Chereads / dear my boy (Bahasa Indonesia) / Chapter 30 - 30. Duality seorang Hyungtae

Chapter 30 - 30. Duality seorang Hyungtae

Shofa di ruang tamu menjadi sasaran empuk bagi Aera untuk membanting badannya. Ia tak kuasa menahan tawa tapi harus menyembunyikan suara kekehan nya, agar pribadi didalam sana tidak curiga terhadap trik jahilnya.

Sangat sulit berakting seakan tidak ada apa-apa, wajahnya memerah sebab menahan rasa gelitik di perutnya.

Membayangkan betapa lucunya Hyungtae saat keluar dari nanti. Suara pintu kamar mandi yang terbuka mengagetkan Aera hingga membuat badannya sedikit terhentak, ini saatnya menyaksikan pertunjukan yang ditunggunya.

Wajah Hyungtae mengandung banyak ekspresi dari polos, geram dan juga ingin menangis. Seumur-umur ia belum pernah memakai baju semacam ini. "Kau sengaja ya ra." tangannya bersedekap di depan dada. Kalian ingin tau bagaimana penampilan nya?

Baju warna pink dengan lengan balon, diarea potongan leher banyak manik-manik yang menambah kesan feminim disana. Kalau begini siapa laki-laki yang tidak kesal jika harus memakai baju mengerikan seperti ini. Aera sudah tak bisa lagi menahan tawa, ia tertawa sangat keras terdengar sangat renyah dan sangat puas tentunya.

Badannya sampai terguling jatuh dari sofa saking puasnya ia tertawa. Hyungtae hanya bisa diam dan memandangi Aera hingga ia berhenti dengan tawa menyebalkannya. "Kutanya lagi, kau sengaja kan?" Hyungtae tidak sabar lagi menunggu hingga tawa Aera reda. Ia menghampiri Aera yang masih asik tertawa diatas lantai sambil memegang perutnya yang pasti sudah mulai mengeras karena terlalu banyak tertawa.

"Kim.. Kimm.. apa yang kau lakukan, turunkan akuu." ucap Aera tiba-tiba. Posisinya terbalik dan tangannya menggantung diudara. Hyungtae menggendongnya ala karung beras, dipegangnya kuat-kuat kaki Aera agar tidak terlepas karena rontaannya.

"Kau sudah terlalu sering menjahili ku, sebaiknya aku perlu memberimu pelajaran agar tidak kelewatan." Hyungtae membawanya kedalam kamar, menuju kasur lalu membanting Aera pelan. Tenang saja, Hyungtae tidak sekasar itu ia hanya memberi pelajaran bukan menghukum.

"Aku bersalah, maafkan aku.. maafkan akuu.." ucap Aera memohon, raut mukanya panik tapi masih mengandung sedikit tawa. Tapi sepertinya sekarang bukan lagi waktunya untuk melanjutkan tawanya, wajah Hyungtae terlihat serius dan membuat bulu kuduk nya hampir berdiri. "Hei kubilang aku minta maaf." ucap Aera sekali lagi.

Bagaimana Aera tidak panik, setelah Hyungtae membawanya ke dalam kamar suasana menjadi semakin dingin. Hyungtae terdiam, ia berdiri melihat Aera yang berbaring di depannya. "Kim jangan bercanda, aku mulai takut." Aera tidak ingin melanjutkan drama horor ini, ia harus bangkit agar bulu kuduk nya bisa kembali tertidur.

"Siapa yang menyuruhmu pergi." Hyungtae tidak bertanya, kalimat nya lebih terdengar seperti perintah yang kembali membangunkan bulu-bulu halus Aera. Kasihan sekali, sebenarnya apa salah bulu kuduk Aera ia merasa lebih dipermainkan disini.

Aera tidak mau mendengarkan dan melanjutkan usahanya untuk segera pergi dari hadapan Hyungtae, lagipula posisi sekarang ini terasa sedikit tidak aman bagi jantungnya. Melihat itu, Hyungtae membungkuk, tangannya menggenggam kedua lengan Aera lalu di tekan ke kasur agar Aera kembali berbaring.

"Hyungtae, kubilang aku minta maaf kenapa kau serius sekali." ucap Aera gugup, suaranya sedikit bergetar. Ia tidak pernah melihat sisi Hyungtae yang seperti ini, terlalu seram hingga nyalinya menciut seperti kuku jari kelingking nya. Aera tidak lagi melawan, ia berhenti untuk meronta dan matanya mulai berair sekarang.

"Kurasa pelajaran yang kuberikan sudah cukup." Hyungtae menarik kedua lengan Aera perlahan dan membuat gadis kecil itu terduduk. "Kenapa menangis?" ucap Hyungtae lembut, selembut kapas seperti saat bicara pada bayi. Benar-benar duality nya tidak terkalahkan, bagaimana bisa sosok seram yang sangat menakutkan bisa tiba-tiba berubah menjadi se-soft ini.

"Kau jahat." ucap Aera sembari tangannya menghapus air mata yang menetes sejak ia duduk. "Baiklah maafkan aku, apakah aku keterlaluan?" tanya Hyungtae, ia kaget melihat reaksi Aera yang diluar dugaannya. Ia rasa ahir-ahir ini Aera berubah menjadi gadis yang rapuh, mengingat betapa kerasnya ia sejak pertama mereka kenal.

"Aku kan tidak melakukan apapun, kenapa kau menangis." tangan Hyungtae membelai rambut panjang Aera, lalu dilanjutkan dengan merapikan beberapa anak rambut yang sedikit menghalangi wajah Aera kebelakang telinga. "Kau takut sekali ya?" badannya yang membungkuk menyamakan tinggi wajah Aera terlihat lucu, seperti seorang ayah yang sedang menghibur anaknya.

"Iya, kau seperti monster barusan. Aku kan sudah minta maaf kenapa kau tidak segera melepaskan ku?" tangan Aera mengepal dan dipukul kan ke dada Hyungtae berulang kali. "Aw aw, sakit." Hyungtae menahan tangan nakal itu agar segera berhenti menyakiti nya.

"Sepertinya kau benar-benar ketakutan, sampai kudengar kau memanggilku dengan sebutan Hyungtae bukan lagi Kim." ucap Hyungtae sedikit menggoda memecah suasana. Tapi memang benar ia terkejut saat Aera memanggilnya dengan berbeda dari biasanya, terasa ada sedikit glenyiran di perutnya.

Sangat menyenangkan mendengar Aera memanggilnya 'Hyungtae' tapi tetap saja panggilan 'Kim' lebih favorit baginya karena hanya Aera lah yang memanggilnya begitu, bisa di anggap 'Kim' adalah panggilan sayang khusus untuk dirinya. Meskipun sepertinya Aera tidak menganggap seperti demikian.

"Memang apa pentingnya memanggil dengan berbeda, lagipula keduanya adalah namamu." Aera sebenarnya juga terkejut saat mulutnya memanggil nama Hyungtae tidak seperti biasa. "Benar tidak ada yang berubah setelahnya, aku juga masih tetap tampan." inilah sosok narsis yang Aera rindukan di saat-saat mengerikan tadi, tapi saat sudah kembali kenarsisan itu tetap saja menyebalkan ketika masuk ke telinga.

"Sudahlah aku mau mandi, kau jangan mengganggu ku lagi." Aera mendorong dada Hyungtae kebelakang alhasil tubuhnya menjadi tidak seimbang dan bergeleyoran. "Hei, kau dulu yang mengganggu ku kenapa jadi aku yang disalahkan." teriak Hyungtae tidak Terima. "Dasar gadis licik." lanjutnya, terdengar sarkas namun tidak dengan ekspresi nya. Saat mengucapkan kalimat terakhir tadi sudut bibir Hyungtae tertarik keatas, yang menandakan entahlah tiada yang tau maksudnya.

••

"Kau tidak pulang?" kalimat pertama yang Aera ucapkan di tengah keheningan, Hyungtae sedari tadi diam memperhatikan Aera yang sedang sibuk mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. "Kenapa? kenapa kau mengusirku?" jawab Hyungtae, ia kesal seperti keberadaan nya tidak diharapkan.

"Tidak, bukan maksudku mengusirmu. Memangnya kau mau tidur disini?" tanya Aera kemudian. Ia tidak ber-espektasi seorang sultan seperti Hyungtae tidur dirumah kecilnya. "Ide bagus, aku akan tidur disini malam ini dan pulang besok pagi denganmu." jawab Hyungtae, ia menjawab dengan sangat enteng seperti tidak ada beban. Memang selama ini mereka tinggal dalam satu rumah, tapi kali ini berbeda.

Dirumah Hyungtae banyak orang, pelayan-pelayan sering terlihat saling berpapasan disana. Dan dirumah Aera tidak ada siapapun selain mereka berdua, bukankah akan terasa awkward jika harus tidur satu atap dirumah kecil ini berdua saja.