Mobil putih berhenti di depan sebuah toko perhiasan. Seorang wanita berdiri di sana, menunggu kedatangan pemilik mobil ini untuk menjemputnya. Ah iya, di tempat ia berdiri saat ini cukup berisik, lantaran sekitar pukul delapan malam tadi sudah hujan deras. Air yang terjatuh mengenai kanopi adalah sumber dari suara bising ini. Beruntung dia tidak menunggu terlalu lama.
Laki-laki dengan setelan kaos biru muda dan juga celana panjang hitam, baru saja keluar dari mobil dengan membawa payung yang ia buka. Berjalan menghampiri wanitanya dan membawa wanita itu berjalan dibawah payung hingga memasuki mobilnya. Selepasnya, mobil itu pergi dari tempatnya, melaju memecah jalanan yang penuh dengan genangan air. Beberapa kali terdengar suara cipratan air yang diciptakan dari ban mobil ini.
Semakin malam, hawa semakin dingin, dan hal itu juga terjadi di dalam mobil ini. Bagaimana diamnya Rayhan yang terfokus menatap jalanan, dan bagaimana rasa takutnya Nara yang duduk terdiam disebelah sang suami. Ia beberapa kali melirik suaminya yang bergeming. Tempurung tangan Nara terasa lebih dingin dari pendingin mobil ini. Bahkan, secara perlahan tangannya tidak bisa merasakan sesuatu yang ia sentuh—saking dinginnya.
"Mas sudah makan?" tanya Nara mencoba memecah keheningan diantara mereka berdua.
"Sudah," jawab Rayhan dengan suara beratnya.
Di kursi belakang, Nara membeli makanan untuk makan malam suaminya, namun ternyata suaminya sudah makan malam. Lantas dia hanya mengangguk kecil disertai dengan senyuman tipis. Hal itu juga terjadi pada Rayhan. Kendati ia terlihat sangat tenang, pemikirannya justru sebaliknya. Bibirnya terasa gatal untuk bertanya pada sang istri.
Sampai satu jam perjalanan, keduanya masih saling diam. Satupun tak ada yang berani memecah keheningan ini. Hingga mobil berhenti di depan rumah, keadaan masih sama seperti saat Nara memasuki mobil.
"Biar aku saja yang membuka gerbangnya," ucap Nara yang langsung turun dari mobil.
Nara mendorong pintu gerbang rumah mereka agar Rayhan dapat memasukkan mobilnya ke dalam garasi. Dirinya berdiri sembari memegang pintu gerbang, menunggu sampai mobil suaminya masuk, barulah ia tutup gerbang itu. Melihat suaminya yang sudah berjalan menuju pintu, Nara langsung menyusul langkah sang suami setelah selesai menutup gerbang.
Dia berdiri tepat dibelakang tubuh Rayhan, menunggu sang suami membuka kunci pintu. Tangannya menyatu didepan tubuh dengan perasaan yang campur aduk. Pun keduanya berjalan masuk hingga beberapa meter dari pintu, secara tiba-tiba Rayhan memutar tubuhnya menghadap Nara.
"Bagaimana? Apa tadi menyenangkan?" tanya Rayhan.
Kedua alis Nara yang terangkat bersamaan, serta bukaan bibir menunjukkan jika dirinya terkejut sekaligus heran. Netranya berkedip beberapa kali, ia menelan ludahnya sebelum menjawab pertanyaan dadakan itu. "I-iya. Cukup menyenangkan," jawabnya sedikit gugup. Menyadari jika tubuhnya terasa lengket, Nara kembali bersuara, "Kalau begitu, aku mandi dulu ya, mas. Nanti kita bicara lagi," pungkasnya dan langsung diangguki oleh Rayhan.
Ah, Rayhan baru ingat jika istrinya tadi membeli makanan. Ia buru-buru kembali ke mobilnya untuk mengambil kantung belanja milik Nara. Saat membuka pintu mobil, ia melihat ada kantung belanja yang berukuran paling kecil dibanding dengan kantung belanja lainnya. Rasa penasaran Rayhan pun mulai muncul. Melihat keadaan, Rayhan memberanikan diri untuk membuka kantung belanjaan itu.
Dia mendesis setelah melihat isi dari kantung itu. Dengan segera Rayhan kembali menutupnya dan membawa semua belanjaan milik istrinya ke dalam rumah. Untuk jantung yang berisi makanan, dia membawanya langsung ke dapur. Biar Nara yang mengurusnya nanti, dan untuk kantung lainnya ia bawa menuju kamar.
Langkah kakinya terhenti tepat di depan kamar, dahinya langsung mengernyit menyaksikan pintu kamar yang tidak tertutup rapat. Bukan Rayhan marah, hanya saja jika Nara lalai seperti ini, ia khawatir akan ada tamu yang nakal saat Rayhan tidak di rumah. Tangan kanannya mendorong pintu hingga terbuka, namun Rayhan semakin dibuat terdiam dan mematung melihat istrinya yang mengenakan pakaian tidak seperti biasanya. Dia sampai kesusahan menelan ludahnya sendiri.
Perlahan langkah Rayhan mulai memasuki kamarnya tanpa memutus pandangan pada wajah istrinya. Ia menggunakan salah satu tangannya untuk menutup pintu kamar. Berdiri tepat dihadapan Nara, memindai penampilan istrinya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Ini belanjaanmu," katanya sembari memberikan semua kantung belanjaan pada sang istri. "Yang berisi makanan, sudah aku letakkan di dapur," tambahnya dan langsung memasuki kamar mandi.
Nara langsung membuang nafas kasar setelah menahan nafasnya ketika melihat Rayhan yang berjalan ke arahnya dan memindai penampilannya malam ini. Kepalanya tertunduk melihat kantung belanja yang ada ditangannya, menoleh belakang ke arah kamar mandi. Dirinya berdecak saat menaruh semua kantung belanja ini dibawah meja riasnya. Dia berniat merapikannya besok pagi. Pada akhirnya, Nara keluar kamar dengan perasaan sedikit kesal. Ide Raka yang ini tidak berhasil.
Di lain tempat, seorang laki-laki tengah berdiri menatap dirinya pada cermin. Kedua tangannya digunakan untuk menumpu tubuhnya di atas wastafel. Pandangannya sedikit tidak fokus setelah apa yang ia lihat tadi. Dia menyalakan keran dan mencuci wajahnya sebelum keluar dari kamar mandi. Sayangnya, ia sama sekali tidak melihat presensi istrinya setelah menutup pintu kamar mandi. Lantas ia memilih untuk membiarkannya, dan bergerak untuk mengganti pakaian.
Rayhan lebih dulu berada di atas ranjang, tidak langsung tertidur, melainkan bersandar sembari bermain ponselnya. Sekilas melihat sisi kiri ranjang ini yang masih belum ditempati oleh pemiliknya. Nara cukup lama berada di luar kamar, Rayhan sendiri juga tidak tahu sedang apa istrinya itu.
Sekitar lima menit setelahnya, Nara akhirnya memasuki kamar dengan langkah yang pelan menghampirinya di atas ranjang. Sampai ia sudah berbaring pun, Rayhan tidak melihat ke arahnya. Lama-lama kesal juga, akhirnya dia turut bersandar dan melipat kedua tangannya di depan dada, menoleh ke arah sang suami yang masih berkutat dengan ponselnya.
"Mas, tidak penasaran dengan apa yang aku lakukan tadi?" tanyanya dengan berani.
Rayhan mematikan ponselnya dan meletakkannya di atas nakas. Ia menengok ke arah kiri, melihat wajah istrinya yang sedikit tertekuk. "Sangat penasaran. Tapi, tadi kau ingin pergi mandi. Jadi, aku menunggumu siap untuk bercerita," jelasnya.
Nara hanya bisa terdiam, karena ia baru menyadari akan hal itu. Detik berikutnya, ia kembali mengajukan pertanyaan yang malah membuat suasana di dalam kamar ini menjadi hening.
"Lalu, kenapa Mas Ray tidak mengatakan sesuatu tentang pakaianku malam ini?"
Selama beberapa menit mereka terdiam, dan Nara sendiri juga masih menunggu jawaban suaminya. Pikirnya, merubah penampilannya dari hari sebelumnya itu juga memerlukan energi dan keberanian. Apalagi mengenakan pakaian yang mirip dengan pakaian yang dimasukkan kedalam koper oleh ibunya malam itu.
"Karena kau selalu cantik mengenakan pakaian apapun,"