Chereads / Contract As An (EVE) Butterfly (Versi Indonesia) / Chapter 27 - Part 27 : Mengendap di Kamar Mandi

Chapter 27 - Part 27 : Mengendap di Kamar Mandi

Wanita itu terlihat diam sejenak, berpikir untuk mencoba mengulur waktu beberapa saat lagi, hingga dia bisa mengendalikan situasi.

Dia mengirimkan sebuah pesan singkat pada Evano, agar pria itu tidak lagi mengetuk pintu, selagi dia menjelaskan situasinya pada Arthur yang masih belum tau jelas kondisi apa yang sedang terjadi.

"Siapa itu? Kenapa terus mengetuk pintu kamar ini?" tanyanya pada wanita yang ada di dekatnya itu, tapi Eve masih terdiam mencoba mencari kalimat yang tepat untuk menjelaskannya.

Arthur terlihat ingin bangkit, karena sadar pria itu akan pergi membuka pintu, dengan sigap Eveline menghalanginya.

Dia menahan lengan pria ini tapi Arthur mencoba menepis genggamannya. "Bentar deh, aku mau kedepan."

Wanita itu menggeleng.

"Kayaknya ada orang di depan, kenapa nggak di buka pintunya?" tanyanya lagi tapi masih belum mendapatkan jawaban, hanya terlihat gelengan kepala dari Eveline,

"I-itu …." Eve terbata sembari mencoba menahan pria ini untuk tetap di tempat tidur dan tidak kemana-mana.

"Itu apa?"

Awalnya ia terlihat ragu tapi ia terpaksa mengatakannya. "Itu pacar … aku di depan." Suaranya terdengar lirih.

Arthur terlihat diam kemudian mengangguk serta mulutnya tampak mengerucut. "Oo," ucapnya terdengar.

"Aku mohon sama kamu, kamu sembunyi dulu ya!" ia saling menempelkan kedua telapak tangannya di depan dada.

Arthur terlihat menggeleng.

"Aku mohon, aku takut dia salah paham," pintanya lagi

"Itu bukan urusanku." Arthur menggeleng dengan ekspresi wajah yang menjijikkan.

"Kamu tega ya!" ingin rasanya Eve berteriak tapi takut orang yang sedang di depan pintu mendengarnya.

"Biarkan aja dia masuk," tutur santai Arthur membuat perempuan ini hampir kehilangan kesabaran.

"Kamu gila? Kalo dia marah gimana?"

"Kita jelaskan saja apa yang terjadi di antara kita semalam," ia bicara dengan menyeringai dan kedua alis terangkat.

"Mana mungkin semudah itu!" Eveline benar-benar ingin marah. Tapi dia kembali mencoba melembutkan suaranya demi bisa membujuk pria menyebalkan yang saat ini sedang di hadapannya itu. "Aku mohon … sekali ini saja … tolong sembunyi dulu, sampe aku pergi dari sini. Aku mohon! Tolong! Please … bantu aku sekali ini saja." Kedua matanya berkedip-kedip dengan kepala wanita itu terlihat mengangguk-angguk meminta laki-laki ini mengikuti pintanya tapi Arthur masih diam dan tidak menanggapinya.

"Aku mau jujur sama dia tapi … sekarang aku belum siap untuk ngungkapin ini semua, sekarang belum waktunya. Aku mohon ya! Tolong!" rengeknya lagi.

"Lalu kapan waktunya?" tanyanya membuat Eve menggeleng.

"Nggak tau," ungkapnya dengan masih terus merengek.

Laki-laki ini terlihat mengelus-elus dagu, seolah baru selesai mencukur jenggotnya. "Entahlah … tapi aku tidak ingin terlibat di dalam hubungan kalian."

Eveline menghempas napas kasar. "Mangkanya! sembunyi sebentar!" Wanita ini hampir saja marah dan berteriak sangking kesalnya.

"Xa …." Panggil Evano lagi menambah rasa paniknya.

"Aku mohon." Wanita itu kembali terdengar merengek dan memohon.

Arthur terlihat menimbang-nimbang. "Aku bakal bantu kamu … dengan sembunyi dan mengunci mulutku saat pria itu masuk ke sini."

Mendengar hal itu tergambar lebar senyuman di wajah Eveline.

"Tapi dengan satu syarat." Telunjuk Arthur berdiri di depan wajahnya.

Eve terlihat mengangguk setuju. "Iya apa? cepetan."

"Terima tawaran untuk jadi simpananku." Senyuman tersungging di wajahnya. Membuat wanita ini hampir kembali berteriak.

"Kamu gila …. Aku udah bilang aku udah berenti dan aku nggak mau." Dia kembali bicara dengan berbisik-bisik.

Arthur mengangkat kedua bahunya. "Ya sudah … kalo begitu, aku buka pintunya ya." Laki-laki itu terlihat bangkit, membuat wanita itu membatu sementara.

Saat laki-laki itu sudah hampir mendekati pintu, Eve berdiri di hadapannya dan menghentikannya.

"Oke … tapi dengan satu syarat," ucap wanita ini dengan napas naik turun.

Arthur mengangguk. "Apa?"

"Dengan catatan … kalau aku tidak jadi menikah!" ucapnya tanpa ragu.

Arthur diam sembari menopang dagu dan menatap wajah wanita yang begitu putus asa di hadapannya itu. "Baiklah … Deal," tuturnya sembari tangan menjabat tangan Eveline.

***

Dengan begitu kasar Eveline terlihat mendorong Arthur dan kopernya masuk ke dalam kamar mandi. Membuat pria itu menggerutu. "Sial … dia memanfaatkan situasi ini untuk mengerjaiku."

Setelah membereskan semuanya, Eve merapikan sprei, tempat tidur dan kemudian langsung membuka pintu.

Evano yang sudah terlalu lama menunggu, tampak berdiri diam beberapa waktu di hadapannya. Eveline berusaha tersenyum dan berpura-pura tidak ada yang terjadi.

"Maaf ya … aku baru banget udah mandi," ujarnya lagi.

Evano yang langsung berjalan masuk ke kamar itu, terlihat menelisik ke setiap sudut kamar, seolah memastikan apa yang tadi membuatnya merasa begitu penasaran.

Namun ketika ia menatap pada Eveline yang masih menggunakan bathrobe, kecurigaannya terlihat sedikit mereda.

"Kamu masih mau ganti baju dulu?" kata-katanya terdengar lembut dengan senyuman kembali merekah, membuat wanita itu menghela napas lega.

Eve tampak mengangguk.

"Kalau gitu aku tunggu di bawah ya! Aku tadi cuma cemas aja, karena kamu kelamaan dan kayak sengaja nggak mau buka pintu untuk aku, aku takut terjadi sesuatu sama kamu," jelasnya sembari menyentuh kedua bahu wanita itu.

"Nggak apa-apa kok, maaf ya kalo kamu harus nunggu lagi. Tapi … nggak lama kok, setelah ini aku bakal langsung nyusul kamu ke bawah."

"Ok. Aku tunggu di bawah," pungkasnya lalu pergi.

Setelah semua terasa aman, Arthur terlihat keluar dari kamar mandi dan sudah tampak berpakaian rapi.

"Gimana? Aman?" tanya pria itu sembari memperbaiki kancing lengan kemejanya.

Eve tampak mengangguk.

"Syukurlah!" ucap Arthur sedikit terdengar ketus pada Eve yang terlihat sudah bernapas lega.

"Nggak merasa bersalah?" sindir pria ini lagi.

Kening Eveline mengerut. "Maksud kamu?"

Pria ini menampilkan raut wajah kesal dengan nada sedang menyindir. "Entahlah, baru pertama kali untukku di perlakukan seperti ini, aku di kunci di dalam kamar mandi, seperti tidak berharga saja!" jelasnya lagi.

"Kamu marah?" tatap wanita itu tajam padanya.

"Tidak … cuma merasa tertantang saja." Ia terlihat mencebik pada Eveline. Kemudian melanjutkan kata-katanya. "Aku tertantang untuk mengungkapkan semuanya pada pria itu."

"Jika kamu melakukan itu maka aku akan membunuhmu. Camkan itu!" Wanita ini cemberut dan terlihat benar-benar kesal.

Laki-laki ini kemudian tertawa. "Baiklah … Aku hanya bercanda, lagi pula ini bukan urusanku. Tapi ingat … tepati janjimu setelah ini! Kembali ke Jakarta dan jadi simpananku!"

"Menyebalkan." Wanita ini menyeringai kesal.

Pria itu terlihat membawa kopernya dan keluar dari kamar itu.

Tak lama setelahnya, Eve ikut keluar dari kamarnya dan menemui Evano yang sudah menunggu lama di lobi.

"Ayo …," ajak Eve pada pria yang terlihat santai duduk di kursi tunggu.

Tangan sepasang kekasih itu terlihat bersautan dan saling bergandengan.

Mereka berdua terlihat begitu yakin untuk pergi menemui keluarga Evano. Berharap mendapatkan restu dari niat baik yang mereka rencanakan.