Semua pekerjaan rumah sudah selesai dikerjakan, dan saat ini waktunya bagi Nara untuk mandi. Ya, sore ini dia akan pergi lagi, namun dirinya sama sekali belum meminta izin pada Rayhan. Sengaja. Bahkan, dia berniat untuk melakukannya saat Rayhan pulang nanti. Nara sedikit khawatir jika Rayhan akan pulang awal lagi jika ia meminta izin terlebih dahulu.
Sebelum berjalan ke kamarnya, ia memasukkan semua makanan yang sudah ia buat ini ke dalam lemari. Tujuannya agar Rayhan tidak perlu membeli makanan di luar, walaupun Nara sedang tidak berada di rumah. Lantas dia bergegas menuju kamar, sekitar satu jam lagi Rayhan pasti pulang. Suaminya itu selalu tepat waktu.
Hari ini dia akan pergi menemui Raka. Ini salah satu bagian dari ide yang temannya sarankan itu. Sebenarnya, Nara itu hanya ingin agar Rayhan tidak marah saat ia pulang kemarin, karena suasana diantara mereka benar-benar canggung. Namun, tidak tahu kenapa Nara seperti menginginkan reaksi yang lebih dari Rayhan. Dia sendiri juga belum tahu reaksi apa yang dia inginkan, mungkin saat Nara sudah melakukan beberapa usahanya nanti, dia akan menemukannya.
Rupanya, belum menginjak waktu tiga puluh menit, sudah terdengar suara mobil Rayhan yang berhenti di garasi rumah. Nara yang baru saja keluar dari kamar mandi itu terkejut, karena tumben sekali suaminya itu pulang lebih cepat. Dengan segera ia menuju lemari pakaiannya.
Sedangkan Rayhan baru saja memasuki rumahnya dengan wajah yang kusut dan pakaian yang berantakan. Ia menjatuhkan diri di atas sofa, kepalanya mendongak ke atas melihat langit-langit ruang tamu. Semakin lama, kedua bola matanya terpejam begitu saja. Sampai beberapa menit setelahnya ia kembali membuka mata, dirinya baru menyadari jika sejak tadi Nara tidak terlihat. Istrinya itu juga tidak menghampirinya saat baru tiba begini. Netranya mengamati seisi ruangan dengan teliti dari sofa ruang tamu, namun ia juga tak mendengar suara apapun.
Daripada merasa semakin penasaran, Rayhan bangkit dari sana. Tempat pertama yang ia datangi adalah dapur, karena seperti biasanya Nara pasti sedang menyiapkan makanan ketika dirinya pulang dari kantor. Yang membuatnya sedikit heran, semakin ia mendekati dapur, Rayhan tidak mendengar adanya suara di sana. Dahinya seketika mengernyit, meniti semua sudut dapur sudah rapi dan tidak ada sedikitpun barang kotor. Lantas, langkahnya ia lakukan menuju kamar—perasaannya mengatakan begitu.
Saat tangannya berhasil membuka pintu kamar, ia melihat Nara yang sudah berpakaian rapi. Rayhan sama sekali tak menunjukkan ekspresi apapun, dan justru berjalan mendekat ke arah sang istri dengan santai. Berdiri tepat di samping sang istri yang sedang merias wajahnya. "Ingin kemana?" tanya Rayhan sembari melepas jam tangannya ke atas meja.
Nara menghentikan merias wajahnya, memutar tubuh menghadap sang suami dengan senyuman. "Aku ingin bertemu dengan temanku. Mendadak sekali," jawabnya.
Bersamaan dengan Nara yang berdiri dan mengambil tasnya, Rayhan terkejut melihat pakaian istrinya yang terlihat sedikit terbuka begitu. Belum saja ia menahan sang istri, Nara justru terlihat terburu-buru keluar kamar setelah mencium pipinya. Bahkan, Rayhan belum menjawab jika Nara diberikan izin, tapi sudah pergi begitu saja. Pun Rayhan segera bergerak menyusul sang istri, sayangnya ia tak cukup cepat. Nara sudah terlanjur menaiki taksi. Tanpa pikir panjang, Rayhan segera mengikuti kemana taksi yang ditumpangi Nara.
Jarak antara mobilnya dengan taksi cukup jauh. Rayhan sampai menghafal plat nomor milik taksi itu, berjaga-jaga jika ia kehilangan jejak. Diperhatikan jalan yang dilalui, ini tidak mengarah pada kafe ataupun pusat perbelanjaan yang kemarin didatangi oleh Nara dan teman-temannya. Mengingat pakaian yang dikenakan sang istri tadi, mendadak ada rasa panas dalam dadanya. Padahal, kemarin Nara masih menggunakan pakaian yang tertutup rapi. Aneh saja.
Dan tibalah dimana taksi itu berhenti pada salah satu kedai kopi yang belum pernah Rayhan kunjungi. Dirinya memperhatikan semua gelagat sang istri dari dalam mobil. Nara memang bertemu dengan temannya, namun hanya ada satu laki-laki di sana. Entahlah, perasaan Rayhan kini berantakan. Tanpa menunggu lama lagi, Rayhan memutar mobilnya dan memilih untuk kembali ke rumah. Hatinya memang panas, namun raut wajah Rayhan sangat kelewat tenang. Jika orang lain melihat Rayhan, dia yakin tak akan ada yang mengetahui dirinya menahan emosi.
-
-
-
Di rumah, Rayhan hanya berbaring di atas ranjang dengan rambut yang berantakan dan mata yang terlihat sangat lelah. Dirinya melamun dan memikirkan perihal istrinya di luar rumah menggunakan pakaian yang sedikit lebih terbuka daripada kemarin. Sangat tidak tenang membiarkan sang istri seperti itu.
Selama dua jam Rayhan berada di atas ranjang seperti ini, dan pada akhirnya beranjak dari sana. Laki-laki itu berjalan menuju dapur guna mengambil minuman. Di meja makan, ia melihat semua makanan yang telah dimasak oleh Nara, hanya saja Rayhan tidak memiliki selera akan hal itu. Lantas dia kembali berjalan, kali ini Rayhan duduk di ruang tamu dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada, serta pandangan yang terarah pada pintu.
Kakinya yang saling bertumpu itu bergerak tidak tenang, lebih cepat daripada bunyi detik jam. Rasanya ia ingin dibuat gila saja, karena berdiam diri seperti ini, dan membiarkan istirnya di luar rumah bersama laki-laki.
"Lihat saja, kesintingan apa yang akan aku lakukan," cicitnya dengan suara beratnya.
Sekitar lima belas menit setelahnya, pintu rumah terbuka dan menampilkan sang istri yang memasang wajah senang. Wanita itu berlari menghampiri Rayhan yang masih setia dengan posisinya. Memeluk erat leher sang suami dan memberikan satu kecupan singkat di pipi kanan Rayhan. Wajah Nara terlihat sangat senang, sampai membuat Rayhan tidak bergerak sama sekali.
"Aku merindukan Mas Ray," kata Nara.
Tepat setelah mengatakan kalimat itu, Nara langsung beranjak dan berjalan menuju kamarnya. Sedangkan Rayhan, perlahan kedua sudut bibirnya terangkat, dan ia memegang pipi kanannya yang baru saja mendapat kecupan dari sang istri. Sepertinya, seseorang sudah lupa dengan perkataannya tadi. Hingga saat ini, senyumannya pun belum luntur dari wajah rupawan itu.
Pun akhirnya Rayhan berjalan ke arah kamarnya. Dia berniat untuk mengajak Nara makan malam bersama. Kemarin mereka tidak bisa makan bersama, karena keduanya mengurus diri sendiri.
Disisi lain, Nara merasa cukup lega saat suaminya tidak marah dan luluh dengan pelukan serta kecupannya tadi. Jantungnya hampir melorot saat akan memasuki pintu gerbang. Aura rumahnya terasa lebih menyeramkan. Dia ingin menyerah jika harus melakukan hal seperti ini lagi, yang mana malah membuat rumah tangganya dengan Rayhan bisa berantakan. Jangan sampai itu terjadi, sama sekali Nara tidak mengharapkannya. Dirinya harus cepat menyelesaikan semua ini.