"Masakan papa selalu enak!"
Di pagi hari ini mereka bertiga sarapan, seperti biasa. Perjalanan mereka masih sangat panjang, namun mereka tetap berjalan seolah-olah tak mengenal apa itu lelah. "Makanlah sampai kenyang, Flava." Ujar Aileen seraya merapikan alas makannya dan membakarnya. "Aileen, kamu mendapatkan ide makanan ini dari mana? Seharusnya makanan seenak ini takkan ditemukan di Terra bukan?" Tanya Lyve, memang sebenarnya Pizza yang dibuat oleh Aileen bukanlah makanan yang berasal dari dunia Terra ini, melainkan ia menghidangkan masakan dari dunia asalnya, Pizza, kau tau, makanan khas dari sebuah Negara yang menghidangkan adonan dengan saus tomat di atasnya, dilengkapi dengan lelehan keju, ah membayangkannya sudah membuat semua orang lapar.
"Ini adalah Pizza, makanan dari salah satu Negara di dunia asalku, aku tak ingat jelas nama negaranya, namun untungnya nama makanannya aku masih ingat, dan untungnya bahan-bahannya juga tak terlalu susah didapat." Jelas Aileen, ia berdiri, mematikan perapian karena hari mulai siang. "Kalian berdua, cepatlah sedikit, kita tak bisa terlalu bersantai."
"Baik papa!" Sahut Flava, berbeda dengan Lyve yang berdiri tanpa menyahuti, "Yah, pagi-pagi sudah ada tamu saja, bagaimana? Siapa yang akan melayaninya?" Lyvemon tersenyum pada beberapa monster yang menyergap mereka. 'Mereka hanyalah monster lemah, para Hell hound, monster ini kini hanyalah bagaikan seekor lalat bagi kami.' Aileen berjalan maju, menarik pedangnya. "Biar aku saja." Ujar Aileen.
Berbeda dengan Flava yang masih saja menikmati Pizza seraya berdiri. "kalau begitu, kuserahkan pada papa!"
"Kalian benar benar ya."
Aileen hanya tersenyum melihat sikap dua gadisnya yang terlihat sangat santai itu, yah itu lebih baik daripada tegang tak jelas, selain itu, para Hound seperti ini takkan mengganggu mereka, dengan sedikit sentuhan saja, mungkin para Hound itu akan dapat diatasi. "Elemental Skill : Thunder Fang!" Aileen menghentakan kakinya,
Seketika itu aliran listrik keluar dari bawah sepatunya, menjalar mendekati para Hound yang mengepung mereka, seolah-olah listrik itu memiliki pikiran tersendiri sehingga dapat menentukan siapa yang kawan dan siapa yang lawan. "Oke, sepertinya masalah sudah dapat diatasi, Flava, Lyve, kita akan berangkat sekarang, segera kemasi barang-barang kalian, mengerti?" Tegas Aileen, "Baik!/Dapat dimengerti, papa!" Sahut mereka berdua.
'Ah, lagi-lagi perasaan ini muncul, sudah berapa kali ya, dalam beberapa hari terakhir, aku sering merasakan hal aneh ini, hatiku tiba-tiba sesak, tanpa alasan yang jelas.' Batin Aileen, sudah berapa hari semenjak pertarungannya dengan Iblis di mansion tua itu? Mungkin hamper 1 minggu, kali ini mereka memutuskan untuk terus pergi menuju pelabuhan dan pergi ke kerajaan sebelah. Jika mereka terlalu bersantai, mungkin mereka akan terjebak dalam masalah tak berujung.
Aileen berdiri seraya menunggi Flava dan Lyvemon yang tengah mengemasi barang barang mereka. Meskipun dadanya sedikit sesak, namun ia bisa menahannya, 'Mungkin ini adalah racun dari laba-laba sialan itu, hah.' Kesal Aileen. Ia ingat jelas kalau kaki laba laba itu menusuk jantungnya, meskipun berkat bantuan dari Dewi misterius itu ia dapat bertahan hidup, namun siapa sangka kalau racun dari laba-laba itu masih bersarang di tubuhnya, 'Mungkin aku harus segera mencari penawarnya, atau aku akan meminta bantuan lyve, rasanya semakin hari racunnya semakin menguat.'
Batinnya lagi. "Sip, papa, ayo!"
"Oke!" Aileen berjalan mendahului mereka berdua, di depan mereka, terlihat padang rumput yang luas, "Lyve, ini mirip rumah kita ya." Ujar Aileen tiba-tiba ketika mereka mulai menginjakan kaki di atas tanah padang rumput itu, "Benar sekali, rasanya membuat rindu saja."
"Namun siapa sangka, kalau di tempat ini ada bahayanya sendiri, bahkan lebih bahaya daripada Slime yang ada di tempat kita." Aileen mencabut pedangnya,'Aku hampir lupa kalau ini adalah kawasan Zona Veteran, monster di padang rumput ini memanglah Slime, namun ukuran mereka tak bisa diremehkan, mereka berada di level yang lebih tinggi daripada Slime yang ditempat itu.'
"Sebaiknya kita hindari saja, Aileen, Slime adalah monster pasif, mereka takkan menyerang jika kita tak melakukan tindakan berbahaya bagi mereka." Lyvemon lebih memilih jalan aman daripada harus berhadapan dengan lendir besar itu, ia tak mau kehilangan pakaian lagi. Mereka berhasil melewati para Slime, namun sayangnya, "Kita dihalangi." Aileen menatap sinis Slime itu. "Tunggu, jangan menyerangnya."
"Ini adalah kali pertamanya ada manusia yang tak menyerang teman-temanku." Ujar Slime itu dengan suara lembut, "Eh?"
"Dia adalah Slime yang berevolusi, dia sudah memiliki kecerdasan yang hampir setara dengan manusia, ini adalah kasus yang langka." Jelas Lyvemon, "Sepertinya akan sulit jika kita berkomunikasi dengan wujudku yang seperti ini." Ujar Slime itu, perlahan tubuh kenyalnya menyusut, membentuk manusia dengan rambut hijau, menyerupai warna tubuh wujud Slime nya. Namun anehnya kali ini ia memiliki warna kulit yang sama dengan warna kulit milik Lyvemon dan Flava, putih bersih.
"pertama-tama, kuucapkan terimakasih karena tak melukai teman-temanku, meskipun mereka akan langsung terlahir kembali, namun mereka menderita jika terus disiksa." Jelas Slime itu, "Etto.."
"Manusia, apakah kamu berpikir kalau kami, para Slime tak memiliki perasaan?" Tanya Slime itu pada Aileen, belum sempat Aileen menjawab, Slime itu berkata, "Mungkin ini akan sulit untuk dipercaya, mengingat Slime adalah makhluk yang tercipta dari Elemental dengan kecerdasan yang rendah, namun yang namanya makhluk hidup, kami juga memiliki perasaan, karena itulah, kumohon jangan menyakiti Slime lagi, kami hanyalah makhluk lemah yang tak bisa berbuat apa apa." Slime itu berkata dengan penuh perasaan.
"Maaf.." Aileen merasa bersalah karena baru mengetahui ini, "Yang sudah terjadi biarlah berlalu, itu semua terjadi karena ketidak pahaman manusia akan perasaan dan keinginan kami." Ujar Slime itu, "Kami berjalan dengan susah mendekati manusia bukanlah untuk menyerang mereka, namun kami hanya ingin dipelihara oleh manusia dan dirawat sehingga kami akan dengan mudah membentuk diri kami yang sempurna." Jelasnya, "Sempurna?"
"Slime yang sempurna adalah Slime yang memiliki pikiran seperti diriku, aku harus bersembunyi dari manusia dan menghentikan pemikiran tentang manusia yang memelihara Slime sehingga aku bisa bertahan hidup sampai membentuk diri ini." Jelas Slime itu lagi, "Begitu ya, kalau begitu, aku akan pergi ke Guild dan memberitahu semuanya tentang ini."
"Terimakasih, Manusia, dengan begini, kami para Slime bisa hidup tanpa adanya rasa takut, jika kalian membunuh monster lain, kami sangat berterimakasih karena dengan itu kami bisa mendapatkan makanan." Makanan dari Slime adalah mayat dari para monster yang dibunuh petualang, sehingga Slime sangat berguna untuk mencegah pembusukan yang sia sia.
"Papa, waktu itu Flava bermain main dengan Slime di halaman rumah, mereka adalah makhluk yang baik mereka tak memakan pakaian Flava sedikitpun." Flava menambahkan, "Kau benar."
Bersambung