"Saya tidak apa-apa," ujar Kinara menepis tangan Aida yang hendak membantunya.
"Tetapi, Nyonya berdarah."
"Ini hanya luka kecil, Mba. Saya baik-baik saja," sahut Kinara sembari berusaha berdiri, dengan sorot pandang yang tidak menentu menahan tangis.
"Sa-saya b-bawa P3K dahulu, Nyonya," imbuh Aida, berlari meninggalkan kamar Kinara.
Kinara tidak menggubris perkataan Aida. Kinara berjalan dengan terhuyung-huyung menuju tempat tidur.
Keempat pelayang itu telah berlarian mengikuti Aida, untuk menyiapkan berbagai macam kebutuhan Nyonya mudanya.
****
Setelah selesai mengobati Kinara, para pelayan itu di perintahkan untuk pergi meninggalkannya sendiri. Begitulah Kinara, dia selalu berpura-pura baik-baik saja di hadapan siapa pun.
Kinara menyesali kebodohannya, Kinara sebagai anak semata wayang benar-benar memiliki 1Q rendah, itulah alasan pertama saat Baskara sang Ayah memutuskan untuk menjodohkan Kinara dengan pengusaha agar seluruh hartanya bisa di kelola dengan baik, hal itu juga tentunya untuk Kinara sendiri.
Tragedi dulu saat ayah Keano mendonorkan ginjalnya pada Baskara, membuatnya merasa memiliki hutang budi, sejak detik itu, Baskara memutuskan untuk menikahkan putriya dengan Keano, seorang anak pengusaha sukses yang telah tertipu dan rugi besar hingga membuat mereka menjaminkan segalanya ke bank.
'Andai saja aku pintar, mungkin saat ini aku masih bersama Nanda,' batin Kinara merutuki dirinya sendiri.
Kinara menatap jam dinding yang kini menunjukan pukul 9 malam, dan perut Kinara masih saja kosong tidak terisi apa pun.
Hal itu jelas membuatnya lemas dan tentu saja suhu tubuhnya meningkat.
BRUGH ... Kinara terperanjat mendengar suara gebrakan pintu kamarnya yang tiba-tiba terbuka.
Tanpa berpikir, Kinara berbalik mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping membelakangi Keano. Kinara menutup matanya dan berharap Keano akan segera pergi dari kamarnya.
Spontan Kinara membuka mata ketika kasurnya bergoyang-goyang. Keano merebahkan dirinya di samping Kinara lalu memeluknya dari belakang.
"Maafkan aku, Aku tidak bermaksud kasar atau selingkuh darimu," ujar Keano mendayu-dayu.
"Jangan diamkan aku seperti ini, marahi saja aku, caci saja aku! tapi tolong, kamu jangan terus-menerus mendiamkanku," pinta Keano, mempererat pelukannya.
Kinara masih diam antara percaya dan tidak. Sejak kejadian kemarin, Kinara takut untuk mempercayai Keano lagi.
Kinara berusaha menepis lengan Keano yang melingkar di perutnya. "Maafkan aku, Aku tahu aku salah," imbuh Keano yang di balas dengan desahan sexy, karena Keano menciunu belakang leher Kinara.
"Suaramu, aku sangat menyukainya," ucap Keano dengan tangan yang mulai mengelus perut Kinara dengan sentuhan lembut.
Sengatan Listrik itu kembali Kinara rasakan di setiap hembusan napas Keano.
"Ayolah, lebih keras lagi," bisik Keano dari belakang telinga Kinara.
"Ja-angh," Kinara meracau tidak jelas tidak dapat di mengerti oleh Keano. Yang Keano pahami hanyalah desahan Kinara yang menurutnya sebagai komando untuk melakukannya lebih jauh lagi.
Keano perlahan membuka resleting belakang dres Kinara, lalu mengelus punggungnya dengan begitu lembut.
Kinara yang terbuai hanya bisa sedikit menggeliat merasakan perasaan aneh yang baru pertama kali dia rasakan.
Keano menjilati punggung halus Kinara, hingga membuat Kinara tidak jadi untuk beranjak dari dekapan suami sahnya itu.
"Ini hukuman untukmu, kau harus memuaskanku 7 ronde," goda Keano membuat jantung Kinara berdegup dengan begitu kencang.
*
Malam yang penuh gairah itu pun berlalu, Kinara hanya diam duduk melamun di atas kasur, bersandar ke dasar dinding. Tubuhnya sejak semalam memang polos tidak ada seutas benang pun yang dia pakai selain selimut putih tebal yang menyelimuti tubuh indahnya.
Kinara menoleh menatap Keano yang masih tertidur pulas, ya, mungkin dia lelah setelah semalaman menunaikan kewajibannya.
'Semoga saja kamu melakukannya bukan karena kamu membayangkan wanita lain,' batin Kinara, dengan dada sesaknya.
Kinara menurunkan kakinya satu persatu ke lantai, dia berjalan dengan tubuh yang hanya di tutupi selimut tebal nan besar.
Setelah membersihkan tubuh, dan keluar dari kamar mandi, dia sedikit bingung ke mana perginya Keano.
Penampilan Kinara nampak lebih baik pagi ini, raut kesedihan yang selama ini terlihat jelas, kini mulai memudar, entah mengapa malam itu ketika dia mendesah, semua beban di hatinya mulai runtuh secara perlahan.
"Di mana Tuan, Mba?" tanya Kinara sembari melangkah menuruni anak tangga.
"Saya tidak tahu, Nyonya," sahut salah satu dari pelayan rumah Kinara.
Kinara menganggukan kepalanya beberapa kali, lalu berkata. "Yasudah, sa-"
Ting-Tong ... Bel rumah Kinara berdenting, memotong perkataan Kinara.
"Biar saya yang buka," ucap Kinara, melangkah pergi meninggalkan keempat pelayannya yang berjajar menyamping, sembari menunduk.
Ting-Tong ... Dentingan bell itu membuat Kinara melangkah lebih cepat.
"Dinda?" pekik Kinara, setelah membuka pintu, sedikit tidak percaya memandang sahabatnya yang kini berada di hadapanya.
Kinara menatap gadis manis, berambut panjang, dengan gincu merah di bibir tipisnya, tersenyum membalas tatapan Kinara.
"Nara ... ." Dinda memeluk Kinara erat. "Aku amat sangat merindukanmu," tutur Dinda, dengan senyuman yang menghiasi paras manisnya.
"Kamu pulang ke indo, mengapa tidak mengabariku?" tanya Kinara, mulai melepas pelukan yang menyesakan dari Dinda.
"Aku ingin memberikan kejutan untukmu," ucap Dinda. "Lihatlah, aku membawakan banyak oleh-oleh untukmu." Dinda menunjukkan 4 paperbag besar yang dia genggam.
"Ya ampun ... Sebanyak ini?" tanya Kinara, sembari menerima empat papperbag itu.
"Ini hanya sebagian, sebagian lagi belum aku keluarkan dari koper," sahut Dinda antusias.
Kinara tersenyum cerah untuk pertama kalinya setelah menikah dengan Keano.
"Masuk, yuk," ucap Kinara baru menyadari, bahwa sejak tadi mereka berbincang di ambang pintu saking senangnya.
"Dahimu, kenapa?" tanya Dinda yang baru menyadari luka di dahi kinara yang sedikit sobek tertutupi darah kering.
"Tidak apa-apa," sahut Kinara, menatap Dinda sekilas.
"Kamu kurusan, ya sekarang," ucap Dinda sembari berjalan di samping Kinara, dengan pandangan yang menatap setiap inci dari tubuh Kinara yang memang semakin kurus.
"Aku diet," sahut Kinara dengan santainya.
Pandangan Dinda terfokus pada leher Kinara yang di penuhi dengan kissmark.
"Pantas saja, rambutmu basah, rupanya kau sudah berolah raga dengan suamimu?" ucap Dinda, spontan Kinara menutupi leher dengan rambut panjangnya.
"Sudah, jangan malu-malu!" Dinda menyikut lengan Kinara.
"Ah kamu, jangan bahas hal itu," ujar Kinara, dengan pipi sedikit memerah.
Kinara duduk di sofa, lalu di ikuti oleh Dinda.
"Kamu mau minum apa?" tanya Kinara dengan wajah yang berseri, lain seperti hari-hari sebelumnya.
"Orange juss, cuaca di jakarta sangat panas," sahut Dinda sembari mengipasi lehernya dengan tangannya.
Kinara memerintahkan pelayannya untuk membawakan minuman yang di pesan Dinda.
Kinara merasa sangat senang dengan kepulangan Dinda yang sudah 3 tahun lamanya menetap di belanda, untuk melanjutkan kuliahnya. Dan sekarang, dia kembali pulang, mengisi kekosongan Kinara, yang selalu melewati hari kelabu, setelah menikah.
"Dugaanku benar kan?" ujar Dinda sembari menyilangkan kaki jenjang putihnya itu.
"Lambat laun, kau dan Keano akan saling mencintai," tutur Dinda, tersenyum manis, sedikit tenang karena melihat Kinara baik-baik saja, setelah menikah.
Kinara hanya diam, tidak tahu harus mengatakan apa, dia merasa tidak enak hati jika harus menceritakan segalanya tentang Keano yang berselingkuh terang-terangan di hadapannya.