Chereads / Us! / Chapter 5 - Mendekat

Chapter 5 - Mendekat

Xena sedang asik membaca buku. Ia tak terlalu perduli pada siswa-siswi yang berlalu lalang menuju kantin. Wajah datarnya membuat orang-orang sedikit enggan mendekatinya. Mika- teman sebangkunya bahkan hanya diam saja.

Perkenalanya tidak cukup baik, tidak ada senyuman sedikitpun, siswa yang awalnya berniat bertanya saat perkenalan, malah menyimpan pertayaan itu dalam hati. Di dalam kelas pun, ia masih memakai tudung hodinya.

Di luar kelas, Sasa, Echa dan Nia sibuk berdebat.

"Gak usah ngajak lah, liat tuh muka dingin dan datar gitu gak mungkin mau makan bareng!" ujar  Nia memberi saran pada Sasa.

"Kan belum di coba, siapa tau mau dia, ingat jangan nilai buku itu dari sampulnya," jawab Sasa.

"Terserah kalian deh, tapi jangan dipaksa kalo anaknya gak mau," tukas Echa menimpali.

"Emang mukaku kayak muka orang yang suka maksa, apa?" tanya Sasa cemberut.

"Iya," jawab Echa dan Nia serempak.

"Becanda woy, becanda," sambung Echa cepat melihat tatapan ingin menangis Sasa.

"Udah sana," timpal Nia

Dengan langkah hati-hati Sasa mendekati Xena. Jujur, dia sedikit nervous.

Ia berdehem beberapa kali untuk menarik perhatian Xena.

Benar saja Xena menurunkan bukunya dan menatap Sasa dingin.

"Hai? Kamu Xena, kan? aku Sasa.

ng... Aku  sama teman-teman mau ke kantin, kamu mau ikut kita, gak?" ucap Sasa panjang lebar, seraya memutar mutar rambutnya dengan ujung jari

untuk mnghilangkan kegugupannya.

"Kok dia diem aja sih," ujar Sasa dalam hati.

Xena melirik sekilas ke arah teman yang di sebut Sasa tadi. Kemudian dirinya pun memasukkan buku ke dalam tas. Sasa hanya diam, memperhatikan apa yang Xena lakukan.

"Ayo," ujar Xena sembari bangkit dan ngeloyor pergi.

"Eh?"

Gadis itu mengerjap, perlahan senyum Sasa mengembang.

"Bener kan, dia enggak sedingin yang kelihatannya."

***

Rifqi sedang mengaduk-aduk nasi goreng yang sama sekali tak ia makan. Sejak kejadian mos tadi pagi, ia merasa kredibilitasnya sebagai senior sedikit tercoreng. Dan lagi, apa-apaan dia deg-degan tadi.

"Nih bocah kenapa sih! ngelamun mulu dari tadi!" tegur Arif.

"Apa sih," jawab Rifqi ketus.

"Eh, itu cewek hoodie yang tadi pagi kan?!" Seru Arif menepuk pungung Rifqi yang baru akan menyuapkan nasi goreng ke mulutnya, alhasil nasinya tercecer ke celananya.

"Eh Mujaer, tanggung jawab !" seru Rifqi kesal, ia paling tidak suka seragamnya kotor.

"So... sori, Bro," ucapnya dengan raut ceria seakan tak bersalah.

"Eh, kau bilang siapa barusan?" tanya Rifqi baru sadar dan segera menoleh ke arah yang dimaksud Arif.

Benar saja, itu gadis tadi pagi.

"Aku pikir cewek kayak dia nggak suka ke kantin!" ucap Arif.

.

"Dia manusia, butuh makan!"

"Abis mukanya songong abis, sih, tapi cantik, hehe." 

Rifqi menaikan sebelah alisnya ketika Arif mengatakan cantik.

"Kau naksir dia?"

Arif terlihat berpikir sejenak "Iya kayaknya."

"Kau bilang dia songong tadi," sergah Rifqi kesal.

"Gak apa-apa, biar beda dari yg lain, biasanya kan cewek pada sok manis."

"Dia tipemu?"

"Gak juga sih, tapi, suka kan wajar, gak kayak kamu, aku belum pernah liat kau suka sama cewe."

Tiba tiba ekspresi Arif berubah.

"Kau gak homo, kan?!"

"Kau, gila?!"

"Aku cuma nanya!"

"Tapi pertayaanmu seakan-akan mengatakan kalo aku homo."

"Kalo gitu tipe kamu kayak apa?"

"Bukan urusanmu. Aku masih normal"

Arif tak mau berdebat lagi.

Syukurlah kalau Rifqi bukan homo.

"Eh Rif, nggak mau ganti celana?" tanya Arif lagi, biasanya kalau seragamnya kotor dia akan  cepat-cepat menggantinya, Rifqi benar-benar tipe pembersih. Tapi sekarang Rifki malah terlihat tak perduli.

"Bodo, ga mood lagi," tukasnya.

Sedangkan Arif menggaruk pelipisnya bingung, kenapa Rifqi malah marah-marah mirip cewek yang sedang Pms gini.

***

Brak

Seseorang  tiba-tiba saja mengebrak meja. Hal itu membuat Sasa, Echa dan Nia terlonjak kaget. Untungnya mereka bukan tipe yang mengabsen nama hewan ketika kaget.

"Kita gabung sini, ya!" ucap Dino seenaknya. Sembari duduk di samping Xena.

"Kamu ngajak berantem-" Echa tak melanjutkan begitu tahu siapa yang duduk. Sejujurnya mereka sedikit aneh, Dino yang biasa tak mau dekat-dekat dengan cewek, sekarang malah duduk dengan cewek.

"Apa? Kamu ngusir kita?" sambung

Chandra yang ikut duduk disamping Sasa.

"E... engak kok, duduk aja," potong Nia cepat

"Ini punya siapa?" Nampak Chandra sedang memegang minuman.

"Itu udah diminum," jawab sasa tanpa menantap Chandra, ia sedikit nervous karena diapit dua cogan.

"Bekasmu?" tanyanya lagi, yang langsung dibalas anggukan kepala oleh Sasa.

Sasa menatap tak percaya melihat Chandra meneguk minuman bekasnya.

Sasa merasa jantungnya berdegub dua kali lebih cepat.

Bukankah itu minuman bekas bibirnya, dan itu namanya ciuman tak langsung. Sasa rasanya ingin berteriak, tapi ia urungkan,

nanti dikira orang gila lagi.

"Itu minuman bekas Sasa."

"Gak apa-apa, minuman bekas cewek cantik rasanya lebih nikmat."

Pipi Sasa sontak memerah, Chandra hanya bisa menggeleng pelan, semudah itukah menggoda cewek.

Dino menopang dagunya dan menatap ke arah Xena yang di sampingnya.

"Hai?" sapa Dino kalem, tak lupa memamerkan senyum manisnya. Sontak para gadis di sana terseyum riang.

Terdengar beberapa bisik-bisik dari sana.

"Aku juga mau dong disenyumin Dino kayak gitu!"

"Demi apa? Dino tiba-tiba senyum gitu, aarghhh."

"Tembak adek bang, tembak," ujar beberapa cewek sarkatis.

Xena sendiri hanya menatap dingin ke arah Dino.

Dino menghembuskan nafasnya beberapa kali, kemudian menaikan sebelah alisnya.

"Kamu enggak mau ngomong sesuatu gitu? Aku tadi pagi kan anterin kamu,"

ucap Dino yang bingung dengan sikap dingin Xena.

"Makasih," kata xena kembali melanjutkan makan baksonya.

Ia sama sekali tak merasa risih ditatap cowok seganteng Dino.

Sedangkan Chandra sendiri  terkekeh geli dibuatnya.

"Bicara sama ni cewek butuh tenaga ekstra kayaknya," ujarnya dalam hati

"Din, kamu enggakgak mau pesen bakso?" tanya Chandra, kalau boleh jujur cacing di perutnya minta makan.

"Gak, aku udah kenyang, ngeliatin wajah Xena aja udah bikin aku kenyang."

Uhuk

Echa, Sasa dan Nia sontak terbatuk. Sedangkan Chandra menatap tak percaya, sejak kapan seorang Geraldino, bisa ngegombal?

"Nih minum," Sodor Chandra pada Sasa, dan dengan cepat diraih oleh sasa yang masih terbatuk karena kaget, beberapa detik kemudian ia menyemburkan minumannya, karena baru sadar, itu minuman bekas mulut Chandra.

"Hei, pelan pelan," ucap Chandra menepuk pelan punggung Sasa.

"A... aku ga... gak apa-apa kok."

Xena baru saja menghabiskan satu mangkok bakso.

"Udah selesai? Cepet banget?" tanya Dino takjub.

"Bisa minggir," sela xena tak menjawab pertayaan Dino.

"Aku yang traktir"

"Tidak perlu."

"Aku enggak suka penolakan!" kata Dino tegas.

"Bu?" Panggil Xena pada wanita paruh baya pemilik kantin itu.

"Iya, ada apa?"

"Bakso saya, dia yang bayar."  Xena menunjuk  ke arah Dino.