Chereads / DEFINISI C I N T A (21+) / Chapter 8 - Kelabu

Chapter 8 - Kelabu

Kinara masih menunduk setelah menerima tamparan keras dari suami bedebahnya. Perlahan Kinara mendongkak menatap wajah Keano dengan mata yang berkabut terhalangi genangan air.

"Mengapa kau tidak menjawabku, Ha? Sudah berapa kali kau bercinta dengan kekasihmu?" tanya Keano dengan suara begitu meninggi.

Pertanyaan Keano itu membuat Kinara merasa dirinya begitu hina. Hanya air mata yang menjawab pertanyaan Keano. Saat itu, Kinara benar-benar tidak bisa mengatakan apa yang dia rasakan, hanya menangis dan menangis yang bisa dia lakukan.

"Jawab!" teriak Keano terdengar menggema hingga ke kamar keempat pelayan di rumah itu.

Kinara menoleh ke samping kirinya lalu melangkah pergi meninggalkan Keano. Rasa sakitnya semakin terasa ketika Kinara menyadari seutuhnya bahwa separuh hatinya telah di rampas Keano. 6 bulan bukanlah waktu yang singkat. 6 bulan lamanya mereka tinggal satu atap.

Bohong jika Kinara tidak menaruh hati pada Keano yang setiap hari dia lihat. Sikap lembutnya selalu terulang kala Baskara atau Gentara sang Ayah Keano mengunjungi rumah mereka berdua.

Kinara masuk ke kamarnya lalu duduk di tepi ranjang. Pandangannya masih kosong, isi kepala dan hatinya begitu ricuh meneriakan perasaan dan logika yang saling bertentangan.

"Ucapannya terlalu menyakitkan hingga aku tidak mempunyai kekuatan untuk menjawabnya." batin Kinara sembari menengadah, memejamkan matanya dan menghela napas lewat mulutnya, karena hidungnya tidak bekerja dengan semestinya karena sejak tadi menangis.

Rupanya diam-diam Keano memperhatikan Kinara dari ambang pintu yang terbuka lebar. Keano menatap punggung Kinara yang sedikit naik turun karena mengatur sesak yang hampir setiap hari membelenggu Kinara.

"Apa aku salah jika aku terlalu keras padanya?" batin Keano yang mulai tumbuh rasa empati melihat betapa sabarnya Kinara menyikapi sikap Egois Keano.

"Hanya kemarin saja dia berani membentakku. Itu pun karena memang aku yang salah karna mendesah terlalu keras." ucap Keano dalam hati.

Tiba-tiba Keano mwnggeleng cepat menepis semua yang ada di pikirannya. Dia berbalik dan berjalan pergi.

Sedangkan Kinara.Kini ia tengah merebahkan tubuhnya di kasur yang begitu empuk dengan kaki yang menjuntai menyentuh lantai. Kinara menatap langit-langit kamarnya.

Dia masih larut dalam kesedihan yang kian memuncak. Meninggalkan Keano adalah suatu hal yang perlu di pikirkan dengan matang. Karena Baskara memiliki riwayat jantung.

Kinara mwndapat nasehat dari dokter agar Baskara jangan terlalu sedih atau terlalu bahagia karena itu bisa mengancam nyawanya.

"Semuanya terasa begitu berat untuk di lalui ... Andai ibu masih ada, mungkin semuanya tidak akan serumit ini." batin Kinara semakin tersayat merindukan Arumi sang ibu yang telah berpulang 8 tahun lalu.

Air matanya terhenti saat tanpa dia sadari, dia terlelap dalam tidurnya.

Di lain tempat. Keano tengah duduk di kursi bar bersama dengan Zay menatap para wanita sexy yang menari erotis di iringi dengan dentuman DJ yang semakin enak di dengar.

"Apa kau sudah menemukan, Kinara?" tanya Zay sedikit berteriak.

"Sudah!" jawab Keano tanpa menoleh pada Zay sedikit pun.

"Lantas? Mengapa kau kemari lagi?" tanya Zay sembari menuangkan whine ke dalam gelas Keano yang terletak di atas meja bar berwarna hitam.

Keano hanya diam, lalu menegak whine menghabiskannya dengan satu tegukan.

2 jam kemudian. seorang wanita berkulit hitam manis itu menghampiri Keano yang kini dalam kondisi mabuk parah.

"Mengapa dia sekacau ini?" Allice bertanya dengan suara melengking sembari menatap Zay.

"Sudah jelas dia mabuk. Mengapa kau masih bertanya?"

"Maksudku mengapa dia bisa minum hingga seperti ini?"

"Aku lupa." sahut Zay sembari mengingat 3 jam kebelakang. Yang Zay ingat hanyalah saat terakhir dia menghubungi Allice untuk menjemput Keano, karena kondisinya tidak memungkinkan untuk mengantar Keano pulang.

"Ah ... Sudahlah, kita bicarakan besok!" seru Allice sembari merangkul dan menuntun Keano yang sudah di luar kendali, berjalan keluar meninggalkan Hotbar itu.

Allice menengok ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan satpam. Karena Allice tidak menemukannya terpaksa dia harus memapah tubuh beratnya seorang diri.

Setelah berjalan cukup jauh. Akhirnya Allice melihat Satpam tengah berdiri di samping pintu karauke. Allice melambaikan tangan seraya berteriak memanggil satpam bertubuh kekar itu.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Satam itu yang kini tengah berdiri di hadapannya.

"Tolong bantu saya membawa teman saya ke mobil, Pak!"

Setelah terdiam beberapa detik, Satpam itu pun mengangguk dan melingkarkan tangan Keano ke belakang lehernya.

Setelah berjalan jauh. Akhirnya mereka sampai di mobil Allice yang terparkir tidak jauh dari Hotbar itu.

"Terima kasih, Pak." ucap Allice sembari tersenyum tipis.

BRUGHH ... Satpam itu menutup pintu mobil Allice. "Sama-Sama." jawab Satpam itu singkat.

Di perjalanan ...

Allice sesekali menatap Keano yang selalu mengerejapkan matanya berkali-kali.

"Aku harus mengantarmu kemana?" ucap Allice dengan raut wajah yang begitu muram.

Pria berhidung mancung dan berkulit putih itu terlihat semakin tampan jika sedang tertidur seperti itu. Moment inilah yang Allice sukai. Melihat Keano tertidur itu bagaikan sarapan pagi yang sempurna untuknya.

Tetapi, itu dahulu. Sekarang, Allice harus merelakan Keano demi perempuan lain. Allice begitu kagum dengan ketegaran Kinara, Kinara yang selalu di perlakukan semena-mena di hadapannya itu selalu diam tidak melawan sedikit pun.

Bahkan dia juga tidak mengungkapkan statusnya pada Allice yang hampir setiap hari dia temui.

***

TING TONG ... TING TONG ... Bel rumah Keano derdenting beberapa kali. Membuat Kinara yang tengah merasakan kebas di kakinya yang menjuntai, terperanjat kaget dengan suara itu.

TING TONG ... TING TONG ... Kinara masih diam mendengarkan bergarap para pelayannya lah yang membuka pintu. Namun, Bel yang terus-menerus berbunyi tanpa jeda itu membuat Kinara tidak bisa sabar lagi.

Kinara berjalan dengan tergesa-gesa meninggalkan kamarnya menuju ke pintu utama. di ruang tengah, Kinara menatap jam dinding raksasa.

"Siapa yang bertamu subuh-subuh begini?" gumam Kinara sembari mempercepat langkahnya.

"Biar saya yang buka, Nyonya!" ucap seorang pelayan yang datang dari arah dapur.

"Tidak usah! Biar saya saja." ucap Kinara sembari terus berjalan.

Setelah membuka pintu. Kinara hanya diam menatap Allice yang tengah merangkul Keano yang berdiri lunglai dengan menyipitkan kedua matanya.

"Maaf aku hanya mengantarnya pulang saja." ucap Allice gugup.

"Hah ... Iya." Kinara melangkah ke samping memberikan jalan untuk Allice.

Allice berjalan memasuki rumah Keano. Kinara mengarahkan Allice ke kamar tamu yang berada di lantai bawah. Akan sulit jika Allice harus memapah Keano ke kamarnya yang berada di lantai 2.

Kinara membukakan pintu kamar tamu dan Allice pun masuk sembari memapah Keano.

Kinara hanya diam di ambang pintu sembari menggenggam knop pintu kuat-kuat dengan mata memandang punggung Allice dan Keano.

"Mengapa dia selalu mengecewakanku setiap hari? mengapa dia tidak pernah memberikan jeda untuk hatiku istirahat?" batin Kinara sembari menahan air matanya.