Chereads / Contract As An (EVE) Butterfly (Versi Indonesia) / Chapter 26 - Part 26 : Sudah di Depan Pintu

Chapter 26 - Part 26 : Sudah di Depan Pintu

Bukannya marah tapi pria itu malah tertawa. Pria itu bangkit dan mendekati Eve yang masih setia duduk di kursinya.

Tanpa ia duga laki-laki itu memeluk tubuhnya dari belakang. "Setidaknya aku mendapatkanmu sekarang," bisiknya menggoda di balik telinga.

Wanita ini kembali menilik sinis pada pria yang ada di belakang tubuhnya itu.

"Menyebalkan." ia kemudian terlihat menghempaskan napas kasar. "Bahkan sekarang pun kamu juga tidak akan bisa mendapatkanku," ujar Eve sembari mencebik.

"Tentu saja bisa, buktinya saja kamu nyaman di pelukanku." Laki-laki itu menyelam di ceruk leher wanitanya.

"Ini bukan nyaman tapi ini terpaksa. Kamu memeluk saat aku tidak siap melakukan perlawanan."

"Perlawanan apa yang kamu maksud?"

"Lepaskan aku dulu, setelah itu … nanti aku akan mengajarimu," ujarnya dengan senyuman tipis tergambar di wajahnya.

Pria yang masih terlihat rapi dengan setelan kemeja itu pun melepaskan pelukan dan Eveline lantas bangkit dari kursinya.

Wanita itu terlihat mengangkat kedua bahunya sembari tertawa, ia juga menaikkan kedua alisnya.

Arthur yang tak mengerti dengan candaan wanita ini, hanya tersenyum setengah tertawa.

"Apa? Kenapa aku tidak mengerti?"

Wanita itu menggeleng. "Tidak ada … aku hanya berkata omong kosong padamu."

Mereka berdua tertawa bahagia dan terlihat begitu tulus kali ini. Tapi saat Arthur ingin kembali memeluknya wanita itu malah menghindarinya.

"Berikan aku pelukan lagi."

Wanita ini mencebik sembari menggeleng.

"Sekali lagi saja. Berikan aku."

"Tangkap aku kalau kamu bisa."

Keduanya saling bercanda satu sama lain, Eve tampak berlari dan menghindar dari Arthur, tapi pria itu mendapatkannya.

Dia membanting tubuh mulus wanita itu ke atas tempat tidur. Saat keduanya tengah serius dan ingin memulai sesuatu, suara ketukan kembali terdengar dan mengganggu mereka.

Arthur benar-benar terlihat kesal.

"Apa lagi? Siapa lagi yang mengganggu?" Sudah beberapa kali terbawa suasana, namun selalu di ganggu oleh beberapa orang yang terdengar mengetuk pintu.

"Tadi driver makanan sekarang siapa lagi," Arthur terdengar merutuk, sembari langkahnya ikut mendekati pintu, memeriksa tamu yang menurutnya mengganggu itu.

Awalnya pria ini ingin marah tapi urung setelah tau kalau ternyata Alvin yang mengetuk dan berdiri di depan pintu.

Alvin terlihat membawa sebuah koper bersamanya.

Eve yang masih di tempat tidur secara tidak sadar membentulkan baju yang sempat tersikap karena Arthur, membuat Alvin merasa bersalah karena datang di waktu yang tidak tepat.

"Maafkan aku," sesal Alvin sembari mengalihkan pandangannya.

"Tidak apa-apa masuk saja. Ada apa?" sambut Arthur.

Alvin terlihat memberi hormat dan membuka pembicaraan. "Aku ke sini karena membawakan permintaanmu."

"Ah iya … aku hampir lupa. Aku harus mandi." Arthur meraih gagang koper yang ada di tangan Alvin.

"Terimakasih telah membawanya ke sini," lanjutnya lagi.

Eve hanya menatap Alvin dengan senyum simpul sebelum akhirnya laki-laki itu pamit.

"Aku kemari hanya ingin mengantarkan ini saja, jadi aku rasa … aku harus pamit," pungkasnya sembari melangkah keluar dari sana.

Arthur tampaknya ingin melanjutkan aktivitasnya bersama Eve yang sempat tertunda, tapi karena merasa canggung dia malah menaruh dan membuka koper yang Alvin bawa ke atas tempat tidur.

"Aku rasa aku akan mandi," ucapnya sembari membuka koper dan mengambil peralatan mandi pribadinya.

Dia terlihat berbisik pada wanita yang masih duduk di tempat tidur itu. "Mau temani aku?" setelah terdengar menggoda pria ini tampak setengah tertawa.

"Tidak! Aku tidak mau," jawaban Eve terdengar begitu ketus.

Arthur menuju kamar mandi dan Eveline terlihat telah berbaring kembali di atas tempat tidur, kemudian membuka tas tangan yang ada di nakas, lalu meraih handphone yang sedari siang hampir tidak pernah dia sentuh sama sekali.

Dengan rasa sedikit ragu dan cemas Eve menghidupkan telepon genggamnya, ia cemas karena takut Siska akan menghubunginya, tapi ternyata prasangkanya tidak terjadi, laki-laki itu tidak menghubungi atau mengirimkannya pesan sama sekali.

Dia membuka aplikasi perpesanannya. Tanpa di sangka sudah ada beberapa kali panggilan yang tidak terangkat dan terdapat beberapa pesan yang sedari tadi terus masuk namun belum dia buka.

'Maaf Xa, kayaknya aku nggak bisa kesana malam ini.'

'Jangan marah ya, besok aku bakal ke sana lagi dan jemput kamu.'

Hanya berselang beberapa menit pesan baru terlihat masuk lagi. 'Semua baik-baik aja kan?'

'Kamu nggak marahkan?'

'Kamu udah nggak online, aku pikir kamu tidur?'

'Selamat malam.' Pesan-pesan itu terhenti pada ucapan selamat malam pada beberapa menit lalu.

Eve mematikan telepon genggamnya, tak lama setelah itu handphone Arthur juga terdengar berdering beberapa kali.

Awalnya wanita ini tidak tertarik sama sekali, ia sempat mengabaikannya beberapa kali, tapi lama-lama rasa penasarannya terpancing juga, dia terlihat ingin menilik layar yang menyala itu.

Belum sempat melihat nama penelpon, Arthur telah keluar dari kamar mandi dan membuat wanita itu kembali pura-pura tak peduli.

Seperti tanpa bersalah, pria itu terlihat mengganti pakaiannya di hadapan Eveline, yang sedang menatap tajam padanya. "Apa kamu tidak malu padaku?"

"Apa? Kenapa?" tanya pria itu pura-pura tak mengerti.

"Tidak ada," jawab Eve singkat sembari menggeleng dan laki-laki itu malah menggodanya.

"Apa kamu masih tergoda saat melihat keindahan tubuhku?"

"Menjijikkan sekali, tentu saja tidak!" Eveline menukas.

"Aku rasa kamu hanya malu mengakuinya." ia bicara sembari mengenakan piyama tidurnya.

"Tentu saja tidak."

"Kamu hanya tidak ingin mengaku," goda Arthur lagi.

Mereka berdebat sembari pria itu merapikan dirinya sebelum tidur. Setelah selesai ia terlihat membanting diri dan masuk ke selimut yang sama dengan Eveline.

Mereka berdua terlihat berbaring sembari mengobrol, setelah beberapa saat laki-laki itu memeluknya dan lantas tertidur di dalam pelukan itu.

Tidak terasa pagi menjelang, tapi Arthur masih terlihat begitu pulas.

Eveline tampaknya terbangun lebih dulu dan memanfaatkan waktu luangnya itu untuk mandi dan bersiap sebelum berangkat dan bertemu dengan Evano.

Eve baru saja keluar dari kamar mandi, belum sempat ia mengganti pakaiannya, handphone nya terdengar berdering. Dengan beberapa pesan yang masuk dan belum di baca.

'Xa … aku udah di depan.' Tertera jelas di layar.

Wanita itu tampak kaget saat membaca pesan dari kekasihnya itu, pria itu sudah di depan pintu kamar hotelnya sedangkan saat ini Arthur masih tertidur pulas di ranjangnya.

"Bagaimana ini?" keluhnya.

Eveline kembali menilik pada Arthur, terlihat jelas wajahnya berubah pucat karena cemas.

Tanpa berpikir lagi, dia lantas membangunkan Arthur dan mencoba menjelaskan keadaan yang sebenarnya.

"Bangun … hey … aku mohon bangun." Tapi sayangnya pria ini tidak bangun juga.

Karena membangunkan Arthur terasa sedikit sulit ia mencoba mengulur waktu dan meminta pria itu pergi dari depan pintu dan memintanya untuk menunggu di lobi.

'tunggu di bawah ya! Soalnya aku lagi mandi.' Pesan itu sukses terkirim.

Evano yang merasa heran lantas mengetuk pintunya lagi, laki-laki itu juga memanggil namanya beberapa kali dan mengabaikan pesan yang telah ia terima.

Wanita bernama asli Alexa itu benar-benar cemas, ia hampir putus asa. Hingga akhirnya pria yang sedang ada di atas tempat tidur itu mengakhiri tidurnya.

Pria itu terbangun dengan sedikit bingung karena mendengar suara seorang pria memanggil nama Alexa namun tepat di depan pintu kamar mereka.