"Nona, Defiana?" pekik asisten rumah tangga yang bernama Sarah, tanpa dia sadari dia menjatuhkan sapu, ketika melihat seseorang yang menyerupai Kinara itu.
"Dimana, Ayah?" tanya Defiana, menyadarkan Sarah yang tengah tenggelam dalam rasa tidak percaya.
"Di ... Di ruang kerjanya, Nona," jawab Sarah dengan tergagap-gagap.
Tanpa membalas ucapan Sarah, Defiana pun melanjutkan langkahnya.
Sedangkan Sarah, dia masih diam mematung, menatap Defiana yang kini tengah menyusuri rumah megah dengan begitu gemulai, meliak-liuk bagaikan model catwalk profesional.
Sesampainya di ruang kerja Baskara ... Deffiana langsung duduk di sofa tunggal tepat di sebrang Baskara yang hanya di jaraki oleh meja berukuran sedang itu.
Sedangkan Baskara, beliau lebih terkejut dari Sarah. Hanya memandang Defiana saja, itu sudah melukai hati Baskara, ketika bayang-bayang tragedi 3 tahun lalu kembali berputar di memori kepalanya.
"Apa kabar, Yah? Sudah lama sekali kita tidak berjumpa," ucap Deffiana, melipat kaki, lantas menyandarkan punggungnya ke dasar soffa tunggal itu.
"Mau apa kamu kemari?" bentak Baskara, langsung naik darah, kala mendengar suara putri bungsunya itu.
Ya, Defiana adalah kembaran Kinara, kembar identik, dengan sifat yang berbeda seratus persen dengan Kinara. dan Defiana lahir, setelah satu jam kelahiran Kinara.
"Aku hanya merindukan kakakku," sahut Defiana dengan santainya. "Apa Ayah tidak merindukanku?" sambung Defiana.
"Cih ... Kamu bukan siapa-siapa lagi di keluarga ini!" bentak Baskara, membuat Defiana memiringkan kepalanya, mengusap telinganya dengan satu jari telunjuknya, sambil tersenyum miring.
"Aku tidak perduli dengan itu, aku hanya ingin bertemu dengan Kinara," sahut Defiana datar, tanpa merasa bersalah.
"Pergilah, sampai saya mati pun, saya tidak akan pernah memberi tahu anda, di mana Kinara berada!" seru Baskara, benar-benar tidak bisa bersikap manis di hadapan putri kandungnya sendiri.
Defiana menganggukan kepalanya berkali-kali dengan perlahan. "Tidak masalah, aku bisa mencari tahunya sendiri," sahut Defiana, menatap lekat Baskara, dengan sebelah sudut bibir terangkat, mengukir seyuman tipis.
Defiana bangkit dari duduknya, memberikan senyuman tipis terakhirnya lantas berbalik.
"Tolong jangan usik kehidupan Kinara, dia sudah bahagia dengan hidup barunya," ucap Baskara, menghentikan langkah Defiana.
Baskara memandangi punggung putri bungsunya dengan harap-harap cemas. Sedangkan Defiana, dia melanjutkan langkah, setelah beberapa detik terpaku, karena ucapan Baskara.
Di lain tempat ...
Dinda sudah pulang, setelah menenangkan Kinara. Namun, Dinda tidak pulang ke rumahnya, melainkan ke sebuah Caffe Sfringfiled, untuk bertemu dengan Nanda, yang kini sudah menunggunya di caffe itu.
Belasan menit menempuh perjalanan, kini Dinda sudah sampai di caffe yang sudah mereka janjikan. Dinda menyapu pandang, menatap sekitar caffe itu mencari keberadaan Nanda.
'Itu dia,' batin Dinda lantas berjalan menghampiri Nanda yang sedang duduk di sudut caffe, tepat di samping jendela yang menghadap ke jalan raya.
Begitulah Nanda, sejak 5 menit yang lalu, pandangannya terlalu pokus pada kendaraan yang berlalu lalang.
"Maaf-maaf, kau sudah menunggu lama?" kata Dinda, membuat Nanda mengalihkan pandangannya pada Defiana yang mulai duduk di kursi tepat di hadapan Nanda.
"Tak apa," sahut Nanda. "Katakanlah, ada apa dengan Kinara? Mengapa kau tidak menjelaskannua lewat pesan saja?" sambung Nanda.
"Tentang kehidupan, Kinara," jawab Dinda, berhasil mengerutkan kening Nanda.
"Iya apa? Ada apa dengan kehidupan Kinara, hingga kau gelisah seperti itu?" pungkas Nanda, tidak tahan lagi menahan rasa penasaran yang sudah menggunung.
Hening ...
"Kondisi Kinara sangat memprihatinkan," ucap Dinda, dengan satu tarikan napas.
"Ma-maksudnya?" pekik Nanda antara bingung dan tidak percaya.
"Kinara menderita, Nan, aku tidak tega melihat kondisinya seperti ini, dia sudah aku anggap sodaraku sendiri," seru Dinda dengan lemas.
"Iya menderita bagaimana? Katakan yang jelas, jangan membuatku bingung!" seru Nanda, dengan hati yang hampir retak.
"Pernikahannya itu tidak sehat, Kinara di khianati, bayangkan saja, perempuan mana yang rela melihat suaminya bersetubuh dengan wanita lain, tepat di depan matanya sendiri!" kata Dinda, sedikit tertahan.
"Meskipun pernikahan itu tidak di dasari dengan cinta, tetap saja, ada harga diri yang harus di perhitungkan, Keano sungguh tidak menghargai Kinara!" sambung Dinda, membuat hati Nanda benar-benar retak.
"Bukan hanya itu, Kinara juga di telantarkan! dia di siksa habis-habisan, banyak sekali luka lebam di tubuhnya. Apa kau tahu, Kinara sekarang kurus kering tidak terawat, seperti dulu," timpal Dinda. Kali ini berhasil membuat hati Nanda hancur berkeping-keping.
Nanda diam sejuta bahasa, dadanya semakin sesak, kala Dinda melanjutkan ceritanya dengan detail. Emosinya membara, mendengar wanita yang amat sangat dia cintai di perlakukan keji seperti itu.
Setelah Dinda selesai bicara. Sontak Nanda pun bangkit dari duduknya, bergegas pergi mninggalkan caffe dengan emosi yang sudah tidak bisa dia tahan lagi.
"Nan! Kau mau kemana..." Dinda berdiri memandang punggung Nanda yang kian menjauh.
"Nan! Aku belum selesai bicara!" teriak Dinda, tidak di gubris sama sekali.
Nanda segera menaiki motor ninja berwarna hitamnya itu, lalu segera melajukannya dengan kecepatan tinggi, menyalip semua kendaraan yang ada di jalan raya itu.
Di sisi lain ...
Defiana baru saja memasuki ruang rapat di apartementnya, dia duduk di kursi utama, menyilangkan kakinya, lalu mulai membakar rokok di mulutnya, di apit dengan dua jari lentik berhiaskan cincin berlian di jari telunjuknya, semakin indah terbalut dengan sarung tangan transparant berwarna hitam itu.
"Aku ada misi baru untuk kalian," ucap Defiana, setelah meniupkan asap dari bibir indah nan sexy dengan gincu berwarna merah.
Sepuluh orang pria bertubuh kekar dengan paras lumayan tampan, sama-sama mengenakan pakaian formal yang begitu mewah, itu tersenyum dingin saling bertatapan satu sama lain.
Semua pria itu adalah anggota Mafia yang di pimpin Defiana. sepuluh orang itu hanya sebagian kecil dari orang-orang kepercayaan Defiana dengan IQ tinggi.
"Katakan saja, Deff. Misi apa lagi yang akan kita jalani," sahut salah satu dari mereka yang bernama Xiavier, seseorang yang paling dekat dengan Defiana.
"Tetapi, ini bukan tentang bisnis, tetapi, tentang kehidupan pribadiku," jawab Defiana. "Tetapi, tenang saja, aku akan memberikan bayaran fantastis, jika kinerja kalian bagus," sambung Defiana, lantas kembali menghisap asap rokok yang sangat dia sukai.
"Tidak masalah, katakan saja apa yang harus kami lakukan," sahut salah satu dari mereka yang bernama Bastian.
"Aku ingin kalian mencari tahu tentang kembaranku, namanya, Kinara." Defiana menenggelamkan rokoknya kedalam asbak crystal di lapisi berlian asli.
"Itu saja?" tanya Xiavier, mengerutkan alisnya, mendengar sebuah tugas yang begitu mudah.
"Tentu tidak, kalian juga harus menyelidiki latar suami kembarankku," jawab Defiana, menyandarkan punggungnya ke dasar soffa tunggal berukuran besar itu.
"Mudah, dalam satu hari, aku pasti sudah menemukan semua informasi yang kamu minta," sahut Xiavier.