Chereads / dear my boy (Bahasa Indonesia) / Chapter 24 - 24. Rumah hantu

Chapter 24 - 24. Rumah hantu

••

Setelah beberapa kali bujukan Hyungtae ahirnya Aera mau mencoba beberapa wahana lagi meskipun masih ada rasa takut. Tapi sejauh ini tidak ada yang benar-benar menakutkan sampai membuatnya ingin pingsan. Malahan saat menaiki rollercoaster dirinya merasa terbang karena berada di tempat yang sangat tinggi, tapi saat turun akan merasa sedikit mual karena badannya terbalik-balik.

Hingga saatnya Hyungtae memiliki pikiran nakal, mengajak Aera masuk ke dalam rumah hantu. Membayangkan betapa takutnya Aera lalu akan meminta perlindungan padanya. Setelah beberapa kali pertimbangan ahirnya Aera menuruti Hyungtae untuk masuk kedalam rumah mengerikan itu.

Dan benar saja baru sekian detik mereka berdua masuk, sudah disambut dengan jump scare sebuah kepala terjatuh dari atas dan tergantung tepat di depan mata Aera. "Aaaaakhh.. Kim Kiim." Aera teriak ketakutan, kedua tangannya menutupi wajahnya. Hyungtae juga kaget tapi lebih ke suara teriakan Aera, saat melihat Aera ketakutan tangan Hyungtae reflek merangkul pundaknya dan didekap agar lebih mendekat ke badan Hyungtae. Karena dengan begitu lebih mudah melindungi Aera ketika ada yang mengagetkan lagi.

Tidak, lebih tepatnya melindunginya sampai keluar. Karena pada dasarnya rumah hantu memang berisi dengan hal-hal menyeramkan yang tak jarang juga akan mengejutkan siapapun yang melewati jalan di dalam rumah itu. Berkali-kali Aera teriak histeris sampai suaranya bergetar karena lelah telah di kejutkan oleh banyak hantu. "Kenapa tidak selesai-selesai. Aakhhh.." Teriaknya lagi. Kali ini air matanya runtuh, Aera capek menahan ketakutan ini sedari tadi.

Hyungtae sedih, khawatir, sekaligus senang dengan keadaan Aera sekarang. Sedih dan khawatir karena Aera terlalu ketakutan, ia sendiri tidak mengira bahwa Aera akan setakut ini. Sebenarnya Hyungtae tau Aera sangat takut pada hantu saat menonton di kamarnya dulu, tapi siapa sangka level ketakutannya sudah melebihi level tertinggi samyang (mie pedas korea).

Tapi tak bisa dipungkiri Hyungtae juga senang karena bisa memeluk Aera seperti sekarang ini. Bahkan tangan Aera sudah merangkul erat badan Hyungtae, seperti anak kecil yang takut ditinggal ibunya. Hyungtae sendiri tidak sepahlawan itu sehingga tidak takut saat melihat hantu-hantu yang asik menyambut mereka di setiap langkahnya, ia juga takut namun itu semua teralihkan oleh Aera. Rasanya ia ingin memberi penghargaan pada hantu-hantuan disini karena sudah membantunya lebih dekat dengan Aera.

••

Hyungtae dan Aera berhasil keluar dari rumah hantu. Hingga diujung ruangan ketika Aera akan segera menemuu titik terang dari kegelapan dan kelurahan tempat ini, ia masih diberi kejutan klimaks di ahir pintu dengan suara menyeramkan yang lumayan keras. Sehingga membuat Aera teriak tak kalah kerasnya dari itu, dan ketika menginjakkan kakinya keluar pintu lututnya menjadi lemas membuatnya hampir tersungkur ke tanah. Untungnya Hyungtae dengan sigap menahan badan Aera jadi tidak sempat dirinya mencium tanah.

Air mata masih terlihat Sama-sama turun di pipi Aera. "Kau tidak apa-apa ra?" tanya Hyungtae khawatir, badannya sedikit di condong kan kedepan menyamai wajah Aera yang sedang berlutut di tanah. Setelah ia tadi berpindah lebih menjauh dari pintu rumah hantu. Mendengar Hyungtae bertanya membuat mata Aera memicing tajam seperti tatapan ingin menghabisi sehabis-habisnya.

Kedua tangan Aera mengepal dan melayangkan tiga pukulan secara bergantian ke dada bidang Hyungtae. Hyungtae mengaduh tetapi menahan tawa karena merasa bersalah tapi juga merasa lucu melihat Aera. "Aku benci padamu." Ujar Aera. Rasanya ia semakin membenci para hantu di manapun mereka berada. Meskipun tidak sedang berada di sekitar Aera atau menampakkan dirinya pada Aera, mereka tetap mendapat kebencian darinya Karena rumah hantu sialan tadi.

"Maaf-maaf, aku tidak tau kau setakut itu." ucap Hyungtae masih dengan tawanya. "Sebagai permintaan maaf, aku akan mengajak mu makan makanan enak bagaimana?" tawar Hyungtae kemudian. Dia pintar, pintar sekali. Aera memang paling lemah terhadap makanan meskipun begitu ia tetap akan menunjukkan kegengsian nya terlebih dahulu. "Masa bodoh, aku tidak peduli dengan makanan enaknu itu sekarang." jawab Aera. Padahal perutnya memang sudah lapar sebab banyak berteriak tadi, sudah lelah karena naik wahana ditambah harus mengalami bencana seseram tadi juga.

Rasanya ingin sekali Aera minta segera diantarkan ke restoran yang disarankan oleh Hyungtae barusan. Tentu saja hal itu kalah dengan gengsinya sehingga membuatnya diam saja dan terus berjalan mengikuti Hyungtae. Dan untungnya Hyungtae sangat hafal dengan kebiasaan Aera sehingga tak perlu mendapatkan persetujuannya pun Hyungtae tau Aera akan setuju jika ditawari perihal makanan, apalagi setelah seharian berkeliling tempat hiburan, pasti cacing-cacing yang ada di dalam perutnya sudah mengamuk hingga menggigit-gigiti usus pemiliknya.

••

"Taraa.. Selamat makan." Hyungtae duduk berhadapan dengan Aera di restoran terenak di lotte world. Kondisi Aera sekarang sudah lebih baik dibanding tadi, matanya sudah lebih bersahabat sekarang. "Wahh, ini apa namanya Kim?" tanya Aera bersemangat saat melihat beberapa hidangan tersueun rapih di depannya. Sudah diduga Aera akan luluh jika sudah berhadapan dengan makanan, lihat saja sekarang sikapnya seperti seolah-olah tidak pernah terjadi apapun setelah tadi mengamuk dan menangis histeris.

"Lasagna, coba juga cream nya." Hyungtae menjawab dengan wajah sumringah. Disaat mereka berdua menikmati hidangan tiba-tiba ponsel Aera berbunyi, 'Mama' begitulah nama yang tertera disana. "Mama? kenapa tumben sekali." Aera pamit keluar restoran sebentar pada Hyungtae untuk mengangkat telfon dari mamanya, keadaan didalam terlalu berisik karena banyak pelanggan yang sedang mengisi perut mereka sama seperti dirinya.

Hyungtae melanjutkan acara makannya setelah memastikan Aera keluar pintu tanpa masalah. Karena merasa perutnya sangat lapar ia memakan makanannya dengan lahap tanpa Aera, sesungguhnya setelah Aera pergi Hyungtae jadi lebih bisa memperhatikan makanannya. Sebab jika ada Aera yang duduk di depannya perhatiannya pasti akan teralihkan pada Aera lalu melupakan makanan lezat yang di idamkan oleh perutnya.

••

Seorang anak kecil perempuan berusia sekitar lima tahunan menghampiri meja Hyungtae, ia melihat balon warna ungu muda yang berada di samping kursi Aera duduk tadi. Awalnya Hyungtae membiarkan, mungkin anak kecil itu senang melihat balon yang cantik, namun karena matanya lebih terlihat ingin memiliki dibanding hanya sebatas mengagumi jadi Hyungtae memutuskan untuk memberikan balon itu untuknya.

"Kau senang?" Hyungtae beranjak dari kursinya lalu melangkah ke depan anak kecil itu, badannya m m bungkuk menyamai tingginya. Hyungtae sangat menyukai anak kecil, melihat berapa menggemaskan nya pipi si kecil di depannya ia tak kuasa untuk tidak mencubit pelan pipi gembul itu. Anak kecil itu mengangguk bersemangat dengan senyuman lebarnya membuat dia kuncir rambutnya yang lucu bergerak-gerak acak. "Terimakasih samchon." ujar anak itu tak melepaskan senyuman di wajahnya.

Anak kecil tadi diantarkan kemeja orang tuanya oleh Hyungtae, setelah beberapa kali Hyungtae menolak bujukan orang tua anak tadi untuk mengambil keputusan mbali balonnya. Hyungtae tidak tega jika harus menghilangkan senyum dari wajah gadis kecil itu. Lagi pula Aera pasti akan memaklumi balonnya diberikan untuk anak cantik sepertinya.

••

Dari jauh Hyungtae melihat Aera sudah kembali duduk dikursinya. Namun seperti ada yang tidak beres dengannya, Aera terlihat sedih dan suram kepalanya menunduk. Terlihat seperti logat orang yang sedang melihat nangis.

"Aera, kau tidak apa-apa?" tanya Hyungtae sembari memegang kedua pundak Aera. Akhirnya Aera perlahan mengangkat wajahnya, dan benar saja ia sedang menangis hingga hidungnya memerah.

"Kim, ayahku meninggal."