Chereads / dear my boy (Bahasa Indonesia) / Chapter 20 - 20. Pagi yang mendebarkan

Chapter 20 - 20. Pagi yang mendebarkan

Malam masih berlanjut, bulan masih menemani bintang yang bertebaran diatas sana. Begitu pun Hyungtae, ia masih berada di posisi yang sama sejak mendaratkan pantatnya di sofa empuk milik Aera. Ia masih menemani Aera yang tertidur lelap di pelukannya. Hyungtae tidak merasakan capek atau apapun, ia bahkan tidak berusaha memindahkan Aera ke ranjangnya agar bisa tertidur dengan lebih nyaman.

Aera yang menangis kejar membutuhkan dada Hyungtae sebagai sandaran. Hingga akhirnya ia ketiduran tanpa terbangun sedikitpun sampai sekarang. Untung saja sofa tempat ia duduk memiliki sandaran cenderung kebelakang sehingga punggung Hyungtae bisa bersandar dengan nyaman.

Sekarang jam tiga malam, setelah tertidur beberapa jam Hyungtae terbangun lalu sulit untuk terlelap lagi, bagaimana ia bisa? seorang gadis tengah tertidur dalam pelukannya seperti anak itik berlindung pada induknya. "Jika dilihat dari dekat begini kau terlihat sangat cantik ra, matamu, hidungmu, bibirmu, semua cantik." bisik Hyungtae, ia bicara dengan nada sangat pelan agar tidak membangunkan Aera.

Tangannya memeta seluruh wajah Aera, ia benar-benar mengaguminya. Seperti Aera yang sangat menyukai es krim coklat nya. Hyungtae tidak percaya sepanjang malam dirinya tidur bersama Aera dengan posisi seperti sekarang, lagi-lagi Hyungtae tersenyum jika sedang memikirkan Aera. Siapa sebenarnya gadis ini, kenapa bisa menyentuh hatinya dan mencuri pikirannya seperti ini.

Hingga waktu berlalu, Matahari mulai menunjukkan kedatangannya. Cahaya matahari menembus tipis gorden kamar Aera menuju kedalam ruangan tempat dirinya tertidur bersama seorang pria.

Aera membuka matanya perlahan, ia baru saja kembali dari alam mimpinya. Badannya belum bergerak sama sekali, ia masih berusaha mengumpulkan nyawanya.

Setelah yakin dirinya telah sadar sepenuhnya, ia merasa ada yang aneh dengannya. Pertama kenapa ia tidur tidak dalam posisi terbaring seperti biasanya. Kedua, ia merasakan detak jantung orang lain beriringan dengan detak jantung nya sendiri. Bukankah itu aneh? sepertinya Aera belum sepenuhnya sadar, ia harus cepat-ceoat memanggil nyawa-nyawa nya agar terkumpul sepenuhnya.

Setelah dirasa benar-benar sadar, ia tau memang ada yang tidak wajar disini. Aera segera beranjak dari tempatnya tidur tadi, berdiri, lalu tercengang. "Astaga Kim, kenapa kau ada disini?" tanya Aera pada pria yang masih memejamkan matanya. Aera merasa ini tidak benar, bagaimana bisa ia tertidur di pelukan seorang pria semalaman begitu. Ia malu, marah, dan juga bingung.

Hyungtae membuka matanya lebar, pada dasarnya ia sudah terbangun lebih dulu dari Aera. Ia hanya berpura-pura tidur saja di depan gadis yang sedang linglung ini. Selain tidak bisa tidur dirinya juga penasaran reaksi sperti apa yang akan Aera tunjukkan setelah kejadian ini.

Dan inilah reaksinya, selamat menonton Tae.

"Kau semalam menangis sampai ketiduran di pangkuan ku, aku tidak tega membangunkan mu. Jadi kubiarkan saja sampai pagi tiba." jelas Hyungtae, ia jujur dengan penjelasan nya. Aera juga ingat kejadian semalam seperti apa, jadi ia tidak ingin curiga pada Hyungtae. Tapi kenapa dirinya tetap merasa aneh, seperti ada hal lain yang perlu ia curigai.

"Baiklah, aku mengerti. Sekarang jam berapa?" Aera segera mencari ponselnya untuk melihat pukul berapa sekarang. "Masih setengah enam." jawab Hyungtae duluan. Entah kapan Hyungtae melihat jam bisa kenapa bisa tau padahal Aera tidak melihat Hyungtae m ngecek jam sepertinya.

"K-kau bisa kembali tidur di kamarmu." usir Aera sopan. Dimana ada mengusir secara sopan ra, dasar. "Iya, aku akan ke kamarku sekarang." ucap Hyungtae kemudian. Ahirnya ia bisa bergerak sekarang, selama tadi bicara dengan Aera pun badannya sama sekali belum bergerak dari semalam. Hanya kepala saja yang bisa diperkirakan sesekali menoleh.

Setelah Hyungtae pamit dan pergi keluar kamarnya, Aera langsung menuju meja riasnya. Mengecek bagaimana kondisi pipinya, sudah bisa dipastikan pipinya merona karena malu. Ini pertama kalinya ia skinship dengan seorang pria sampai ditingkat tidur bersama. "Bagaimana ini, jantung ku seperti mau meledak." sebenarnya fakta bahwa ia semalaman berada di pelukan Hyungtae itu membuatnya tersipu, dan ia tidak membencinya. Apalagi melihat wajah Hyungtae sedekat tadi saat ia masih berdiam diri mengumpulkan nyawa.

Tapi di sisi lain, ia merasa bodoh. Bagaimana bisa dengan mudahnya ia tidur dengan seorang pria, ia tau Hyungtae dapat di percaya tapi tetap saja Hyungtae tetaplah seorang pria. Karena pipinya tidak juga mereda dari rasa panas, ahirnya ia berlari menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya. "Sadar ra, kau jangan berpikir macam-macam." ia merutuki dirinya sendiri.

Ia tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Hyungtae ketika tau Aera tertidur tapi tidak membantunya berbaring di ranjang, setidaknya kan bisa membangunkan Aera jika tidak mau menggendong. Tapi dirinya juga salah, kenapa bisa menangis layaknya orang bodoh semalam. Ia juga diam saja saat Hyungtae menggendongnya dan pindah duduk di sofa, juga bisa-bisa nya ia malah tertidur di pelukannya.

"Sudahlah tidak usah dipikirkan lagi, lebih baik sekarang aku mandi saja." Aera menyibakkan rambut panjangnya kebelakang untuk membasuh wajahnya sekali lagi. Dan pergi mngambil handuk lalu mandi.

••

Di tempat lain masih di dalam rumah yang sama. Hyungtae berbaring diranjang favoritnya, tangan kanannya memegangi dada kiri. Bibirnya sumringah menahan senyum, jika dibiarkan tersenyum bisa-bisa bibirnya tembus naik sampai mata saking senangnya. Sebelumnya Hyungtae penasaran bagaimana reaksi Aera setelah bangun meskipun tidak berharap terlalu banyak, kemungkinan terburuk ia dipukuli hingga di sebut sebagai pria cabul.

Dan ternyata apa yang Hyungtae pikirkan salah besar, meskipun wajah Aera terlihat kaget dan bingung. Ia tau bahwa Aera tengah tersipu, setidaknya ia tau Aera tidak sebenci itu padanya. Masih ada peluang untuknya masuk ke kehidupan Aera dan menjadi sosok pria satau-satunya yang bisa menjadi tempat bersandar bagi Aera.

Hyungtae sering mendengar Aera mendambakan sebuah rumah yang nyaman untuknya, dan Hyungtae ingin menjadi rumah itu sendiri. bukan rumah berupa fisik namun rumah tempat Aera berpulang dan bersandar saat mengalami kesulitan, saat dirinya tidak diinginkan oleh seluruh orang di dunia setidaknya ia masih punya rumah yang setia menunggu nya, siap membuka pintu kapanpun Aera butuh perlindungan.

Sudah sedalam itu perasaan Hyungtae pada Aera, sudah bukan lagi rasa suka tapi rasa ingin melindungi dan ingin membuat Aera bahagia setiap saat. Ia tidak rela melihat gadisnya meneteskan air mata barang setetes pun. Ia siap menjadi panglima perang saat Aera mengalami masalah, apapun masalah Aera sudah pasti akan menjadi masalah Bagi Hyungtae juga.

Hari ini hari minggu, Hyungtae tidak akan ke kantor pagi ini. Ia berencana mengajak Aera jalan-jalan setelah ini. Hyungtae tau Aera juga pasti jarang liburan sebab jadwal kerja oaruh waktu nya yang padat. Hyungtae membenci fakta itu karena membuat Aera tidak bisa merasakan libur meskipun di hari libur.