••
Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Aera terbangun dari tidurnya. Karena merasa tenggorokannya kering maka ia beranjak dari tempat tidur dan keluar dari kamar menuju dapur. Sayangnya semua lampu sudah dimatikan, Aera harus kembali lagi ke dalam untuk mengambil ponselnya, ia perlu benda kotak itu untuk membantunya memberi penerangan.
Saat dirinya membuka ponsel dan berniat untuk menyalakan senter, ia melihat ada tiga pesan dari orang yang sama. Tapi tidak segera ia buka, nanti saja juga bisa kalau hanya membuka pesan. Lagian sekarang sudah larut malam siapa yang mengira aku sedang membuka ponsel.
Aera melangkah kan kakinya keluar kamar dan menuju dapur seperti tadi, bedanya sekarang benda-benda di sekitarnya terlihat lebih jelas meskipun tidak terlalu terang, setidaknya Aera tidak akan khawatir dirinya menabrak sesuatu dan menimbulkan masalah.
Sebenarnya lebih mudah untuk menyalakan lampu saja, tapi Aera merasa tidak perlu karena ia hanya akan ke dapur sebentar untuk mengambil air minum saja.
Jeglek..
Lemari kulkas terbuka menampakkan beberapa minuman dingin dan bahan-bahan untuk memasak lainnya. Dengan cepat Aera mengambil botol kaca yang berisi air mineral dan dituangkan nya ke dalam gelas besar.
Hanya dengan melihat nya saja Aera sudah bisa merasakan betapa dingin dan segarnya bila minuman ini masuk melewati tenggorokannya yang kekeringan.
Setelah selesai dengan ritual pengambilan minumnya, Aera pun kembali ke kamar. Sudah merasakan keringnya tenggorokan tapi entah Aera tidak segera meminum air nya, mungkin ia memerlukan posisi yang nyaman ketika minum jadi langsung dibawa ke kamar untuk menemaninya kembali tidur nanti.
Mata Aera layu, bulu matanya terasa berat menandakan ia sebenarnya mengantuk, memaksakan dirinya berjalan sejauh ini hanya untuk segelas besar air minum. Saat dengan tenang Aera menyusuri ruang tamu dan akan kembali ke kamarnya, ia melihat seseorang menutup pintu kamarnya dari dalam. Seketika ia memegang, antara takut dan waspada.
Bagaimana jika itu rampok atau orang jahat, tapi bagaimana juga kalau ternyata itu hantu. Aera tidak tau harus bagaimana, haruskah ia mengecek kedalam kamar atau pergi meminta bantuan orang dirumah ini. Tekadnya sudah bulat, ia memberanikan diri melangkah untuk menuju kamar Hyungtae. Tidak ada salahnya meminta bantuan terlebih dahulu, itu akan lebih m njamin keselamatannya.
tuk tuk tuk..
Aera mengetuk berkali-kali pintu kamar Hyungtae, tapi tidak ada balasan dari sang pemilik kamar. Tidak ada pilihan lain selain memaksa masuk, bisa saja Hyungtae sedang tidur dan tidak mendengar ia mengetuk pintu. Tidak masalah ia dianggap tidak sopan karena masuk kamar orang lain tanpa izin, Aera tau ia salah tapi itu semua tidak berlaku disaat-saat genting seperti ini.
"Kim, kau sedang tidur?" tanya Aera dari arah pintu. Ia bicara dari kejauhan, tidak disadari diranjang tempat biasa Hyungtae tidur pemilik nya sedang tidak disana. Hyungtae tidak tidur di ranjang, lalu ia tidur dimana?
Aera memeriksa di sofa dan ruang kerja Hyungtae tapi hasilnya nihil. Tinggal satu tempat yang belum ia cek, kamar mandi.
"Dimana adab mu ra, bisa-bisanya menghampiri pria yang sedang di kamar mandi." Aera merutuki dirinya sendiri. Tapi kembali lagi pada prinsipnya, setidak sopan apapun itu bila sedang terdesak itu akan dimaklumi. Ahirnya Aera membuka pintu kamar mandi Hyungtae, dan hasilnya sama saja Hyungtae tidak ada disana. Antara lega dan tidak, ia ingin menemukan Hyungtae secepatnya namun juga pasti merasa canggung jika menemukan Hyungtae yang sedang di kamar mandi.
Bagaimana ini, Hyungtae tidak ada lalu siapa yang akan menemani nya memeriksa orang yang masuk kedalam kamarnya. Terpaksa ia memasang mental baja dan kembali menuju kamarnya, apapun yang terjadi ia siap. Untuk berjaga-jaga ia mengambil tongkat bisbol milik Hyungtae dari kamarnya tadi. Meskipun sudah memasang mental baja di dalam dirinya tetap saja mentalnya kecil, tangannya bergetar saking gugupnya.
Tidak menunggu lebih lama lagi, Aera membuka perlahan pintu kamarnya. Ditangan kanannya sudah tersedia tongkat bisbol yang siap ia layangkan ke arah si penjahat.
Ceglek..
"Si-siapa kk-kau!!" teriak Aera ketakutan, ia ingin memejamkan matanya tidak siap melihat kenyataan ada penyusup masuk ke kamarnya, tapi di sisi lain ia harus waspada dan tidak boleh lengah. Ahirnya ia mengedipkan kedua matanya berkali-kali agar matanya tertutup tapi juga terbuka, otaknya sudah sulit untuk diajak bekerja sama.
"Ra kau sedang apa." Tanya pria di dalam sana, mendengar ada suara yang menyahutinya Aera semakin merinding berarti benar ada penyusup masuk ke dalam kamar nya. Tapi karena lampu kamarnya dimatikan dan hanya lampu tidur yang menyala, ia tidak bisa melihat dengan jelas rupa dan wujud pria itu. "Siapa kau, beraninya kau masuk ke kamar ku. Apa yang kau inginkan." Aera memberanikan diri mengambil langkah maju.
Tangannya mengayun-ayunkan tongkat bisbol ke depan seperti membawa pedang. Ia sudah siap berperang sekarang, meskipun tidak tau hasilnya nanti siapa yang menang. Untungnya ia tidak ingin menangis karena ketakutan, jiwanya tidak terlalu cengeng hanya karena ketakutan. Tapi sekujur tubuhnya kebas oleh keringat karena cemas.
Dilihatnya pria itu melangkah maju menuju saklar lampu, "Jangan bergerak, atau kupukul kau dengan tongkat." teriak Aera tegas tapi jelas terdengar gugup. Tapi pria itu tidak mendengarkan apa yang Aera titah kan, dasar penjahat bandel. Lampu kamar pun ahirnya menyala, dan pria itu perlahan melangkah kearah Aera.
Aera sekarang sedang memejamkan mata, ketika lampu dihidupkan ia terlalu takut sehingga bukannya lebih menghawatirkan keadaan ia memilih untuk memejamkan mata saja, jangan salahkan Aera ini refleksi dari tubuhnya. Aera tau terlalu bodoh jika ia memejamkan mata sekarang, tapi ia tidak sanggup lagi menahan ketakutannya.
Seseorang memegang kedua pipinya, dan membuat Aera terjingkat kaget. Membuatnya semakin memejamkan matanya erat. "Sampai kapan kau akan menutup matamu." tangan Hyungtae tetap berada di pipi Aera, mendongakkan sedikit wajah Aera agar Hyungtae bisa melihat wajahnya lebih jelas.
Aera menyadari suara pria di depannya terdengar tidak asing, maka dengan perlahan ia memberanikan diri membuka matanya. Dan terlihat lah Hyungtae, satu-satunya pria yang ia pikirkan saat ia ketakutan setengah mati. Tanpa pikir panjang Aera memeluk Hyungtae erat kedua tangannya melingkar dileher pria itu, lalu pecahlah pertahanannya selama ini air mata mulai membasahi kedua pipinya. Hingga Hyungtae ikut merasakan pundaknya basah karena air mata Aera.
Hyungtae sempat cemas melihat Aera sedang ketakutan seperti ini, tapi ia sekarang kembali dibuat gemas Aera nya yang galak bisa serapuh ini, bahkan menjadikan pundaknya sebagai sandaran dan tempatnya menangis.
Tak kuasa Hyungtae menahan senyumnya, tangannya mengelus pelan rambut Aera. Mumpung disaat-saat begini Hyungtae akan menikmati kemanjaan Aera, tidak akan ia sia-siakan sedikitpun. Dasar pria hidung belang.
"Kau bodoh." Aera memukul punggung Hyungtae ketika dirinya masih memeluk erat pria itu. Jadi dia ingin memukul atau memeluk, setidaknya lakukan satu persatu. Aera menangis sesenggukan, selama lima menit mereka tetap berdiri di depan pintu dengan berpelukan. Tidak mau Aera lelah, ahirnya Hyungtae mengangkat tubuh Aera dan di gendongnya ala koala.
Hyungtae merebahkan pantatnya diatas sofa kamar Aera dengan Aera yang masih berada dalam pelukannya. Biarlah Aera tidak sempat curiga terhadap Hyungtae, ia masih perlu menenangkan diri dipelukan Hyungtae.