Sangat tidak terduga saat Nara baru saja menyelesaikan masalah perutnya. Perut dan perasaannya kini jauh lebih tenang. Keluar dari kamar mandi, dirinya mengusap perutnya yang ternyata diperhatikan oleh Rayhan. Dengan cepat Nara menurunkan tangannya, berjalan ke arah ranjang guna mengambil ponsel yang ia lempar begitu saja saat berlari menuju kamar mandi.
Nara dapat merasakan lirikan sang suami yang terarah padanya. Duduk di sebelah Rayhan setelah mengambil ponsel, terdiam untuk beberapa detik sampai akhirnya ia merangkul erat lengan sang suami dengan wajah cengengesan. "Maaf," satu kata lahir setelah menyadari tingkahnya yang meninggalkan Rayhan tadi.
Laki-laki itu hanya menatap ringan istrinya, melihat Nara yang meletakkan kepalanya pada pundak Rayhan. Dia terlihat seperti kucing yang ingin dimanja, lantas Rayhan mengeluarkan tas belanja yang berada di sisi kiri tubuhnya. Melepaskan tangannya yang dirangkul Nara bersamaan bangkit dari duduknya.
"Pakailah malam ini jika kau menginginkan lebih," katanya dengan senyuman miring. Tepat setelahnya, laki-laki itu berjalan menuju kamar mandi. Dia ingin membersihkan diri setelah berjalan-jalan dengan istrinya tadi. Meninggalkan Nara yang kebingungan dengan barang yang dibelinya.
Pintu kamar mandi baru saja tertutup, Nara perlahan melihat isi dari tas belanja yang diberikan Rayhan barusan. Membuka satu barang saja, Nara merasa cukup senang lantaran mendapat hadiah yang pasti dia sukai. Suaminya itu melakukan hal-hal yang tak terduga. Seperti itulah bayangan Nara beberapa detik lalu sebelum isi tas belanja itu terambil. Senyumannya luntur melihat lingerie di depan matanya, kedua matanya terpejam dan ia mengigit bibir bawahnya.
"Kau terlalu tinggi memasang ekspektasi," gumamnya saat kembali memasukkan pakaian itu ke tas belanja.
Nara mengambil pakaiannya dari dalam koper, ia segera membuka pakaian yang dikenakan. Secara mendadak, suaminya keluar dari kamar mandi, berhenti di ambang pintu memperhatikan Nara yang juga melihat ke arahnya.
"A-ah, aku hanya ingin mengganti pakaian biasa," kata Nara yang baru sadar setelah melihat tatapan Rayhan.
Suaminya langsung memutus pandangan dan berjalan menuju ranjang. Dia meraih tabletnya guna memeriksa email pekerjaannya. Sedangkan Nara sedikit kebingungan, lantaran Rayhan sama sekali tidak memandangnya ketika mengganti pakaian. Pun selesai dari itu, Nara turut ikut menuju ranjang. Ia bersandar dan bermain dengan ponselnya. Sesekali melirik ke arah sang suami yang belum terputus menatap layar tablet.
Cukup lama mereka berdua saling terdiam, sampai akhirnya Nara memutuskan untuk mendekati suaminya setelah meletakkan ponsel di atas nakas. Memeluk suaminya meskipun Rayhan masih terfokus pada tablet. Bahkan, Rayhan yang sejak tadi tangannya memegang tablet, langsung memutar dan mendekap Nara untuk lebih menempel. Hidung dan bibir Nara seketika menyentuh leher wangi milik Rayhan.
Beberapa detik setelahnya, laki-laki itu meninggalkan tabletnya dan langsung menatap sang istri yang masih terdiam setelah ia dekap. Dirinya menatap lekat kedua mata istrinya yang nampak sayu, pikirnya sang istri pasti sangat kelelahan. Setelah sampai di hotel, mereka melanjutkan dengan jalan-jalan. Pun laki-laki itu memutuskan untuk menyudahi malam ini dengan tidur.
"Bermesraannya besok saja," seraya meletakkan ponsel dan tablet di atas meja, lantas mematikan lampu tidur dan membawa istrinya berbaring bersama dalam pelukan. Tangannya ia gunakan untuk mengusap kepala belakang Nara penuh afeksi, perlahan ia juga merasakan tubuhnya yang semakin dipeluk erat sang istri.
"Aku sudah mengabari ibu dan juga mama jika kita sudah tiba di sini," ucap Nara tiba-tiba dengan kedua mata yang beberapa kali mengerjap lantaran mulai merasakan kantuk.
"Hm," Rayhan berdeham, tangannya masih mengusap kepala Nara.
"Mama juga berkata, teman-teman Indra sangat iri jika Indra memiliki laptop sebagus yang dibelikan Mas Ray,"
"Hm," dehamnya lagi.
"Besok, kita cari pantai, ya,"
"Hm,"
Untuk yang ketiga kalinya Rayhan hanya berdeham membuat Nara berdecak agak kesal dengan jawaban suaminya. "Apa tidak ada jawaban lainnya?" tanyanya dengan kedua mata tertutup.
Terdengar suara dengusan kecil yang dibarengi dengan senyuman milik Rayhan. Laki-laki itu menarik nafasnya panjang sebelum mengubah jawabannya. "Baiklah, aku ganti," tangannya beralih dari kepala menuju pinggang Nara. "Pertama, terima kasih sudah memberi kabar pada mereka. Kedua, aku senang membelikan Indra fasilitas yang menunjang belajarnya. Dan yang terak—"
"Aku senang Mas Ray banyak bicara seperti ini," potong Nara dengan suara yang semakin hilang.
Rayhan perlahan bergerak demi melihat keadaan istrinya saat ini, yang ternyata sudah terlelap. Pantas saja suaranya semakin menghilang saat berbicara tadi. Dengan posisi yang seperti ini, Rayhan tidak berniat untuk mengubahnya jika memang Nara sudah merasa nyaman. Belum mengantuk, Rayhan justru menatap langit-langit kamar hotel ini, tersenyum miring sebelum bersuara lirih.
"Aku tetap harus melanjutkan kalimatnya," dirinya menelan saliva dan kembali berbicara. "Yang terakhir, kau boleh meminta apa saja di pagi hingga sore hari, tapi kau harus mengikuti perintahku di malam hari," pungkasnya.
-
-
-
Tepat jam dua pagi, Rayhan terbangun dengan tubuh yang berkeringat. Wajahnya nampak ketakutan setelah tersadar dari mimpinya. Karena hal itu, membuat Nara juga terbangun, mata setengah terbuka ia usahakan untuk melihat apa yang terjadi pada suaminya.
"Mas, kenapa?" tanyanya bersamaan dengan menyadarkan diri. "Tubuh mas basah semua," tambahnya.
Setelah Nara bangkit dari pelukan Rayhan, laki-laki itu melambaikan tangannya, seolah mengatakan jika ia tidak apa-apa. "Aku hanya ingin ke kamar mandi, tapi kau terlalu nyenyak. Aku tidak tega membangunkanmu," alibinya.
Lantas Rayhan langsung turun dari ranjang dan masuk ke dalam kamar mandi. Di sana ia menyalakan keran wastafel, kedua tangannya berada di sisi kanan dan kiri wastafel. Memandang wajahnya yang berkeringat serta deru nafas yang tidak beraturan. Rayhan sangat yakin jika ia baru saja mengalami mimpi buruk, namun anehnya ia tak mengingatnya sama sekali tentang mimpi itu.
Kedua tangannya bergerak menuju keran yang menyala, menadah air untuk dibasuh ke wajah. Mendadak dia merasa kepalanya berdenyut, mencoba untuk menarik rambutnya beberapa detik, berharap rasa peningnya berkurang. Rayhan keluar dengan rambut dan wajah yang basah, membuat pakaiannya kini juga ikut basah. Berjalan menghampiri sang istri.
Nara tidak bisa melihat suaminya keluar dari kamar mandi dalam keadaan basah seperti itu, ia segera turun dari ranjang guna mengambil pakaian Rayhan lainnya dan juga handuk kecil untuk mengeringkan tubuh suaminya. Ia letakkan kaus berwarna biru pada pangkuannya, kedua tangannya bekerja untuk mengeringkan rambut Rayhan.
Beberapa kali Nara meminta Rayhan untuk melepas kausnya, namun sang suami tidak menanggapinya sama sekali. Nara berjalan tepat di depan tubuh suaminya, dia sendiri yang akan membukakan kaus basah itu dan menggantikannya dengan yang kering. Hingga Nara selesai mengurus Rayhan, dia sama sekali belum mengajukan pertanyaan apapun, karena mungkin Rayhan bisa saja menceritakannya langsung.
Setelah kembali dari kamar mandi, ia masih melihat Rayhan yang duduk di tepi ranjang dengan tatapan melamun. Nara duduk di samping suaminya, menggenggam erat tangan kekar itu yang terasa dingin, mengusap hingga terasa hangat.
"Sepertinya, aku mimpi buruk. Tapi aku tidak dapat mengingatnya," kata Rayhan.
Hanya senyuman yang Nara bagikan setelah mendengar ucapan Rayhan. Tangannya bergerak ke arah pipi sang suami, ia juga memberikan usapan lembut di sana, berusaha untuk menenangkan Rayhan. "Tidak apa-apa, mungkin itu hanya peringatan kecil untuk berhati-hati," ucapnya menenangkan.
Entah kenapa, hati Rayhan terasa mencelos setelah mendengar kalimat istirnya itu. Ia juga mencoba untuk berpikiran begitu. Perlahan menoleh ke arah sang istri, menatapnya lekat untuk beberapa saat sebelum turun menuju bibir merah Nara. Tanpa ragu ia mendekatkan diri untuk mencium wanitanya. Memagut lebih dalam hingga keduanya sama-sama terbaring di atas ranjang.