Sekitar pukul empat sore, pasangan suami-istri itu sudah mulai meninggalkan tempat ketiga yang mereka kunjungi hari ini. Dan rencananya, tempat yang direkomendasikan tadi pagi adalah tempat terakhir yang akan mereka kunjungi hari ini. Keduanya bergandengan tangan selagi menunggu taksi yang sudah mereka pesan. Saat manik masing-masing saling bertemu, secara otomatis sebuah senyuman tersemat begitu saja. Rayhan semakin mengeratkan genggamannya terhadap sang istri.
Tempat terakhir yang mereka kunjungi ini akan menjadi tempat paling romantis dari semua tempat yang mereka kunjungi hari ini. Keduanya juga menantikan pemandangan malam hari yang akan menakjubkan. Sampai pada akhirnya, Nara lebih dulu melihat taksi yang mereka pesan hingga berhenti tepat di depan mereka berdua. Sang suami membukakan pintu dan menyuruh istrinya untuk masuk terlebih dahulu, sedangkan ia masuk dari sisi mobil satunya.
Sembari menikmati perjalanan yang akan memakan waktu sekitar satu jam, keduanya memilih untuk beristirahat. Nara melihat suaminya yang memijat pergelangan kakinya. Dirinya paham jika suaminya pasti kelelahan karena banyak berjalan sejak tadi. Pun dengan cergas Nara langsung menyentuh pergelangan kaki Rayhan untuk memberikan pijatan juga. Suaminya pasti hampir tidak pernah banyak berjalan seperti hari ini, lantaran lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor.
"Pasti lelah," ucap Nara.
"Tidak apa-apa. Aku tidak lelah," bantah Rayhan.
Nara hanya menggeleng bersamaan dengan tersenyum. "Tidak apa jika ingin berbagi rasa lelah," timpal Nara.
Rayhan melihat istrinya sekilas seraya menghela nafas panjang. "Jika aku lelah, nanti malam aku tidak bisa menggaulimu," ucapnya dengan santai. Bahkan, ia melipat kedua tangannya di depan dada. Hanya saja, tak lama setelah itu, ia justru mendapatkan pukulan dari sang istri. Wajah Nara tampak gelagapan ketika menatap Rayhan dan juga sopir taksi itu secara bergantian. Alih-alih terkejut, Rayhan justru terlihat biasa saja. Lagipula, sopir taksi itu juga tidak akan ikut campur meskipun dia mendengarnya.
Dalam waktu yang singkat, wajah Nara berubah sangat merah. Masih ada rasa malu suaminya berkata seperti itu di dalam taksi. Kali ini, Nara yang justru melipat tangan seraya menatap luar jendela. Dia enggan mendengar suaminya berbicara lagi. Rayhan tersenyum tipis saat melihat Nara mengalihkan pandangannya seperti itu, tangannya terasa gatal untuk menggelitik sang istri. Namun, ia tak ingin jika Nara akan semakin mengabaikannya.
-
-
-
Sampailah mereka berdua pada tujuan, tempat terakhir yang akan mereka kunjungi namun jaraknya lebih dekat dengan hotel mereka. Nara dan Rayhan menuruni taksi dan mulai memasuki lokasi itu dengan bergandengan tangan. Menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari loket dan membeli tiket masuk.
Selagi menunggu Rayhan membeli tiket, Nara melihat ke sekelilingnya. Banyak orang yang berdatangan, entah bersama pasangan ataupun keluarga. Tak lama setelahnya, ia merasakan tangannya digenggam oleh sang suami, keduanya berjalan masuk. Nara benar-benar tidak bisa menghilangkan senyumannya, ia terlampau bahagia melihat ini semua.
Layaknya seorang gadis yang baru saja beranjak remaja, Nara berlari ke arah komidi putar yang penuh dengan lampu berwarna kuning. Dia langsung meminta sang suami untuk naik bersama. Walaupun Nara harus bergelantungan dulu di tubuh suaminya, namun usahanya itu tidak sia-sia, lantaran Rayhan menuruti apa yang Nara inginkan.
Mereka memilih dua kuda yang berjejeran, menangkap gambar sebelum komidi ini berputar. Jujur saja, Rayhan agak merasa malu saat duduk di sini, pasalnya ia tak pernah melakukan hal yang sangat disukai oleh para wanita. Rayhan merasa jika mesin komidi ini akan berputar, hingga ia menarik tangan Nara untuk memegang besi panjang pada kuda yang ditunggangi. Istrinya itu terlalu asyik mengambil gambar. Laki-laki itu langsung mengalihkan pandangannya, dan ia justru melipat kedua tangannya. Hal itu menarik Nara untuk menangkap wajah suaminya.
"Mas, hadap sini," katanya.
Rayhan semakin memalingkan wajahnya, enggan menghadap ke arah kamera ponsel istrinya. Ia mendengar kekehan Nara, membuatnya sedikit tersenyum. Selang beberapa detik ia menoleh ke arah sang istri, Nara sudah menyimpan ponselnya dan menikmati komidi putar ini. Sedangkan Rayhan, kedua bola matanya bergerak ke banyak arah, mencari tempat lainnya yang akan mereka datangi.
Kurang dari sepuluh putaran, komidi putar itu telah berhenti, Nara turun lebih dulu meninggalkan Rayhan di belakangnya. Wanita itu menggenggam tali tasnya, menoleh ke kanan dan kiri mencari wahana lainnya. Sang suami yang beberapa langkah lagi akan sejajar dengannya, justru dibuat menahan nafasnya saat Nara pergi begitu saja. Padahal, Rayhan baru saja akan menggenggam tangan istrinya itu. Nara berlari layaknya anak kecil, mengunjungi wahana yang ingin dia naiki.
Dengan cepat Rayhan menyusul istrinya yang berhenti pada wahana rollercoaster. "Sudah kubilang, jangan menghilang lagi," katanya bersamaan menggandeng pergelangan Nara.
"Mas,"
Rayhan menoleh bukan pada wajah sang istri, melainkan pada jari telunjuk berkutek merah itu. Dirinya paham jika Nara memang ingin menaiki rollercoaster. Tak ada pilihan lain selain menuruti keinginan istrinya. Lantas keduanya turut berbaris pada antrean. Lihatlah, betapa lebarnya senyum Nara.
Kini keduanya sudah duduk bersebelahan dan memasang pengaman. Lagi-lagi Nara melakukan hal yang sama seperti sebelum komidi berputar tadi. Ia mengambil beberapa gambar termasuk wajah suaminya. Tidak mendapat secara sempurna, Nara tetap menyukainya. Terlihat seperti kesenangan tersendiri baginya.
Pun rollercoaster akhirnya melaju. Pada kecepatan awal, baik Nara maupun Rayhan, keduanya masih sama-sama biasa saja. Namun, pada kecepatan tertinggi, wanita itu sudah berteriak kencang disertai dengan tawa. Sedangkan Rayhan hanya sedikit terkejut, wajahnya beberapa kali terkena rambut panjang Nara yang tidak diikat. Namun, pada akhirnya Nara menggenggam tangan Rayhan ditengah-tengah dirinya yang masih berteriak. Tak nampak ada raut ketakutan, tapi genggamannya pada Rayhan lebih kuat dari teriakannya.
"Nara, aku mencintaimu," sang istri sama sekali tidak mendengar kalimat Rayhan. Memang sengaja, Rayhan mengungkapkannya dengan suara yang lirih.
Setelah beberapa putaran, mereka akhirnya berhenti. Kali ini, Rayhan tak akan membiarkan istrinya pergi seperti tadi. Apalagi hari sudah gelap, yang ada dia akan semakin kesulitan untuk mencari istrinya jika hilang lagi. Rayhan sudah menggenggam tangan istrinya, ia membawa sang istri ke arah restoran yang disediakan di sini, tepat berada di belakang kincir angin. Rayhan mencari lokasi yang bagus untuk mereka, dekat dengan perairan. Dimana tempat itu, mereka bisa memandang kota di seberang yang nampak terang. Nara mengeluarkan ponselnya untuk berfoto dengan sang suami. Pada saat kamera ia arahkan pada dirinya dan suami, Nara tersadar jika Rayhan tak suka difoto. Dia menurunkan tangannya, namun langsung ditahan oleh Rayhan.
"Ayo, berfoto," kata Rayhan.
Wanita itu tersenyum dan mengangkat tangannya kembali. Ia melihat Rayhan yang merangkulnya dengan senyuman tipis di wajah. Beberapa kali dia mengambil fotonya, tersenyum puas saat menggesek layar melihat hasil jepretannya. Ia melihat ke arah Rayhan dengan binaran mata. Secara mendadak, ia berjinjit dan mencium pipi kanan Rayhan.
"Terima kasih untuk hari ini," ucap Nara dengan senyuman lembut. Lantas keduanya berpelukan dibawah lampu-lampu temaram.