••
Malam yang indah dan juga mendebarkan. Saat ini Aera sedang berada di dalam kamarnya, duduk didepan meja riasnya yang cantik. Satu-satunya barang tercantik dikamar menurut Aera ialah meja riasnya, berwarna putih dengan kaca lebar bergaya Eropa. Bukan Aera yang memilihnya, sebenarnya meja ini juga tidak bisa dikatakan milik Aera sepenuhnya sebab Hyungtae yang membelikannya. Dua minggu lalu Hyungtae mengajaknya berbelanja perlengkapan kamar miliknya, padahal Aera sudah terang-terangan melarang pria itu membelikan barang-barang semacam itu untuknya.
Selain merasa tidak pantas, Aera sadar diri ia hanya menumpang di rumah ini. Dan pastinya tidak akan dipakainya dalam waktu yang lama. Sebenarnya Aera juga bingung, kenapa sampai sekarang ia tetap tinggal dirumah Hyungtae. Sudah lama sejak ia menanyakan kapan dirinya bisa diizinkan keluar dari rumah ini. Bukan Hyungtae yang aneh, tapi dirinya lah yang perlu di pertanyakan.
Sekeras apapun Hyungtae menahan dirinya untuk tetap tinggal dirumahnya, tapi ia tetap memiliki hak berpendapat bukan. Tentu saja ada banyak cara untuk memaksa pergi dari rumah ini, Hyungtae juga tidak pernah mengancamnya yang bukan-bukan. Selama ini Aera lah yang kurang tegas dan tidak mau bertindak melawan, tapi bagaimana setiap Aera menatap Hyungtae hatinya lemah. Meskipun sering marah atau mengambil padanya, tapi terlalu berat jika harus membahas hal itu.
Sering kali Aera membulatkan tekadnya untuk bicara dengan Hyungtae mengenai keinginannya yang ingin keluar dari rumah ini. Namun setelah bertemu dengan Hyungtae, ia kalah. Aera kalah bahkan saat hanya menatap matanya, wibawa Hyungtae dan sorot matanya mengandung berbagai hal rumit yang tidak bisa Aera jelaskan. Maka, setiap hari selalu sama Aera tidak dapat menyampaikan keinginannya.
Aera tidak munafik, sangat nyaman tinggal di rumah ini. Ia memiliki tuan Park sebagai partner bercandanya, beberapa pelayan lain meskipun tidak terlalu akrab ia beberapa kali bercanda dengan mereka, dan pastinya Hyungtae. Hyungtae merupakan tokoh utama di dalam rumah ini, ia juga menyumbangkan peran besar terhadap berkurang nya rasa kesepian Aera. Tapi apakah benar jika ia terus saja berada di rumah Hyungtae? memangnya dia siapa? semua ini terlalu mewah untuknya.
Ada satu hal yang selalu menghantui Aera setiap harinya, ketika ia sudah mulai nyaman, ketika ia merasa memiliki perlindungan, bak sebuah rumah yang ia nanti-nanti kan. Lalu bagaimana jika suatu hari mimpi indah ini tiba-tiba berahir? lalu ia akan ditinggalkan dan tetap kembali sendirian. Bukankah terdengar lebih menyeramkan dibandingkan ia tidak memiliki siapapun sebagai rumah?
Tentu saja menyeramkan. Ketika ia sudah berakhir sendirian, ia akan merasa di buang. Dan itu akan membuat luka baru dihiduonya, memberikan satu lagi rasa sakit yang besar dalam hidupnya, ia akan akan memiliki pobhia baru dihidupnya.
Itulah sebabnya mengapa ia sangat memberi benteng pada orang luar agar tidak seenaknya mempermainkan hidupnya juga hatinya. Aera tidak tau apa rasa sakit terbesar yang pernah orang lain alami, tapi ia merasa hidup dan takdirnya benar-benar memberinya rasa sakit yang luar biasa karena membiarkannya sendirian di dunia yang besar ini.
Dulu Aera bukanlah pribadi yang sekuat sekarang, hatinya lembut dan mudah tersentuh. Lalu datanglah musibah bertubi-tubi yang menghampiri dirinya, jika tidak berubah apakah ia bisa bertahan hingga sekarang? apakah ia masih bisa merasakan kehidupan mewah yang Hyungtae berikan? jangan salahkan Aera jika terkadang ia terlihat arogan dan keras terhadap beberapa orang yang tidak disukainya. Karena memang takdir yang mengajarinya, tidak mungkin setelah ia menghadapi segala kesulitan di dalam hidupnya tapi ia tetap menjadi orang yang rapuh ketika di tindas.
Bayang-bayang masa lalu satu persatu mendatanginya kembali, Saat dirinya dipukuli karena kesalahan yang di perbuat oleh adiknya, saat ditinggal sendirian di dalam rumah karena semua orang sibuk mengajak adiknya liburan. Saat itu Aera hanya bisa melihat dari balik pintu saat orang tua dan adiknya bersiap dengan bahagia akan berlibur keluar kota. Lalu bagaimana dengannya? mengapa tidak ada yang mengajaknya? ia benar-benar iri dan ingin mengobrak-abrik seluruh isi dunia.
Tapi kembali lagi ia hanyalah anak angkat, yang sepertinya sudah tidak dianggap sebagai anak lagi oleh orang tuanya. Tidak ada rasa kasih sayang yang Aera dapatkan, setiap hari ia hanya disuruh-suruh dan diperbudak layaknya seorang pembantu. Suatu hari ia pernah nekat memberanikan diri untuk bertanya kenapa hanya dirinya yang diperlakukan tidak adil dirumah ini, lalu dengan santai ayahnya menjawab "Kau sudah ku adopsi dan kuberi makan bertahun-tahun masih berani menanyakan hal bodoh seperti ini? dasar anak kurang ajar tidak punya sopan santun, jangan bisanya hanya menyusahkan saja."
Begitulah jawabannya, sangat menohok dan membekas dihati Aera. Lalu kenapa dulu ia harus mengadopsi Aera kalau ternyata Aera dianggap beban dan menyusahkan. Terkadang orang dewasa lebih egois dari yang kita kira, siapa yang ingin di adopsi? memangnya Aera yang minta? lebih baik tetap tinggal di panti asuhan bersama anak-anak lainnya. Setidaknya ia masih bisa dianggap manusia disana, dirumah orang tuanya ia sibuk disiksa dan di kecam.
••
Setelah berjam-jam Aera melamun, tanpa sadar ia tertidur di depan meja riasnya. Kepalanya bersandar pada kedua tangannya yang terlipat.
Seseorang mengetuk pintu kamar Aera dua kali, namun sadar tidak mendapat respon dari sang pemilik kamar maka ia terpaksa membuka pintu nya sendiri dari luar yang ternyata tidak terkunci.
Setelah masuk Hyungtae melihat Aera sudah terlelap dengan posisi yang sangat tidak nyaman, maka dengan sigap ia mengangkat tubuh Aera dan di pindahkannya ke ranjang. Saat ahirnya tubuh Aera sudah ia tidurkan dikasur tiba-tiba sebuah tangan menahan tangan Hyungtae untuk tidak pergi dari sana. Hyungtae tau Aera dalam keadaan tidak sadar saat melakukannya, terlihat dahinya mengerut pertanda ia sedang mimpi buruk.
Melihat hal itu Hyungtae menarik kursi yang ada di dekatnya untuk menopang tubuhnya untuk duduk. "Gadis malang, apa yang sebenarnya terjadi di hidupmu." Tangan Hyungtae yang satunya membenarkan posisi rambut Aera agar tidak menghalangi wajah cantiknya. Kemudian mengelus pelan puncak rambutnya dengan sayang, gadis secantik dirinya memiliki masalah yang berat itu membuatnya ikut merasakan sakit. Siapa orang yang tega menyakiti Aera, meskipun ia tidak tau pasti apa yang telah di alami oleh Aera tapi ia tau pasti hidupnya pasti tidak bahagia.
Tangan Aera masih menggenggam tangan Hyungtae meskipun sudah tidak seerat tadi, menggemaskan sampai rasanya Hyungtae ingin melindungi gadis cantik di depannya ini dari gangguan orang-orang yang sudah menyakitinya. Semakin dilihat wajah Aera semakin menawan, bulu mata lentiknya, garis hidungnya dan bibir kecilnya yang imut. Tanpa sadar Hyungtae mendekatkan wajahnya mendekat, perlahan lahan semakin mendekat. Lalu bibir Hyungtae mencium sekilas pipi merona Aera, bahkan saat tidur pun ia tetap terlihat menggemaskan. Alhasil Hyungtae menciumnya lagi dua kali lalu tersenyum.
Membayangkan apa yang akan Aera lakukan ketika mengetahui Hyungtae telah menciumnya. Ia jadi penasaran seperti apa reaksi Aera ketika Hyungtae menciumnya ketika dirinya sadar. Hyungtae sudah gila, ia bersikap seperti pria yang tidak bertanggung jawab sebab mencium seorang gadis saat sedang tertidur lelap.
"Dasar bodoh, apa yang kau lakukan."