Chereads / Andai Kau Takdirku / Chapter 13 - Chapter 13 : Kau Begitu Menyedihkan

Chapter 13 - Chapter 13 : Kau Begitu Menyedihkan

"Honey..."

Luna tersentak merasakan sepasang lengan melingkar di pinggangnya yang ramping. Lalu dagu seorang pria yang bertumpu di pundaknya.

"Hei, ini aku." Ujar pria itu lagi, membuat Luna tersadar bahwa pria yang tengah memeluknya sekarang, adalah Daniel. Tunangannya.

"Ah... Hai." Sahut Luna datar.

Daniel melepas pelukannya, lalu membalik tubuh kekasihnya agar menghadap padanya.

Daniel mengerucutkan bibirnya, serta kening yang berkerut. Ia menatap Luna tak puas. Daniel menyentuh dagu Luna, kemudoan menariknya pelan agar wanita itu membalas tatapannya.

"Honey? Ada apa? Apa sesuatu terjadi?"

Luna menepis pelan tangan Daniel yang menyentuh dagunya. Lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Tidak ada apa-apa. Pergilah mandi. Aku harus masak untuk makan malam." Luna berbalik dan kembali memotong sayuran yang sempat terhenti karena kehadiran Daniel.

Daniel semakin tak puas dengan jawaban Luna. Ia menggerakkan bibirnya, seperti sedang berpikir. Menerka-nerka sebenarnya apa yang telah dialami Luna, hingga kekasihnya itu bersikap dingin padanya.

"Aku kedinginan." Tiba-tiba Daniel kembali memeluk tubuh kekasihnya. Namun Luna tak menghiraukan kekasihnya itu, dan ia terus memotong kobis yang tinggal setengah itu.

"Honey... Jawab aku. Aku kedinginan." Rengek Daniel, mencoba meminta perhatian dari kekasihnya.

"Pakai air hangat." Sahut Luna.

"Ta-tapi aku takut. Kemarin kulihat ada kecoa di kamar mandi. Kamu tak mau kan aku diserang kecoa jahat itu. Lalu tubuhku dimasuki ulat dan membuatku berakhir di rumah sakit."

Daniel semakin mengada-ngada, seperti anak kecil yang sedang mengarang indah.

"Sudah kusemprotkan obat serangga."

"Ck! Luna!" Daniel tak tahan lagi. Ia membalik tubuh kekasihnya, dan meremat kuat kedua bahunya.

"Ada apa denganmu Luna? Kenapa kau bersikap dingin padaku? Katakan apa yang salah? Aku tak mau kau terus bersikap seperti ini padaku. Semenjak kau pulang dari rumah sakit. Kau semakin dingin. Bahkan sekarang, aku hampir tak mengenalimu sebagai kekasihku. Apa kau sungguh mencintaiku?"

Luna menatap nanar pria di hadapannya. Air matanya tak dapat ia bendung. Kedua matanya memerah, dengan isakan yang sebentar lagi lolos.

"Kau bertanya aku mencintaimu? Sungguh kau menanyakan itu Daniel?"

"Ya. Jika kau benar-benar mencintaiku, kau tak akan berubah secepat ini. Hanya karena pernikahan kita ditunda."

"Hanya kau bilang?" Luna menggigit bibirnya kasar. Ia mengeram, menahan amarah yang kian meledak.

"Harusnya kau tanyakan pada dirimu sendiri. Masihkan kau mencintaiku."

"Luna! Apa maksudmu? Tentu saja aku mencintaimu. Kau meragukanku?" Daniel mencengkeram kuat kedua pergelangan tangan Luna. Ia menatap nanar manik mata kekasihnya yang berkaca-kaca.

"Jawab aku!" teriak Daniel kasar, membuat sekujur tubuh Luna menegang. Luna tak pernah melihat sisi kasar kekasihnya. Ini adalah kali pertama Daniel bersikap sekasar ini padanya. Bahkan kedua mata Daniel seolah menusuknya.

"Lepaskan Daniel. Sa-sakit!" ringis Luna mencoba menarik tangannya. Namun Daniel justru mendorong tubuh Luna, hingga punggung wanita itu terbentur ke dinding. Dengan kasar Daniel kembali mencengkeram pergelangan tangan Luna. Menghimpitnya ke dinding, hingga Luna tak dapat berkutik.

"Jawab aku Luna. Kau meragukan cintaku hah?" Daniel berbisik kasar di telinga Luna. Ia semakin menghimpit tubuh Luna, membiarkan bagian selatannya bergesekan di sela kaki ramping kekasihnya.

Daniel melepas satu tangan Luna, lalu beralih meremas rambut Luna dengan kasar. "Jawab Luna! Jangan diam saja!" bentaknya lagi.

Namun Luna tak menjawab. Ia terisak ketakutan. "Lepaskan aku Daniel...hiks...Kau... Menakutiku."

"Apa? Menakutimu?!"

"Akh!" Luna memekik kesakitan. Rambutnya dijambak dengan kasar oleh Daniel.

Pria itu tersulut amarah. Ia menatap penuh amarah pada kekasihnya yang merintih kesakitan. Luna mencoba melepaskan diri. Namun rematan di rambutnya semakin kuat.

"Daniel! Hentikan! Sakit!" rintih Luna.

"Baik. Jika kau tak mau menjawabku. Maka jangan salahkan aku, jika harus memaksamu!"

"Akh! Daniel! Apa yang kau lakukan! Lepaskan aku!"

Daniel menarik rambut Luna, membuat wanita itu terpaksa mengikuti langkah Daniel menuju kamar mereka.

"Akh!" Daniel melempar tubuh Luna ke ranjang. Lalu ia merangkak naik, dan menghimpit tubuh kekasihnya dari atas.

"Sekarang, apa kau masih meragukan cintaku?"

"Daniel! Kau gila! Lepaskan aku!"

"JAWAB LUNA!"

PLAK!!!

Luna tersentak. Aroma besi menguar dari bibirnya yang kini telah mengucurkan darah segar, akibat tamparan kasar kekasihnya. Suara isakan lolos begitu saja. Daniel, pria yang sangat dicintai olehnya. Pria yang selalu ia agung-agungkan. Pria yang mengisi harinya dengan segudang kebahagiaan. Pria yang begitu ia percayai, yang ia anggap sebagai pelindungnya. Untuk pertama kalinya. Pria itu, menampar wajahnya.

Daniel yang begitu dikuasai amarah, tak merasa bersalah telah menyakiti kekasihnya. Ia menanggalkan pakaiannya dengan cepat, lalu menarik celana pendek yang dikenakan Luna hingga gadis itu kini hanya mengenakan atasan. Luna tak bergeming, ia tak memiliki tenaga untuk melawan. Luna hanyut dalam tangisannya. Merasakan kecewa, marah dan lemah sekaligus. Harga dirinya telah dinodai oleh pria yang begitu ia cintai.

"Akh! Hiks...hiks..." Luna memejamkan matanya, menahan rasa perih dan sakit di bagian selatannya.

Pria yang menindihnya, kini telah menyatukan tubuh mereka. Menghentakkan pinggulnya berkali-kali seraya mengerang, menikmati tubuh kekasihnya yang tak berdaya.

"Jangan menangis!" bentak Daniel.

PLAK!

"KUBILANG JANGAN MENANGIS! LUNA!!!"

Pria itu berkali-kali menampar wajah Luna. Tubuhnya terus menghentak kasar. Tak peduli wanita di bawahnya terisak dan merintih kesakitan. Tak ada cinta dalam mata mereka. Hanya ada gairah yang terhasut amarah. Membuat Daniel menghentakkan tubuhnya kasar. Satu tangannya mencengkeram kuat pinggul Luna, hingga menciptakan lebam biru yang amat jelas disana. Lalu tangannya yang lain, mencengkeram kuat leher Luna. Hingga wanita itu tercekat, dan kesusahan untuk bernafas.

Luna mengejang di bawahnya, saat hentakan Daniel semakin dalam. Sekujur tubuhnya menegang. Lehernya terasa ingin putus. Luna berusaha meraup sisa oksigen yang ia bisa. Kedua tangannya bersusah payah meraih lengan Daniel. Berusaha melepaskan cekikan di lehernya.

"Le-lepaskan aku. Ku-mo-hon..akh—" rintih Luna dengan isakan tangis yang kian kencang.

Daniel telah mendapatkan klimaksnya. Ia mengerang kencang. Hingga akhirnya pandangannya kembali pada kekasihnya yang merintih di bawahnya.

"Astaga Luna." Buru-buru Daniel menarik tangannya. Lalu menarik bagian tubuhnya di bawah.

Luna dengan cepat meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Ia membuka mulutnya lebar-lebar, tersengal kehabisan nafas. Tangannya memegang lehernya yang perih, akibat kecikan dari tangan Daniel. Luna tak peduli, ada berapa lebam di tubuhnya. Bahkan darah yang tadinya mebgalir di sudut bibirnya, kini telah kering. Yang Luna butuhnya sekarang adalah oksigen. Ia tak menyangka, malam ini ia hampir mati di tangan kekasihnya.

Daniel terbaring di samping kekasihnya. Raut wajahnya begitu panik. Ia berusaha membantu kekasihnya yang kesusahan bernafas. "Luna? Maafkan aku? Tolong maafkan aku. Aku tak tau apa yang sudah kuperbuat padamu. Aku dikendalihan amarah. Tolong maafkan aku?"

Luna menepis kasar tangan Daniel yang menyentuh bahunya. Wanita itu memilih berbaring, menghadap ke sisi ranjang. Memunggungi Daniel yang gelisah di belakangnya. Sambil terus berusaha meraup oksigen, serta menenangkan dirinya. Luna memilih untuk tak melihat pria yang telah menyetubuhinya seperti binatang. Ia merasa ternodai. Harga dirinya telah hancur.

"Luna, kumohon maafkan aku?" Daniel memohon di belakangnya. Ia menangis, menyadari kebodohannya. Entah kenapa, Daniel begitu cepat terhasut amarah belakangan ini. Ditambah dengan sikap Luna yanb semakim dingin padanya. Jangankan untuk bercinta, disentuh saja Luna tak pernah mau. Mungkin karena hal itu, Daniel menjadi celat marah. Karena hasratnya yang ia tahan seminggu ini. Membuatnya tak tahan, hingga berakhir menyetubuhi tubuh kekasihnya dengan paksa.

Daniel teriris, mendengar isak pilu kekasihnya. Wanita itu meringkuk dengan tubuh bergetar. Isakannya terdengar rapuh. Daniel ragu-ragu menyentuhnya. Namun ketika isakan Luna semakin kencang. Daniel tak dapat menahan dirinya lagi. Dengan pelan, ia memeluk tubuh kekasihnya dari belakang. Ia ikut menangis, seraya membisikkan kata maaf berkali-kali di telinga Luna.

"Maafkan aku? Kumohon maafkan aku? Aku bodoh. Aku bodoh Luna. Maafkan aku?" bisiknya terisak, namun Luna tak menggubrisnya. Bahkan wanita itu, tak mau menoleh ke arahnya. Ia terus terisak, hingga malam berganti pagi.

Bahkan untik tidur pun. Luna tak mampu.

*

*

"Honey? Kau mau kemana?" Daniel baru saja selesai memasak sarapan untuk mereka. Ia merasa sangat bersalah pada Luna. Sehingga ia berinisiatif untuk membuat sarapan spesial untuk kekasihnya.

Luna tak menjawab. Ia mengambil tas selempang berwarna merah lalu memakai wedges hitam kesayangannya. Tanpa menoleh ke arah Daniel, Luna melangkah menuju pintu. Ia hendak keluar, namun tiba-tiba lengan Daniel menahan pintu di depan Luna.

Luna menatap sengit manik mata hitam, pria yang telah menyetubuhinya semalam. "Minggir." Tukas Luna dingin.

"Katakan, kau mau kemana? Ini masih pukul 9 pagi. Dan jangan lupa, bahwa hari ini adalah hari minggu. Aku tak bodoh untuk tidak mengetahui bahwa kau sedang libur, Luna."

"Minggir." Ujar Luna lagi tanpa menoleh ke arah Daniel.

Daniel menggigit bibirnya geram. Tangannya mengepal kuat. Ia menatap nanar pada wanita yang bersikap dingin padanya. "LUNA! BERHENTI BERSIKAP DINGIN PADAKU!" bentak Daniel pada kekasihnya.

Seketika tubuh Luna kembali menegang. Ia teringat akan perlakuan Daniel tadi malam padanya.

Daniel melihat tubuh Luna yang seketika menegang, setelah ia bentak. Ia pun tersadar telah melakukan hal bodoh lagi. Dengan cepat, Daniel meraih lengan Luna. Menariknya dalam pelukannya. Lalu tangannya, mengelus rambut Luna dengan begitu lembut.

"Maaf, honey. Maafkan aku. Aku hanya penasaran kau mau pergi kemana. Setidaknya sarapan dulu. Tubuhmu masih belum pulih total. Maafkan aku ya?"

Luna tak menjawab, ia masih terngiang dengan bentakan Daniel. Sampai akhirnya Daniel melepas pelukannya, lalu menarik tangan Luna dengan lembut. Daniel mengajak Luna ke meja makan, lalu mempersilahkan Luna duduk dengan nyaman. Daniel dengan cekatan menghidangkan sarapan diatas piring kepada Luna.

"Makanlah sayang." Ucap Daniel mempersilahkan Luna untuk memakan sarapan di depannya. Tak lupa, Daniel memberikan senyuman menawannya pada Luna. Agar Wanita itu tak lagi marah padanya.

Layaknya raja yang menitahkan tugas pada bawahannya. Begitupun Luna yang dengan patuh memakan sarapannya dengan tergesa.

"Pelan-pelan honey. Aku tak akan mengambil sarapanmu." Ujar Daniel seraya mengusap bibir Luna yang belepotan dengan selai coklat.

Tanpa diduga, Luna segera memelankan gerakannya. Begitu pelan, bahkan seperti orang yang sedang ketakutan. Luna mengunyah makanannya sangat pelan. Dan yang tidak Daniel sadari. Tatapan Luna begitu kosong. Ia memang memakan sarapannya. Namun pandangannya kosong, tak mau menatap Daniel. Dan tubuhnya bergerak, sesuai dengan perintah Daniel.

Daniel tak menyadari keanehan pada kekasihnya. Ia begitu senang, karena Luna akhirnya patuh lagi padanya. Daniel mengelus rambut Luna dengan lembut, lalu menyuruhnya kembali ke kamar. Sementara Daniel membersihkan sisa makanan mereka tadi.

Luna tak jadi keluar rumah. Ia terduduk di kursi riasnya, menatap cermin di hadapannya. Tanpa sengaja, air matanya kembali lolos, tatkala pandangan mereka bertemu di cermin.

"Kau, begitu menyedihkan." Bisiknya lirih, pada pantulan wajahnya di cermin.

*

*

Bersambung