berjalan menuju koper guna mencari vitamin yang ia masukkan.
Rayhan berjongkok saat membuka koper, entah kenapa ia mendadak membatalkan mencari vitamin itu setelah melihat pakaian Nara. Sempat menoleh ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat, Rayhan berniat untuk mencari lingerie Nara. Dia mencari perlahan, agar tidak ada pakaian yang tampak berantakan, karena baginya pakaian itu menjadi sesuatu bagian yang penting dalam bulan madu mereka ini. Sayangnya, setelah beberapa menit ia mencari, Rayhan tidak menemukannya.
Bersamaan dengan suara pintu kamar mandi yang terbuka, Rayhan kembali mencari vitaminnya. Namun, ia terkejut saat melihat vitaminnya berada di dalam tempat yang sama dengan satu kotak pengaman. Bukan Rayhan yang membawa pengaman itu, pasti Nara sendiri yang meletakkannya. "Aneh, dia tidak membawa lingerie, tapi membawa pengaman," katanya sangat lirih.
"Sedang apa, mas?" tanya Nara.
Ia menoleh ke arah sang istri yang tengah mengeringkan rambut menggunakan handuk, berjalan mendekati Rayhan yang masih berjongkok di samping koper. Dengan cepat Rayhan menutup kembali koper itu dan menunjukkan vitamin yang sudah berada di tangannya. Saat meminum vitaminnya, Nara memberikan handuk dan berkata ingin berjalan-jalan. Tanpa kalimat apapun, Rayhan hanya mengangguk beberapa kali untuk mengiyakan keinginan sang istri.
Tepat setelah Rayhan meminum vitaminnya, ia berjalan menuju kamar mandi, namun langkahnya terhenti. "Untuk apa membawa pengaman?" tanyanya dengan kepala yang melihat ke arah istrinya.
"Untuk berjaga-jaga jika Mas Ray membutuhkannya," jawab Nara dengan lugu.
Bagaimana Rayhan tak dibuat kebingungan, jawaban istrinya saja begitu. Rasanya Rayhan ingin menepuk dan membenturkan dahinya ke dinding. Handuk yang tadi ia bawa, sengaja di lempar ke kasur, menarik lengan sang istri agar berdiri di hadapannya. Dia menatap lekat manik Nara yang berbinar dan memegang kedua pipi sang istri.
"Aku ini siapamu?"
"S-suami,"
"Benar," Rayhan membasahi bibirnya. "Lalu, untuk apa pengaman itu? Jika aku menghamilimu, itu bukanlah hal tabu. Bukan sesuatu yang salah," pungkasnya.
Keduanya masih saling menatap, Nara mengerjap beberapa kali setelah mencerna kalimat Rayhan. Lantas ia memutus pandangannya, melihat acak seluruh kamar hotel ini. Wanita itu nampak gelagapan, ia juga merasa sedikit malu terhadap suaminya. Beruntung, Rayhan langsung membawa Nara masuk ke dalam dekapannya, memberikan usapan lembut pada ujung kepala Nara.
"Tidak apa-apa. Kau membuatku gemas, akan aku maafkan," ucap Rayhan.
-
-
-
Keluar dari lift, Nara dan Rayhan berjalan dengan bergandengan tangan. Hotel mereka ini letaknya sangat dekat dengan pusat perbelanjaan kota. Keduanya sepakat untuk tidak memesan taksi, melainkan akan melakukan perjalanan dengan berjalan kaki. Kendati mereka lelah setelah melakukan perjalanan, tapi jika menggunakan transportasi, maka akan sulit untuk menikmati suasananya.
Hal pertama yang ingin mereka lakukan adalah mencari tempat makan. Bersamaan menikmati waktu sore di tempat ini. Apalagi ini pertama kalinya mereka berpergian jauh selama menjadi suami-istri. Banyak toko-toko yang juga menjual baju khas tempat itu.
"Kita akan makan dimana?" tanya Nara.
"Kau ingin apa?"
Langkah keduanya terhenti selagi menunggu Nara berpikir, wanita itu melihat ke arah sekitar, berharap ada tempat makan yang cocok untuk lidahnya. Namun, beberapa detik mengamati, masih belum ada satupun tempat makan di daerah sana, tapi Nara sudah menemukan menu masakan apa yang dia inginkan. Dengan sigap memeluk lengan suaminya cukup erat, ditambah wajah tersenyum lebar saat menyebutkan makanan yang ia mau.
"Apa saja yang penting berkuah," katanya.
Walaupun Rayhan tak tahu, tapi dia hanya mengangguk dan mengikuti keinginan istrinya. Keduanya melanjutkan perjalanan hingga lima belas menit, barulah mereka sampai pada salah satu warung makan yang menjual soto. Nara tiba-tiba saja menarik lengan Rayhan ketika mereka melewati depan warung makan ini.
Duduk berhadapan tepat di bawah kipas angin, membuat wajah Nara masih nampak senang. Wanita itu menatap suaminya dan menunjuk ke arah kipas angin di atasnya. "Sumber angin terbaik," katanya dilanjut dengan kekehan. Di bawah meja, kakinya itu sengaja diayunkan, beberapa kali mengenai kaki sang suami.
Saat masuk ke sini, Rayhan sudah memesan terlebih dahulu. Dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan makanan mereka. Dua mangkuk yang kepulan asapnya terhirup indera penciuman, seketika membangkitkan selera makan keduanya untuk segera memakannya. Di sana, Rayhan seketika mematung untuk beberapa saat melihat istrinya menuangkan banyak sambal ke dalam makanannya. Tangannya langsung mengambil sambal, dan menjauhkannya dari Nara.
"Jangan menghancurkan momen kita karena sakit perutmu," kata Rayhan dengan suara tegas.
Terkejutnya, Nara melihat tangan Rayhan yang meraih mangkuknya untuk ditukar dengan miliknya. Pun wanita itu menahan niatan Rayhan, ia tahu jika suaminya tidak bisa makan makanan yang terlalu pedas. Nara menggeleng cepat, lantas menjejerkan mangkuk mereka. Dia melakukan ini agar suaminya juga tidak marah dengannya.
"Jangan ditukar, tapi akan aku bagi," kata Nara sembari membagi sambal yang ada di mangkuknya pada mangkuk suami. Tidak banyak yang dia bagi, sampai ia rasa Rayhan dapat memakannya.
Rayhan kembali menarik mangkuknya masih dengan wajah datarnya. Melihat istrinya melahap seperti itu, terbesit rasa khawatir dengan perut sang istri. Namun, Rayhan juga tidak bisa menahan sang istri untuk melakukan apa yang dia inginkan. Dirinya tak ingin menghancurkan kebahagiaan Nara, hanya karena melarang memakan makanan yang ia sukai.
Selama keduanya menyantap makanan, laki-laki itu tengah memikirkan banyak hal. Bukan hanya pekerjaan, tetapi waktunya bersama Nara pun turut ia masukkan ke dalam kepalanya. Entahlah, tidak ada alasan khusus untuk melakukannya. Semua itu terlintas seketika di kepala. Tapi, jauh dalam hatinya, ia juga cukup lega dapat meluangkan waktu untuk istrinya, walaupun ia harus meninggalkan pekerjaan selama satu minggu. Sebelumnya ia memikirkan Nara yang selalu berada di rumah, pasti sangat membosankan hanya mengurus pekerjaan rumah dan dirinya. Padahal, dari usia saja Rayhan yakin istrinya masih ingin merasakan bersenang-senang.
Tanpa mereka sadari, waktu telah berlalu lebih dari satu jam ketika keluar dari hotel. Dan setelah keluar dari rumah makan ini, rencananya Nara hanya ingin berjalan-jalan tanpa membeli apapun. Iya, jadwal belanja mereka ambil pada hari terakhir di sini. Mereka berdua sangat kompak tidak menyukai ruangan yang terlalu penuh dengan barang-barang yang tidak tertata.
"Setelah ini ingin kemana?" tanya Rayhan.
"Jalan-jalan saja," jedanya sejenak, Nara menarik nafasnya sebelum kembali bersuara. "Sebentar lagi malam," pungkasnya.
Keduanya melakukan hal yang diinginkan Nara. Hanya berjalan-jalan sembari melihat sekitar. Bertepatan sekali diakhir pekan seperti ini, ternyata banyak orang yang berkumpul di salah satu taman kota. Banyak yang berjualan makanan, ada juga yang bernyanyi untuk menghibur semua orang yang berdatangan. Pasangan inipun sempat berhenti untuk melihat dan mendengarkan band lokal itu bernyanyi, berpegangan tangan untuk saling menghangatkan.
Ketika Nara menyukai acara malam ini, Rayhan justru lebih menyukai pemandangan istrinya tersenyum bahagia sembari bertepuk tangan setelah lagu selesai. Tangan kirinya langsung merangkul Nara agar menempel dengan tubuhnya. Lantas Rayhan kembali melihat acara di depan matanya, menikmati lagu selanjutnya yang band lokal itu mainkan.
Sekitar pukul tujuh malam, keduanya barulah dalam perjalanan menuju ke hotel. Secara mendadak, istrinya mengeluh jika perutnya mulai terasa panas. Di sana Rayhan sedikit khawatir karena sudah menduga hal ini akan terjadi. Lebih terkejutnya lagi, beberapa meter hotel di depan mereka, Nara langsung meminta kartu kamar mereka, lantaran perutnya mulai bereaksi akibat makan makanan terlalu pedas. Dan dengan cepat Rayhan memberikannya, hingga ia melihat sang istri berlari cepat menuju hotel.
Di belakang, Rayhan juga ikut berlari menyusul Nara, namun langkahnya terhenti setelah melihat salah satu toko yang menjual berbagai macam pakaian. Dia berpikir sejemang sebelum akhirnya memutuskan untuk memasuki toko itu. Nara bukan wanita yang sering melakukan kesalahan, jadi Rayhan pikir istrinya itu pasti bisa sampai ke kamar mereka. Tak terlalu lama Rayhan berada di sana, sampai beberapa saat ia keluar setelah mendapatkan pakaian yang dia cari.
"Semoga Nara baik-baik saja," ucapnya lirih.