Chapter 31 - Mansion Tua (Bagian 1)

"Latifa, Myne dan yang lainnya, terimakasih karena sudah menyambut kami, dan sekarang, terimakasih karena sudah mau mengantar kami sampai gerbang, kami berangkat." Aileen tersenyum dan berjalan meninggalkan kota Ferrum, tujuannya kali ini adalah Mansion Tua yang berada di Media Silvae, jarak dari kota Ferrum ke Media Silvae tak terlalu jauh, mungkin hanya membutuhkan 1 hari perjalanan.

Namun yang jadi permasalahannya adalah jalan menuju tempat itu bukanlah jalan yang dapat dilalui dengan mudah, setiap kali berjalan, mereka akan bertemu dengan monster, tidak hanya 1 atau 2, mereka akan menemukan banyak monster yang cukup kuat, mungkin seperti Hell Hound dan High Orc. Hell Hound, tingkatan ke 2 dari Hound, mereka memiliki ciri ekor yang memiliki bara api yang terang, beda dari Hound biasa, cakar mereka sangatlah panas, nafas api yang mereka lontarkan setara dengan api yang dilontarkan oleh Wyvern. Juga High Orc, berbeda dengan Hound, mereka tak memiliki perbedaan fisik dengan Orc biasa, namun kekuatan mereka lebih tinggi daripada Orc, selain itu, High Orc memiliki kecerdasan yang lumayan meskipun berada jauh dibawah manusia. Mereka dapat membentuk pasukan, membuat Formasi, sehingga ini adalah hal yang cukup berbahaya.

Aileen, Lyve dan Flava yang ada di pangkuan Aileen, mereka bertiga sudah siap untuk menghadapi para monster itu. Kekuatan mereka seharusnya ada diatas para monster berbahaya, namun sekuat apapun mereka, tetap mereka tak boleh lengah, karena ada musuh lain yang akan mengintai mereka, benar, itu adalah Manusia. Manusia bisa saja lebih berbahaya daripada monster, mereka adalah makhluk yang rakus, sehingga sangat berbahaya. "Papa, mengapa manusia juga dimasukan kedalam kategori berbahaya? Bukannya papa dan Flava itu manusia?'

"HEI JANGAN LUPAKAN AKU DOOONG!!" Kesal Lyve, "hah? Bukannya kak Lyve itu bukan manusia? kak Lyve itu dewi tau!"

"Dewi juga termasuk manusia tauu!!"

"Haha sudah sudah kalian berdua, Flava, Lyve benar, dia juga termasuk manusia, meskipun darah manusianya tak banyak, lalu untuk pertanyaan mengapa manusia dikategorikan kedalam makhluk yang berbahaya olehku, karena manusia memiliki banyak cara untuk menyengsarakan orang lain, seperti para penyihir jahat dan Lich yang menggunakanmu sebagai senjata, apakah ada monster yang seperti itu?" Aileen menatap langit, "Juga perbudakan, mereka memanfaatkan tenaga manusia lainnya untuk mendapatkan keuntungan sendiri, bahkan tak sedikit dari para budak itu kehilangan kesucian mereka, apakah itu bukan perlakuan yang jahat?" Lanjutnya lagi.

"Kamu sampai memikirkannya sampai sejauh itu, Aileen." "Itu karena di dunia lama ku, disana tak ada perbudakan, mereka menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, tak membedakan ras atau entitas, kami saling menghormati antar ras atau antar suku, negara yang jauh maupun yang dekat damai meskipun ada beberapa yang berperang." Aileen mengingat kembali dunia lamanya. "Flava, apakah sebelumnya kamu punya orang tua?"

"Tentu saja, papa, Flava lupa dengan nama mereka, namun Flava bisa mengingat sedikit, Flava ingat kalau orang tua Flava tinggal di sebuah bukit kecil." Jelasnya, "Begitu ya, kapan-kapan,kita akan mencari Informasi mengenai mereka, mau?"

"Mengapa? Apakah keberadaan Flava di sisi papa sangatlah mengganggu?" Flava mulai risih, "Flava, aku hanya ingin membuat mereka tak khawatir, aku akan berkata kalau aku mengadopsimu."

"Lalu bagaimana kalau mereka meminta untuk memulangkan Flava, Aileen?'

"Jangan melupakan Kontrak yang kujalin secara diam diam dengan Flava, Lyve, tak ada alasan untuk menentangnya." Aileen diam dan duduk sebentar, "Sudah.. papa cukup.. orang tua Flava tak ada di dunia ini.. mereka sudah.." Ingatan Flava kembali sedikit terbuka, namun ketika orang tuanya sudah dilumuri darah. "Eh?"

"Ketika Flava diculik, mereka berdua dibunuh oleh Lich mereka menjadi Undead.." Jelasnya lagi, Aileen terdiam, ia mereasa bersalah karena telah membahas itu, namun, biasanya anak yang marah akan memukul atau lari, namun Flava berbeda, ia sangat menghormati Aileen sebagai ayah angkatnya, namun ia marah. Flava hanya bisa menangis sambil menenggelamkan wajahnya di dada bidang Aileen. "Aileen.."

"Maaf, Lyve, ini salahku, kita buat tenda dulu di sini." Ujarnya, Flava tertidur setelah 30 menit menangis, bibir lembab, mata berair, siapa yang tega melihatnya seperti itu. "Aileen, tapi di sini bisa ada monster lho." "Aku takkan tidur, Lyve, mengingat malam juga sudah tiba, aku harus segera membuat tenda dan perapian." Ujarnya. Flava tertidur di pangkuan Lyve, 'Mengapa Aileen tiba-tiba membahas orang tua Flava? Jika ia tak membahasnya di saat seperti ini, hal begini takkan terjadi.' Lyve mengelus lembut rambut pirang Flava, ia tersenyum padanya.

***

Hari sudah semakin gelap, sesuai janji, Aileen takkan tidur, ia duduk di depan perapian seraya meminum sebuah Wine yang kebetulan ia bawa dari Magic Bag nya. Ia ingin menghangatkan diri, namun ia tak berniat untuk mabuk. "Hah.." Desahnya. "Papa." Mendengar Flava memanggilnya, ia menoleh ke belakang, dan benar saja, sosok Flava yang sudah terbangun itu terlihat seperti malaikat yang berdiri di bawah sinar rembulan. "Kemarilah." Ajak Aileen. "Sebelumnya aku minta maaf padamu, Flava, bisakah kamu melupakan kejadian tadi?"

"Tentu saja, papa, Flava tak mempermasalahkannya, hanya saja hati Flava suka sedikit sakit ketika membahasnya." Jelas Flava, 'Aku harus mengatakannya.'

"Alasan aku mengatakan itu padamu, aku memiliki teman kecil yang sangat mirip denganmu, tak ada yang berbed, namun ia meninggal di usia ke 19nya, ia dibunuh oleh kekasihnya." Jelas Aileen, "Mengapa teman papa dibunuh?"

"Ia sudah berjanji padaku ketika masih kecil, suatu saat kami akan menikah, namun ketika aku bertemu dengannya.. ia sudah bersama dengan seorang lelaki." Aileen tersenyum miris. "Dia kembali teringat pada janji masa kecilnya dan memutuskan hubungannya dengan kekasihnya didepan umum, alhasil dia dibunuh ditempat." Jelas Aileen, "Jadi papa berpikir kalau Flava adalah orang itu?"

"Tidak, aku hanya melihatmu sebagai Flava." Aileen kembali meneguk Wine yang terdapat dalam botol itu, "Papa jangan banyak minum, nanti papa mabuk lho." "Setidaknya aku ingin menghangatkan diri."

~Buku Harian Aileen~

Menuju Mansion Tua yang dikatakan oleh Latifa, katanya Mansion itu berhantu lah apalah, aku berniat untuk mengungkap misteri dibalik mansion itu, siapa tau ada petunjuk mengenai raja iblis Dipli. Namun perjalanan kami terhambat, karena kesalahanku sendiri, aku malah membuat Flava menangis sampai tertidur, sehingga aku harus membuat tenda untuk bermalam. Mungkin kami akan bertemu banyak monster esok hari, entahlah siapa yang tau.

Aku menceritakan tentang teman masa kecilku pada Flava, jujur, aku tak berharap untuk bertemu dengannya lagi, dia mengkhianati janji ku, meskipun waktu itu kami masih kecil, janji tetaplah janji.

Bersambung