"Hm." sahut Keano. "Mengapa aku bisa ada di rumah? bukankah sudah ku bilang aku muak berada di rumah," seru Keano sedikit kesal.
"Memangnya, kau bilang begitu?" tanya Zay srmbari mengerutkan keningnya.
"Memangnya kau bilang begitu," ejek Keano mengulang ucapan Zay.
"Aku serius." Zay mencondongkan dadanya ke depan dengan kedua sikut menekan atas meja.
"Sudah puluhan kali aku bilang padamu, aku muak di rumah! muak!" seru Keano dengan wajah kusutnya.
"Ya, Maaf, Aku lupa," sahut Zay dengan pikiran melayang mengingat kejadian semalam.
"Lagi pula, bukan aku yang mengantarmu!" timpal Zay.
"Lalu? menurutmu aku pulang sendiri, begitu?" tanya Keano masih dengan emosi.
"Bukan begitu. sebenarnya, Allice yang mengantarmu pulang!"
Keano tertegun beberapa detik. "Apa dia tahu semalam aku tidur dengan wanita penghibur itu?" tanya Keano dengan perasaan harap-harap cemas.
Zay memutar pandangan menatap ke samping atas. "Aku tidak tahu!" jawab Zay singkat.
"Ck." Keano berdecak kesal, lalu beranjak dan berlalu meninggalkan ruang kerja Zay.
***
Keano berdiri di depan rumah Allice sembari terus membunyikan bellnya.
Sepanjang perjalanan, ponsel milik Allice benar-benar tidak bisa di hubungi. Kecemasannya bertambah ketika Allice tidak kunjung membuka pintu.
Keano terus menekan bell berulang-ulang. Tak lama, pintu besar itu.
Baru saja Keano melangkah masuk. "Maaf, Den. Nona Allicenya tidak ada," ucap Asisten Rumah Tangga yang bernama Dida.
Keano menghentikan langkah dan berbalik menatap Bi Dida. "Tidak ada? kemana?" tanya Keano beruntun.
"Pagi tadi, Nona Allice pergi ke Germany, Den." jawab Bi Dida sembari menunduk.
"Bohong, Kan. Saya tahu itu hanya alasan!" seru Keano. Dia berbalik dan berjalan menyusuri rumah megah Allice.
Keano sudah memeriksa setiap sudut rumah itu. Namun, dia benar-benar tidak menemukan Allice.
"Ini pasti karena dia melihatku dengan wanita lain." batin Keano sembari berjalan tergesa-gesa melewati Bi Dida begitu saja, tanpa berkata apa pun pada Bi Dida.
Hampir setiap menit dia menghubungi Allice namun hasilnya masih sama. Tidak aktif.
***
Setelah menemui semua teman Allice. Keano memutuskan untuk pulang dan menanyakannya pada Kinara. Karena Keano pikir Kinara pasti tahu saat dia di antar pulang oleh Allice.
Bugh ... Keano menutup pintu kamarnya dengan kasar. lalu berjalan menghampiri Kinara yang tengah berdiri di balkon.
Kinara berbalik dan menatap Keano. "Jam berapa Allice mengantarku pulang?" tanya Keano sembari menghentikan langkah tepat di hadapan Kinara.
"3 pagi," jawab Kinara singkat.
"Lalu, dia kemana?" tanya Keano membuat Kinara sedikit bingung.
"Pulang, mungkin," jawab Kinara sembari memutar tubuhnya. Namun, di tahan oleh Keano karena dia melihat ada sesuatu yang aneh pada Kinara.
"Apa lagi?" cetus Kinara.
Keano di buat mendidih oleh banyaknya tanda merah di leher Kinara yang putih bersih itu.
Plak ... Tamparan keras mendarat dengan sempurna di pipi kanan Kinara hingga kepalanya menoleh ke kiri.
Tatapan Kinara kosong seketika dengan posisi yang sama. Kinara memegangi pipinya dan menatap Keano tajam.
"Kau itu kenapa, Hah?! Apa salahku?" tanya Kinara dengan nada suara sedikit meninggi.
"Dengan diapa kau bercinta saat aku tidak ada? di mana kau melakukannya?" tanya Koano penuh penekanan.
"Apa maksudmu? Dengarlah! aku bukan wanita murahan seperti kekasihmu yang mau bercinta dengan siapa pun tanpa ada suatu ikatan yang sah!" sahut Kinara menggebu-gebu.
Keano menyeret Kinara dengan kasar, hingga Kinara hampir jatuh tersungkur.
"Apa salahku hah?!" hardik Kinara yang di balas dengan dorongan kasar hingga Kinara jatuh terduduk di lantai.
Pinggulnya terasa begitu sakit hingga membuatnya sedikit meringis.
"Katakan! Dengan siapa kau menjual tubuh jelekmu itu?" tanya Keano lantang.
"Aku tidak bercinta dengan siapa pun! Apa kau tuli? sudah kujawab sejak tadi, apa kau tidak mendengarnya?" sahut Kinara.
"Munafik!" cecar Keano sembari menatap Kinara yang berusaha kembali berdiri.
Belum sempat Kinara berdiri, Keano kembali mencengkram erat tangan Kinara, lalu kembali menyeretnya lebih kasar lagi dan mendorongnya ke meja rias hingga meja itu bergoyang hampir terguling.
"Arrghh..." Kinara berteriak ketika Keano menjambak rambutnya ke belakang hingga menengadah ke atas.
"Itu cukup jelas untuk menjadi bukti, bukan?" tanya Keano sinis.
Kinara menatap pantulan dirinya di cermin dan memang benar, lehernya di penuhi tanda merah.
"K-kau yang menciumku semalam, Kean!" sahut Kinara sembari memegangi punggung tangan Keano di belakang kepalanya.
"Hei! Jangan bermimpi dan jangan menuduhku! Jangankan untuk menciummu, dekat denganmu saja aku jijik!"
"Ta-"
Brughh ... Kinara kembali di dorong ke depan hingga kaca meja rias sedikit retak. Bukan hanya itu, tepat di tengah dahinya tergores kaca tidak terlalu dalam namun mengeluarkan sedikit Darah.
Bukan hanya hatinya yang hancur, tetapi fisik dan harga dirinya lebih hancur lagi di perlakukan sekeji ini oleh suaminya sendiri. Kinara memejamkan meta yang mengeluarkan cairan itu, lalu berdiri tegak sembari memegangi dahinya.
"Sumpah demi Tuhan, ini adalah perbuatanmu," ucap Kinara dengan suara bergetar.
Brughh ... Keano menjawab Kinara dengan tendangan keras hingga Kinara kembali jatuh tersungkur ke lantai. saat ini Keano tengah dalam situasi rumit makin emosi mendengar jawaban Kinara.
Karena Kinara jatuh tersungkur jelas saja ia melepaskan tangan yang tengah ia tutupi dengan tangannya. Keano yang baru menyadari hal itu sedikit menyesali perbuatannya sendiri.
Keano bergegas pergi untuk menghindar dari rasa bersalah yang mulai terasa. Sedangkan Kinara hanya menangis sesegukan, dengan posisi yang sama.
Kinara berteriak dan menangis sekencang-kencangnya meluapkan perasaan yang sulit di jelaskan. semuanya runtuh dengan satu kedipan mata.
Sedangkan Keano, Dia kini berada dalam situasi sangat rumit memasuki ruang kerjanya yang terletak di kamar pengantin mereka berdua.
Dari balik Tembok Keano mendengar dengan jelas tangis serta raungan Kinara. sesekali tangisnya berubah menjadi seperti tertawa, lalu kembali dengan jeritan tangisnya.
Keano merasa ada jarum-jarum kecil menghujani hatinya ketika mendengar setiap raungan Kinara. Belum selesai masalah tentang Allice, kini Keano merasa di hianati oleh Kinara.
Keano berdiri dan berjalan membuka pintu lemari es yang terisi dengan deretan alkohol berdosis tinggi yang memang selalu tersedia di rumah itu.
Keano melampiaskan penatnya hati dan pikiran melalui alkohol itu. Tangisan Kinara seakan-akan memaksanya untuk terus minum agar tidak terlalu terbebani oleh rasa bersalah.
Keano mulanya bukanlah pria yang kasar, tetapi, sejak 5 bulan yang lalu, Keano tanpa sengaja melihat Kinara keluar dari kamar hotel dengan Nanda. Hal itu membuatnya merasa di bohongi dan tidak di hargai. Sejak saat itu, Keano menjadi terlalu keras pada Kinara.
Di sisi lain. Keempat pelayan berlarian mendengar suara tangisan Kinara. Keempat pelayan itu takut Kinara kembali menerima perlakuan buruk dari Keano.
"Ya Allah ... Nyonya?" pungkas Aida ketika melihat ada tetesan darah yang sedikit menggenang di lantai dengan Kinara yang menangis di posisi yang sama.