Chereads / Housewife / Chapter 23 - Cross-line

Chapter 23 - Cross-line

Ini adalah hari libur, dimana Rayhan tidak bekerja. Ia akan memilih untuk menghabiskan hari liburnya di rumah bersama sang istri. Saat membuka matanya, ia sudah tidak melihat tubuh sang istri di kamar mereka. Dia juga sempat memperhatikan kamar mandi dan mencoba untuk mendengar suara dari sana, namun keadaan kamar ini sangat tenang. Begitu ia melihat pintu kamar yang tidak tertutup rapat, Rayhan beranggapan jika Nara sudah keluar dari kamar.

Pun dia menyingkap selimutnya dan pergi keluar kamar. Beberapa langkah dari kamar, ia mencium aroma masakan, membuat salah satu sudut bibirnya tertarik. Masih mengenakan piyamanya, Nara sudah bergelut di dapur untuk menyiapkan sarapan. Entah ide dari mana, dirinya tertarik untuk memeluk tubuh istrinya dari belakang.

"Oh?" adalah suara dari Nara yang terkejut setelah mendapatkan pelukan dari belakang. Kedua bahunya sedikit terangkat dan ia menoleh ke kanan mendapati dagu suaminya berada di sana. Nara perhatikan, kedua mata sang suami masih tertutup rapat dan tak ada senyuman di sana. Sepertinya, suaminya ini tidur sambil berjalan. "Mas? Jika masih mengantuk, tidur di kamar saja," ucap Nara yang bersiap untuk menuntun Rayhan kembali ke kamar.

Sayangnya, bergerak sedikit saja Nara tidak bisa, lantaran pelukan Rayhan terlalu kuat melingkar di pinggangnya. Walaupun ia sudah memanggil nama suaminya berkali-kali, Nara tidak mendapat jawaban apapun. Pun detik setelahnya, terdengar suara kompor yang dimatikan. Rupanya tangan Rayhan sendiri yang melakukannya, dan tak hanya itu, dia juga memutar tubuh sang istri, lalu diangkat pada meja dapur yang kosong. Tubuh Nara yang merasakan semua itu seketika kaku disertai dengan kedua bola mata yang melebar.

Padahal kedua bola mata Rayhan masih tertutup, namun ia bergerak seolah melihat semuanya. Tubuhnya sedikit direndahkan agar wajahnya sejajar dengan wajah sang istri. Masih dengan kedua mata yang tertutup, jari telunjuknya mengarah pada pipi kanannya, tanpa tahu jika Nara sedang meremat kedua sisi ujung pakaiannya.

Sejujurnya, dari tingkah yang dilakukan Rayhan saat ini, Nara mengerti jika suaminya meminta untuk dicium. Namun, ia malah bertanya dengan nada suara yang bergetar. Rayhan juga tanpa mengeluarkan suara dan mata yang masih tertutup, dia mengulangi gerakan yang sama.

Dengan gerakan lambat, kedua tangan Nara mulai terangkat dan menyentuh pundak Rayhan dan langsung mendaratkan bibirnya pada pipi sang suami. Ada sebuah senyuman tipis di wajah Rayhan, dan ia kembali mengulangi gerakan yang sama, kali ini berada pada pipi sebelah kirinya. Pun tak lama setelahnya, Nara mendaratkan kembali bibirnya pada tempat yang diinginkan sang suami.

Namun merasa belum puas, Rayhan justru mengarahkan jari telunjuknya pada bibirnya. Nara hanya memperhatikan tanpa melakukan keinginan suaminya itu, dia hanya tersenyum sampai suaminya membuka kedua mata. Laki-laki itu turut tersenyum, dia kembali menutup matanya dan mendekatkan bibirnya pada bibir Nara. Hanya saja, dia terkejut saat merasakan tangan sang istri yang menutup bibirnya menggunakan telapak tangan.

"Mulut Mas Ray masih bau. Lebih baik mandi dan sikat gigi," kata Nara yang langsung turun dan kembali menyalakan kompor.

Laki-laki itu didorong pelan oleh Nara agar menjauh dari dirinya. Kedua bola mata Rayhan pun akhirnya terbuka, ia hanya menatap punggung istrinya yang sudah mengabaikannya. Tanpa sepatah katapun, Rayhan segera pergi meninggalkan dapur dan mengikuti apa yang diminta oleh sang istri.

-

-

-

Kini keduanya berada di ruang keluarga tengah menonton televisi bersama. Setelah menyelesaikan sarapan tadi, Rayhan mengajak Nara untuk bersantai untuk menghabiskan waktu akhir pekan ini.

"Ayah dan ibu tidak menghubungimu?" tanya Nara.

Sekilas Rayhan menatap ponselnya yang tergeletak di atas meja kaca. Dia menggeleng singkat sebelum kembali menatap layar televisi. "Lalu, bagaimana dengan keluargamu?" tanya Rayhan balik.

"Semalam, aku mengirim pesan pada Mama, jika kita sudah pindah rumah. Aku juga memberikan alamatnya pada Mama. Tidak apa-apa, 'kan?"

Hanya kekehan yang keluar dari mulut Rayhan. "Iya," jawabnya singkat.

Keduanya kembali terdiam dengan menonton acara pagi ini. Disaat keadaan hanya diisi oleh suara televisi, Nara sempat melirik beberapa kali ke arah sang suami. Wajah diamnya itu semakin mempertegas rahang Rayhan, hingga Nara diam-diam menelan ludahnya—saking terkesimanya.

Mungkinkah suaminya itu memiliki kepekaan yang tajam? Pasalnya, beberapa kali Nara lirik, suaminya itu malah menoleh ke arahnya. Bahkan, tatapan yang diberikan oleh Rayhan cukup lekat, membuat jantung Nara tidak tenang karenanya. Lantas, dirinya berpura-pura seolah tidak menyadari jika mendapat tatapan itu dari sang suami.

Masih dengan posisinya, ia merasakan kaki kekar Rayhan menyenggol kakinya. Mau tidak mau, dia menoleh dan melihat wajah sang suami yang tersenyum tipis. Sungguh, itu membuat Nara malu. "Ada apa?" tanyanya dengan nada suara lembut.

"Kau tidak bosan?"

Tubuh Nara terdiam, namun bola matanya bergerak acak, diikuti dengan kedua alisnya yang tertekuk begitu saja. Dia tengah memikirkan jawaban setelah mendengar pertanyaan Rayhan. Sejak tadi, ia masih merasa biasa saja, maksudnya Nara masih menikmati waktu dengan santai setelah selesai melakukan pekerjaan rumahnya. Mungkin berbeda dengan suaminya, yang biasanya selalu menghabiskan waktu di kantor dengan setumpuk pekerjaan. Sekalinya berada di rumah, ia kebingungan karena tidak ada kegiatan yang bisa dilakukannya.

"Tidak. Memangnya Mas Ray bosan?"

Nampak sang suami menggigit bibir bawahnya, ia mengangguk beberapa kali sebagai jawaban atas pertanyaan Nara. "Sedikit," Rayhan masih menatap sang istri, sebelum kembali berbicara. "Ayo kita lakukan sesuatu untuk menghilangkan rasa bosan ini," tambahnya.

Jari telunjuk Nara berada di dagunya, memikirkan sesuatu yang seperti dikatakan Rayhan. Tak lama berpikir, ia teringat tentang kue kering yang pernah ia buat. Tadi saat memasak, Nara melihat jika kue itu masih utuh, seperti belum pernah tersentuh. Tanpa mengatakannya pada sang suami, Nara langsung pergi begitu saja menuju dapur untuk mengambil kue itu. Lagipula, dia ini sudah membuatnya, sayang sekali jika tidak dimakan.

Dari arah dapur, tangannya sudah membawa nampan berisi dua toples kue kering dengan jenis yang berbeda dan juga dua gelas minuman dingin. Nara meletakkan barang bawaannya itu di atas meja.

"Aku tahu, Mas Rayhan pasti tidak mengetahui jika aku membuat ini," katanya sembari meletakkan bantalan duduknya pada tempat terakhir ia duduk.

Rayhan menatap istrinya beberapa detik, dia mendengus pelan ketika yang ia dapati tidak sesuai dengan keinginannya. Maksudnya, Rayhan ini ingin yang lain. Tapi, karena istrinya sudah terlanjur menyediakan camilan ini, dia akhirnya memakan juga. Nara juga menggunakan banyak energi saat membuat kue ini. Setidaknya, usaha istrinya ini harus dibayar dengan pujian yang sesuai dari kue buatannya itu.

Saat Rayhan baru menghabiskan satu kue kering, ia menyeruput minumannya. Hanya saja, gelas yang ia pegang tidak langsung diletakkan di atas meja, melainkan di atas pahanya sendiri. Itu karena kalimat Nara yang membuatnya terkejut.

"Hari ini terakhir aku bertemu dengan temanku. Boleh, ya?"

Tanpa bersuara, Rayhan pergi meninggalkan sang istri setelah meletakkan minuman di atas meja.