Chereads / Housewife / Chapter 38 - Manja

Chapter 38 - Manja

Di atas tilam yang empuk, Rayhan meletakkan kepalanya pada pangkuan sang istri setelah ia keluar dari kamar mandi. Menghirup aroma wangi dari pakaian istrinya, kedua matanya terpejam beberapa detik. Pun terbuka lantaran sentuhan lembut dari tangan pualam istrinya. Kedua manik itu langsung memandang perut rata dengan kain satin berwarna biru safir yang menutupinya. Dua jarinya bermain di sana, memberikan cubitan kecil pada piyama yang dikenakan Nara.

Terbaring dengan bibir yang maju serta wajahnya mendung selaras dengan suasana hatinya. Hembusan nafas besarnya beberapa kali keluar demi mengundang perhatian Nara. Sempat dilirik, istrinya masih memegang gawai. Sampai laki-laki itu tidak tahan diabaikan, tangan kirinya terangkat dan langsung melipat ponsel sang istri, dijauhkan dari jangkauan keduanya.

"Perhatikan aku saja," katanya.

Bingung? Tentu saja Nara bingung, tingkah sang suami yang hampir tak pernah ia lihat sebelumnya, terkuak secara nyata dihadapan. Memang, hal sulit yang jarang di alami dapat mempengaruhi seseorang terlepas dari hal itu. Tingkah gusar Rayhan sangat kentara menunjukkan sisinya yang lain. Bukan seorang pemimpin yang berwibawa, melainkan sosok laki-laki yang gelisah karena suatu hal.

Nara sendiri juga tidak akan menampik dengan sikap sang suami yang mendadak seperti ini. Tak selamanya seseorang yang terlihat kuat, akan baik-baik saja ketika sesuatu menimpanya. Apalagi Rayhan menanggung semua nasib karyawannya. Tangannya tergerak guna membelai surai legam yang terasa basah.

"Jika ada uneg-uneg yang ingin dikeluarkan, keluarkan saja," ucap Nara.

Nara sedikit terkejut saat Rayhan menenggelamkan wajahnya di perut sang istri, kedua tangannya melingkari pinggang ramping itu.

"Aku juga tidak tahu uneg-uneg apa yang ingin aku keluarkan. Tapi, hatiku terasa gamang," balasnya dengan suara yang sedikit tidak terdengar lantaran suaranya yang teredam.

Jari lentiknya juga menyapu halus punggung lebar suaminya, berharap bisa membantu mengembalikan ketenangan hati sang suami. Walau tidak mengerti, namun Nara turut merasakan kesengsaraan yang Rayhan alami sekarang. Tetapi, ia tak ingin jika suaminya justru tak merasa nyaman, disaat mereka berdua sama-sama merasakan kekhawatiran.

Nara memutar tubuh sang suami agar menatap wajahnya, menyentuh dahi Rayhan agar bisa membuat suaminya untuk tidak mengerutkannya. "Semua masa sulit pasti akan terlewati begitu saja. Lakukan apa yang bisa dan seharusnya dilakukan dengan tenang," tutur Nara yang menambahkan kecupan singkat pada birai suami setelah menyelesaikan kalimatnya.

Sang suami semakin mengeratkan kedua lengannya pada sang istri, matanya terpejam mulai merasakan kantuk menghampiri. Belum membawa dirinya ke alam mimpi, Rayhan merasa tubuhnya sedikit terguncang karena Nara mengangkat kepalanya, dan membawa tubuh sang suami untuk mengubah posisi. Semakin malam, jika keduanya tidur dengan posisi sebelumnya, besok pagi tubuh keduanya akan terasa pegal.

Jika biasanya Rayhan yang akan mendekap tubuh mungil Nara, kali ini wanita itu yang akan mendekap tubuh banteng Rayhan. Kendati tangan tak cukup panjang untuk melingkar di sana, Nara tetap memberikan usapan ketenangan. Sejak sore tadi, Nara menyadari satu hal yang ia amati ketika suaminya pulang. Sikap manja yang mendadak hadir pada Rayhan. Entahlah, Nara jadi mengarah pada tahun-tahun sebelumnya, bagaimana saat suaminya ini berada di posisi yang melelahkan begini. Siapa yang menenangkannya saat hati Rayhan terserang? Menyembuhkan diri sendiri adalah hal yang sangat sulit, walaupun ia merasa yakin jika sang suami bisa melakukannya.

Selang beberapa jam, Nara menilik Rayhan yang sudah terlelap. Sampai Nara melambaikan tangan saja, tak ada balasan apapun dari Rayhan. Wajah layunya sangat kentara, lantas ia mendengar deru nafas yang tenang dari Rayhan. Harapnya, saat terbangun nanti hatinya juga bisa setenang itu.

-

-

-

Tepat pukul tiga pagi, Nara mendadak terbangun setelah tangannya tak merasakan tubuh Rayhan. Pun ditolehnya sisi ranjang lain, juga tidak terdapat daksa sang suami. Mengecek kamar mandi tak membuahkan hasil sama sekali. Sampai dirinya melihat lampu ruang kerja yang menyala. Tungkainya ia arahkan ke sana, sedikit melihat dari celah pintu saat Rayhan tengah fokus di depan komputernya. Mengetuk dua kali sebelum membuka pintu.

"Mas, ingin dibuatkan minuman?" tanyanya.

Sempat terputus dari layar komputer, laki-laki itu mengangguk beberapa kali untuk mengiyakan tawaran sang istri. Jujur saja, dia sendiri juga terkejut saat Nara mengetahui keberadaannya. Dia memang sengaja tidak membangunkan Nara saat terbangun dengan pikiran yang masih kacau—tidak sekacau tadi.

Sejak tadi raganya memang tertidur, namun otaknya terus bekerja mencari jalan terbaik untuk menyelematkan pekerjaannya. Dan setelah terbangun, otaknya langsung membawa daksanya menuju ruang kerja. Melakukan apapun yang bisa dilakukan. Bahkan, karena ini rasa kantuknya menghilang, pikirannya seketika fokus dan tak goyah barang sedetikpun. Kala sang istri memanggil, Rayhan sedikit merasakan gejolak, lantaran hilangnya dia dari ranjang adalah penyebab utama sang istri terbangun.

Deritan pintu kembali mengudara, menampilkan seorang wanita yang membawa secangkir teh hangat dengan beberapa camilan di atas nampan. Langkah anggun membawa tubuhnya ke sebuah meja kecil guna menaruh bawannya—agar tidak mengganggu barang-barang penting milik Rayhan—lantas ia berniat keluar ruangan tanpa bersuara lagi, namun suara bariton Rayhan menghentikannya.

"Temani aku,"

Sedikit heran, ia kira suaminya sudah tak manja, namun Nara mengangguk. "Aku akan ambil ponsel dulu," ucapnya sebelum menghalau pergi mengambil ponsel dan kembali ke sana. Menarik kursi dari sudut ruang kerja ini.

"Maaf, karena membuatmu terbangun," katanya tanpa mengalihkan pandangannya.

"Tidak," Nara tersenyum lembut, mengusap bisep Rayhan sebelum kembali berkata. "Aku memang tidak sengaja terbangun," pungkasnya.

Tak ada obrolan lagi, keduanya sama-sama hening dengan kesibukan mereka. Dibilang mengantuk, tentu saja Nara masih merasa sedikit mengantuk, namun sebisa mungkin ia hanya menahan dan tidak menguap. Tapi tak lama, kantuknya hilang sesaat Rayhan menarik lengan kanan Nara guna diampit dengan tubuhnya. Lucu, Nara sampai tak bisa menahan rasa gemasnya. Tangan Nara yang lainnya menutup ponsel dan diletakkan di dekat ponsel sang suami. Ia juga menyandarkan kepalanya pada lengan Rayhan. Sekalian saja dia melakukan ini, toh Rayhan yang memulainya.

"Tidurlah, nanti akan aku bangunkan setelah aku menyelesaikan pekerjaanku," titahnya.

"Tch!" decaknya, sekilas melirik paras sang suami. "Aku tidak percaya. Yang ada aku akan digendong ke sana," tambahnya sembari menunjuk ranjang.

Rayhan tertawa mendengar perkataan Nara. Dia meninggalkan pekerjaannya sejemang, guna menggoda sang istri. Sayangnya tak bertahan lama, justru Nara menyuruhnya untuk cepat melakukan pekerjaannya. "Ya sudah, kalau begitu kau cerita saja semua hal. Apapun itu," tutur Rayhan.

Ada suara helaan nafas panjang, Nara meletakkan dagunya di atas otot Rayhan, menatapnya dengan tatapan berbinar. "Mas, aku ingin bekerja," katanya.

"Jangan, biar aku saja yang mencari nafkah," timpal laki-laki itu.

"Aku bosan jika hanya berada di rumah. Boleh, ya?"

Rayhan kembali melepaskan komputernya, menatap sang istri yang semakin bertingkah lucu guna merayu dirinya. "Tidak," jawabnya tegas.

"Lalu, bagaimana jika aku nekat?"

"Aku hukum,"

"Jika kembali nekat?"

"Aku hukum dua kali,"

"Dan nekat lagi? Apa aku akan diceraikan?" tanya Nara lebih jauh.

"Aku tidak akan menceraikanmu. Maka, akan aku hukum tiga kali," pungkasnya dan memasang tatapannya pada layar komputer.