Chereads / dear my boy (Bahasa Indonesia) / Chapter 27 - 27. Sisi dewasa seseorang

Chapter 27 - 27. Sisi dewasa seseorang

Pada dasarnya semua manusia tumbuh, seiring bertambahnya usia seseorang akan bertambah pula pengalaman hidupnya. Beberapa orang menilai, kedewasaan seseorang tidak bisa diukur dengan seberapa banyak usia mereka. Dewasa bukan perihal awalnya seorang bayi lalu beranjak menjadi seorang gadis.

Dewasa yang sebenarnya ialah bijaksana dalam bertindak maupun dalam mengambil keputusan.

Sekarang mari kita lihat contoh beberapa orang dewasa seperti ayah dan ibu Aera. Mereka telah dewasa memiliki pengalaman hidup yang lebih banyak dibanding Aera, namun apakah pikiran mereka lebih dewasa dari Aera?

belum tentu iya, belum tentu tidak juga. Mengapa? seseorang memiliki kehidupannya masing-masing, bukan tidak mungkin ayah ibu Aera tidak pernah bersikap dewasa. Aera pun tentu pernah bersikap labil melebihi bocah SD.

Lalu saat diajukan pertanyaan siapa yang lebih dewasa? jawabannya ialah semua orang pernah menjadi dewasa entah itu Aera maupun orang tuanya. Tidak ada jawaban yang pasti mengenai hal ini, namun jika dihitung secara kuantitas sepertinya Aera lebih banyak bersikap dewasa meskipun pengalaman hidupnya lebih sedikit.

Orang tua Aera tidak bijak dalam membagi kasih sayang terhadap anak-anaknya, tidak bijak dalam bersikap saat emosinya memuncak bahkan tak jarang melampiaskan amarahnya pada Aera (hanya Aera).

Jadi berapa usia kalian? apakah kalian sudah menyadari bahwa kalian pasti pernah dewasa? menjadi dewasa memang tidak mudah, apalagi saat disuruh membagi es krim favoritnya dengan anak kecil, bagi Aera itu perlu di pertimbangkan lebih dalam. Jangan berfokus untuk ingin cepat-cepat bertambah usia agar bisa menjadi orang yang lebih dewasa.

Fokuslah berdamai dengan diri sendiri, sering-sering lah berbicara pada dirimu sendiri. Semacam, kamu kuat kamu hebat atau terimakasih untuk hari ini aku tau ini sulit tapi ayo lebih berusaha lagi. Kalian tidak tau betapa besar efek mengobrol dengan diri sendiri, kalian akan merasa memiliki penyemangat, sahabat, maupun tempat bercerita meskipun tidak ada orang lain. Iya, hanya dirimulah yang mengerti keadaanmu.

Begitulah Aera selama ini menjalani hidupnya, seberat apapun masalahnya, se-sepi apapun hidupnya. Nyatanya hingga sekarang ia tetap bisa bertahan, tetap menjadi sosok ceria meskipun hidupnya terasa pahit bak buah pare. Aera sering kali mengeluh, menangis, marah sama seperti kebanyakan orang di dunia ini, namun yang bisa menguatkannya hanyalah dirinya sendiri.

••

"Jadi begini rasanya melihat ku saat membuka album fotomu Kim?" tanya Aera yang tengah duduk di kursi depan mejanya. Tangan Hyungtae sibuk memegangi satu-satu foto Aera di mading, Aera sampai heran apakah kakinya tidak pegal berdiri begitu lama dengan posisi kakinya yang terbuka lebar dan badannya yang sedikit di condong kan ke bawah menyamai tinggi dinding mading yang memang sedikit rendah posisinya.

"Sini duduk, aku tidak tahan melihat gaya berdirimu. Rasanya seluruh badanku pegal semua." Aera baru saja berdiri dan mengganti posisinya dengan Hyungtae dengan mendorong tubuh tingginya agar langsung duduk pada kursi. Aera sedikit tidak biasa bukan? benar, ia bukan gadis manis nan anggun yang digemari para pria korea. Tidak masalah yang penting bagi Hyungtae Aera tetap satu-satunya gadis cantik favoritnya, tidak ada gadis lain entah anggun, polos atau yang lain.

Hyungtae juga tidak peduli jika Aera akan berubah menjadi anggun dan polos seperti kebalikan sifat aslinya. Yang penting itu Aera bukan orang lain. Kini Hyungtae sudah benar-benar mengakui dirinya menyukai Aera si gadis tegas, kasar, dan konyol tentunya. Tinggal menunggu kapan ia akan menyatakan perasaannya, lagipula ia sudah banyak memberikan kode pada Aera seperti saat di restoran kemarin. Hyungtae bahkan menyanyikan lagu khusus untuk Aera di depan babyak orang, seperti profesional bukan? padahal selama Hyungtae menjalin hubungan dengan seseorang ia merupakan pihak yang pasif tidak banyak beraksi, hanya ingin memiliki pasangan saja.

••

"Lihat salah siapa ini?!." Aera menunjuk ke beberapa tempat yang terlihat paling berdebu. Hyungtae tidak paham Aera sedang bertanya atau sedang ingin memberitahu dirinya, sepertinya lebih ke pertanyaan tapi jika bertanya padanya bagaimana ia bisa tau jawabannya. Alhasil Hyungtae hanya bisa bengong memandangi semua tempat yang sebelumnya tidak ia sadari ternyata sangat berdebu. "Kenapa diam saja?"

"Tidak tau, memangnya salah siapa?" jawab Hyungtae polos sekali, ia benar-benar seperti anak kecil yang sedang belajar hal baru dengan ibunya. "Tentu saja salah kau." selanya. "Kau menahanku berminggu-minggu di rumahmu hingga rumahku sendiri tidak terawat. Sudah seperti rumah kosong tak berpenghuni, entahlah apakah dirumah ini banyak hantu berkeliaran atau tidak." lanjut Aera kemudian. Ia sungguh ingin meledak sekarang, jika di pikir-pikir ia banyak ruginya setelah tinggal dirumah Hyungtae.

Tidak punya pekerjaan, tidak bisa bebas keluar rumah, hingga kontrakan yang berdebu tebal ini tidak ada yang membayarkan. Lalu sekarang jika sudah seperti ini siapa yang akan membayar tunggakannya, dirinya tidak punya uang karena setelah tinggal dirumah Hyungtae ia meninggalkan beberapa pekerjaan paruh waktunya begitu saja. Tinggal dirumah Hyungtae yang sangat mewah pun ia tetap tidak punya uang karena memang tidak benar-benar bekerja, hanya menemani Hyungtae saja di sampingnya.

"Maaf ra." ujan Hyungtae kemudian. Aera tertegun dalam diam, siapa sangka ia akan mendapat respon seperti itu dari Hyungtae. Selama ini ketika mereka sedang mendebatkan hal ini pasti akan berakhir Aera lah yang mengalah atau terkadang ia diamkan saja saat mendapati Hyungtae tengah sibuk membela diri. Namun kali ini berbeda, seperti bukan Hyungtae yang Aera kenal. Mana mungkin seorang Hyungtae yang sama keras kepalanya seperti dirinya tiba-tiba mengalah perihal insiden kecelakaan dulu.

"Kau punya penyedot debu bukan?" lanjut Hyungtae yang tak sengaja menyadarkan lamunan Aera. Lihat sekarang Hyungtae sedang membantu Aera membersihkan rumahnya. Berani taruhan Hyungtae sama sekali belum pernah membersihkan kamarnya sendiri, terlihat dari caranya memegang vacuum cleaner milik Aera, tangannya terlihat sedikit kaku dan canggung. "Bodoh, kau saja tidak pernah membersihkan rumahmu kenapa juga sok-sok an membantuku." cerca Aera, ia sedang duduk di atas sofa warna pastel yang menambah kesan aesthetic diruang tamu ini.

Saat Aera mengatakan itu memang kalimat nya sedikit kasar dan seperti tidak tau terimakasih. Namun nyatanya ia mengatakan dengan nada mellow karena terharu, seorang sultan sedang bersih-bersih dirumahnya itupun tanpa digaji. Hyungtae tau Aera sedang mengekspresikan rasa terimakasih nya dengan cara yang berbeda.

Suara penyedot debu mengambil alih keheningan diantara mereka berdua. Hyungtae yang tengah asik belajar bersih-bersih dan Aera yang sedang entah apa yang harus ia lakukan. Rasanya semakin aneh, di dalam dada Aera terdapat suatu benda berukuran besar yang berusaha membuncah keluar. Semakin lama ditahan, malah semakin sulit dikendalikan ia bingung harus bagaimana sekarang.

Tiba-tiba Hyungtae merasa ada seseorang berdiri di belakangnya tanpa bersuara sepatah katapun. Dan benar saja, saat berbalik badan ia menemukan Aera yang sedang memandangi nya. Tatapan mata itu, ini sangat aneh Hyungtae tidak pernah melihat sorot mata Aera yang seperti ini sebelumnya, Aera seperti ingin berusaha menyampaikan sesuatu dari sorotan mata itu.

"Kim, boleh aku minta peluk?